Bag. 6

5 0 0
                                    

Pagi yang begitu cerah membangunkanku dari mimpi indah semalam, aktifitas yang begitu panjang sudah menungguku diluar sana bersama hal-hal yang harus aku lakuin lainnya. Badanku pagi ini terasa begitu ringan dan enak untuk diajak beraktifitas seperti biasa, menggambarnya akan aku lanjutkan nanti setelah usai sekolah dan lainnya.

Akhir-akhir ini otakku jadi terbagi-bagi untuk menyiapkan nanti untuk ujian kenaikkan dan hal-hal yang selama ini menghabiskan waktuku disini, seperti kakak-kakakku, kegiatan yang aku ikuti, dan teman-temanku. Hampir satu minggu aku tidak pernah ngobrol dengan Kak Septi dan jarang main keasramanya habis semua sibuk belajar menyiapkan untuk kenaikkan nanti soalnya banyak gosip ada beberapa yang akan tinggal kelas nanti, aku tidak terlalu takut karena nilaiku tidak pernah berada dibawah rata-rata cuma persoalanku bisa menjadi ancaman aku akan tinggal kelas juga karena orang tuaku sering sekali dapat panggilan dari sekolah karena kenakalanku.

Bersekolah hari ini aku memilih untuk tidak mandi karena sudah hampir terlambat masuk kelas aku sepertinya asrama juga sudah begitu sepi, anak-anak sudah lebih dulu jalan aku karena banyak sekali yang aku kerjakan sampai waktuku keteter seperti ini.

Tidak apalah tidak ada satu orangpun yang tahu kalau aku hanya cuci muka saja pagi ini, Dje juga sepertinya kesiangan sama sepertiku karena lampu dikamarnya masih menyala pasti itu dia tidak salah lagi dia lebih lelet dibandingkan denganku.

Hari ini aku tidak berharap untuk bertemu dengan siapapun orang terdekatku karena aku masih harus menggambar, bisa menghabiskan waktuku kalau aku masih harus bercengkrama dengan siapapun itu. Jam pelajaran hari ini juga tidak terlalu banyak seperti biasanya jadi tidak perlu menunggu waktu lama untuk segera pulang dan menyelesaikan gambarnya.

“Put, gimana gambarnya udah jadi belum?”, tegur Jamie.

Yang berada didepan kelasnya sedang piket kayanya dia soalnya membawa sapu ditangannya.

“Hah kok tau sih lo?”, kataku.

“Taulah apa sih yang gak gue tau, udah selesai belum?”, kata Jamie.

“Hehehehhe, belum nih tapi nanti mau gue kerjain kok”, kataku.

“Ya udah semangat yah”, kata Jamie sambil menggodaku.

Gila pada tahu ternyata pasti Deges yang bilang ini, tidak apa-apa berarti kesempatanku masih banyak dan diapun memberiku respon yang aku harapkan. Bunyi bel masih 15 menit lagi sudah tidak sabar rasanya ingin menyelesaikan gambar itu, anak-anak yang sedang piket juga sudah tidak sabar menunggu bel. Untung saja aku tidak bertemu Deges dan melihatnya daritadi disekitar sekolahan, kalau ketemu mau jawab apa aku gambarnya saja belum ada satupun yang jadi.

“Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing”, bel berbunyi.

“Yes, pulang akhirnya ayo balik yuk Dje”, ajakku pada Dje.

Dia sedang berada didepan kelasnya yang hanya bersebelahan dengan kelasku.

“Ayo Put!”, ajak Dje.

“Gue mau gambar lagi nih, bantuin gue dong!”, kataku.

“Sini gue yang gambarin aja mau lo?”, kata Dje.

Sepertinya tawaran yang bagus tapi kalau Deges sampai tahu bagaimana aku menjawabnya nanti.

“Mau gak lo?”, sela Dje.

“Tapi nanti kalau ketauan Deges gimana?”, kataku.

“Yah lo gak usah bilanglah”, kata Dje.

“Tapikan tetep aja bakal ketauan nanti Dje?”, kataku.

“Yah terserah lo kalo mau gue gambarin sini”, kata Dje.

Apa aku iyakan saja tawaran Dje ini padaku daripada aku tidak mendapatkan jawaban yang aku inginkan kalau sampai gambarnya tidak selesai itu lebih menyakitkan.

Aku [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang