Pergi (2)

611 48 5
                                    

Gak Lama Kan Nunggu Part Selanjutnya?

Iya Deh, Author Gak Kan Bikin Nunggu Lagi.

Tapi Maaf Kalo Authornya Ngaret Lagi, Soalnya Kadang Sibuk.

Jangan Unfoll Lagi Ya.

*
*
*

Vernon menemani Jennie yang masih belum sadar. Jennie kembali di periksa oleh dokter.

Saat di periksa, Jennie membuka kelopak matanya dan melihat semua yang ada di depannya.

"JANGAN. KU MOHON JANGAN. JANGAN SAKITI JANINKU. KU MOHON JANGAN!!!"ucap Jennie saat melihat seorang dokter yang memeriksanya.

"Jennie?" Vernon segera menghampiri Jennie.

"Jangan. Jangan sakiti anakku."ucap Jennie menggelengkan kepalanya. Ia menangis terisak sambil memegang perutnya.

"Tenang nyonya. Kami hanya memeriksa kandunganmu. Kami tidak akan menyakitinya. Nyonya harus tenang. Jangan takut."ucap dokter yang sedang memeriksanya.

"Jen. Tenanglah."ucap Vernon menenangkan Jennie dengan cara menggenggam tangan kanannya.

Setelah selesai memeriksa Jennie, dokter itu pun segera keluar dari ruangan Jennie dan membiarkan Jennie tenang bersama Vernon.

"Aku-aku takut Vernon. Aku benar-benar takut."ucap Jennie bergetar saking takutnya.

Vernon merengkuh Jennie ke dalam pelukannya. Jennie menangis ketakutan di dalam dada bidang Vernon. Ia mengeratkan pelukan Vernon. Kali ini, ia benar-benar takut. Sangat takut.

"Tenanglah Jen, aku ada disini bersamamu."ucap Vernon mengelus pelan rambut Jennie.

Perlahan, Jennie merasa cukup tenang, dan dia sudah berhenti menangis dipelukan Vernon. Vernon merasa Jennie sudah cukup tenang. Lalu ia melepaskan pelukannya.

"Aku takut."ucap Jennie masih dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan takut Jen. Aku akan selalu ada disini. Tidak akan ada orang yang bisa menyakitimu."ucap Vernon sambil memegang kedua bahu Jennie.

"Bagaimana kandunganku? Apa janinku baik-baik saja?" Tanya Jennie menatap Vernon.

"Iya. Anakmu baik-baik saja. Kau harus tenang. Jangan banyak memikirkan apapun, kau tidak boleh depresi. Dokter mengatakan itu sangat berbahaya bagi kandunganmu. Aku akan segera memberitahu Taeyong___"

"Jangan. Jangan beritahu dia. Aku mohon jangan. Aku tidak ingin dia tau keberadaanku. Aku tidak ingin bertemu dengannya."jelas Jennie lalu menundukan kepalanya dan kembali menangis dalam diam.

"Ke-kenapa? Taeyong suamimu Jen."tanya Vernon merasa heran.

"Jangan. Jangan Vernon. Ku mohon jangan."ucap Jennie menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, aku tidak akan memberitahunya. Sekarang kau istirahat ya."

"Kau harus janji tidak akan memberitahunya. Aku tidak ingin dia menyakiti anak ini."ucap Jennie. Vernon hanya mengiyakan dengan menganggukan kepalanya.

"Iya aku janji tidak akan memberitahunya. Sekarang kau harus istirahat."

"Kau jangan pergi. Aku tidak ingin sendiri."

"Iya. Aku tidak akan pergi. Aku akan menemanimu disini. Aku akan ikut tidur di sofa." Vernon menyibakkan selimut untuk menutupi tubuh Jennie.

Jennie menggangguk lemah. Lalu dengan perlahan memejamkan matanya.

*

3 hari Jennie di rawat di rumah sakit. Dan akhirnya hari ini ia diperbolehkan untuk pulang.

Sepanjang perjalanan, Jennie terus berfikir dimana ia akan tinggal sekarang.

"Jangan bawa aku pulang ke rumah Taeyong. Aku tidak mau." Jennie menatap Vernon dengan tatapan memohon. Vernon hanya melihatnya sekilas.

"Jen, kau harus bercerita padaku. Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"

Jennie meneteskan air matanya. Ia kembali teringat dengan wajah Taeyong yang berusaha menggugurkan kandungannya.

"Ma-maaf, aku membuatmu menangis. Aku hanya ingin tau. Tapi jika kau memang tidak ingin memberitahunya tidak apa. Kau bisa bercerita saat kau siap___" Jennie memotong ucapan Taeyong

"Aku bisa mengatakannya sekarang. Mungkin aku memang tidak seharusnya memendam semua ini sendiri."

Jennie menghela nafasnya. Ia berusaha kuat untuk menceritakan semuanya pada Vernon.

"Aku dan Taeyong menikah dengan surat perjanjian. Kami menikah hanya untuk 2 bulan. Saat itu, Taeyong bilang padaku jika dia tidak akan pernah menyentuhku. Kami tidur di kamar yang berbeda meski dalam 1 rumah. Awalnya, Taeyong bersikap baik padaku seperti seorang suami pada istrinya."

"Namun setelah itu, ia berubah menjadi cuek padakh, entah karena aku salah apa padanya. Hingga akhirnya suatu hari, dia pulang larut malam dalam keadaan mabuk."

"Aku hanya ingin mengantarnya ke kamarnya. Tapi kemudian semua itu terjadi begitu saja. Bahkan aku tidak sadar jika Taeyong melakukan hubungan itu saat kami berdua tidak sadar. Aku pingsan karena kepalaku membentur dinding kayu. Sedangkan Taeyong tidak sadar karena ia dalam keadaan mabuk."

Jennie menghapus air matanya yang jatuh. Ia menundukkan kepalanya dan menggenggam kedua tangannya.

"Sekarang aku hamil. Aku mengandung anaknya. Darah dagingnya. Namun ia tidak mau mengakuinya, dia memintaku untuk menggugurkan anak ini. Aku tidak mau. Taeyong membawaku ke rumah sakit itu. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan anak ini. Maka dari itu, aku kabur dari rumah sakit itu."

"A-apa?? Brengsek sekali dia. Bersikap seperti itu padamu? Suami macam apa dia? Tidak mau mengakui anaknya? Ayah macam dia?"ucap Vernon penuh amarah.

"Sudahlah."ucap Jennie menenangkan Vernon.

"Aku akan memberinya pelajaran Jen."

"Jangan Vernon. Jangan. Nanti dia akan tau keberadaanku. Aku tidak mau bertemu lagi dengannya. Jangan." cegah Jennie sambil menggelengkan kepalanya.

"Oke. Aku tidak akan memberinya pelajaran." Vernon menganggukan kepalanya.

"Terima kasih." Jennie bernafas lega.

"Aku akan membawamu ke salah satu apartementku. Kau boleh tinggal disana karena kau akan aman disana."ucap Vernon sambil tersenyum.

"Terima kasih, maaf aku merepotkanmu."ucap Jennie tertunduk.

"Santai saja Jen. Aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri."

Merekapun sampai di salah satu apartement Vernon. Vernon lalu mengajak Jennie masuk ke dalam apartement itu.

Alangkah terkejutnya mereka, Vernon melihat kedua orang tuanya ada di dalam apartementnya. Dengan langkah pelan, Jennie dan Vernon menghampiri mereka.

*
*
*
*
*

Kenapa Bisa Ada Orang Tua Vernon Ya?
Kan Tadinya Mereka Tinggal Aja Di Luar Negeri.

Apa Orang Tuanya Vernon Bisa Nerima Jennie?

Baca lagi ya Guys Part-Part Selanjutnya.

Thanks.

He Is My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang