2

4.1K 173 1
                                    

Happy reading
Hope your like!

Rafi selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Fita terbangun dan melihat Rafi keluar dari kamar mandi menggunakan handuk.
"Kak pakai baju dulu kenapa di kamar mandi?! jelek banget pemandangan bangun tidur"
"Kurang ajar, cuman kamu aja yang liat aku pemandangan jelek"
"Kakak aja kali kepedean"
"Mending cepet bangun terus sarapan"
"Iya bawel"
Rafi sudah siap di meja makan dan Fita baru turun.
"Makan cepet terus minum obatnya" perintah Rafi.
"Iya"
"Bi, bekalnya udah siap?" tanya Rafi lagi ke bibi.
"Udah den, ini dia"
"Oke. Makasih ya bi"
Fita selesai sarapan dan Rafi menyuruhnya meninum obat.
Rafi mengantarnya ke sekolah.
"Biasanya orang abis minum obat ngantuk" kata Rafi.
"Aku mau sekolah!, kakak kasi aku obat tidur ya?"
"Nggak. Fitnah banget sih?!"
"Soalnya kakak licik"
"Licikan siapa sama kamu?"
"Iya aku lagi"
"Emang kamu"
"Iya" Fita malas jika Rafi mengungkit ungkit kesalahannya.
"Hari ini kayaknya aku nggak bisa ke sekolah kamu, nanti dijemput sama pak Udin, dan kamu jangan buat masalah. Soalnya hari ini aku ada rapat besar"
"Emangnya kapan aku buat masalah?"
"Kamu telat makan, kecapean, kepanasan, kedinginan, nggak minum obat, makan sembarangan itu masalahnya"
"Namanya juga hidup"
"Udah jangan bawel"
"Oke udah sampai, hati-hati kak bawel" Fita cepat-cepat turun mobil.
"Hei, jangan lupa..."
"Iya tau kok"
Fita menghampiri Raven di parkiran motor.
"Raven"
"Eh lo, tumben sekolah?"
"Nggak senang?"
"Senang dong, gue ada temen sebangku rupanya"
"Siapa yang ngajakin duduk sama-sama coba?"
"Iya aku"
"Nyesel ya?"
"Nggak kok"
"Terserah deh, eh iya ven, ingat cerita aku nggak?"
"Im not sick itu ya?" mereka berjalan bersama ke kelas.
Fita mengangguk.
"Bentar lagi selesai loh, aku semangat banget nulisnya"
"Aku bakal dikasi liat nggak?"
"Mau?"
"Kalau gratis"
"Ish, nggak modal banget"
"Kasi gue sinopsis dong"
"Spoiler dong"
"Pelit banget sih"
"Untuk lo gratis deh, tapi gantinya traktir makan"
"Gampang lah"
"Aduh, semangat banget hari ini" seru Fita.
"Napa lo?"
"Lo mau anter gue pulang kan hari ini?"
"Emang kakak lo nggak jemput?"
"Nggak"
"Ya udah bareng gue aja"
"Oke"
Fita menelpon pak Udin dan mengatakan akan pergi ke rumah sakit menggunakan taksi.

Fita sangat bersemangat, hari tanpa Rafi seperti hidup.
"Lo ngapa sih senyum-senyum mulu?" tanya Raven.
"Lagi seneng aja"
"Dari tadi jam lo bunyi loh" kata Raven.
"Eh?!" Fita kaget, jam minum obatnya.
"Ngapain bunyiin alarm jam segini?"
"Lupa"
"Jadikan pulang ama gue?"
"Iya, gue ke toilet bentar"
"Hm. Gue tunggu di parkiran"

"Kok aku nggak kayak biasanya ya? jangan-jangan udah sembuh lagi?, ya nggak mungkin lah" kata Fita pada dirinya sendiri sambil tertawa.
"Ngapa lo kak?" tanya Fara yang ternyta ada di dalam wc.
"Nggak"
"Kak lo mimisan lagi" Fara memberikan tisu dan Fita mengambilnya dengan cepat.
"Kak, gue mau tanya dong. Tentang kakak lo yang kemarin itu?"
"Kenapa dia?"
"Dia itu dari Amerika kan?"
"Kenapa tanya?"
"Itu.. gue ada liat fotonya sama bokapnya Alex di Amerika tapi namanya itu Rafiaverch apa ya?! susah deh, terus dia juga lulusan dokter termuda disana, dia itu ambil spesialist leukimia"
"Bukan dia"
"Beneran? soalnya fotonya mirip banget lo"
"Bukan pokoknya"
"Ya udah deh kalau bukan, btw mending lo cek kek ke rumah sakit, mimisan mulu juga bahaya"
"Iya"
"Dih. Cuek banget" Fara meninggalkan Fita.
Fita segera mengeluarkan obatnya dan meminumnya.
Saat Fita keluar dari wc, ia melihat Raven sedang bicara dengan Riska.
"Anter gue pulang bisa ven?" tanya Riska.
Fita ingin mendekat tetapi ia berhenti saat mendengar pembicaraan mereka.
"Nggak bisa"
"Kenapa? biasanya juga lo nganggur"
"Gue anter Fita"
"Dia nggak sama kakaknya?"
"Nggak"
"Ya udah besok anterin gue berarti"
"Emang gue ojek lo?!"
"Ya elah, biasanya juga lo yang nawarin"
"Iya iya bawel, pulang sana"
"Dih ngusir"
Akhirnya Riska pergi.
Fita berjalan ke arah Raven, lalu Raven memberikannya helm.
"Muka lo pucat" sahut Raven.
"Eh?" Fita memegang wajahnya.
"Lo nggak papa kan?"
"Aku sehat kok"
"Nggak papa nih naik motor?" tanya Raven.
"Emang kenapa?"
"Kan biasanya juga lo dianter jemput pakai mobil"
Fita tersenyum.
"Makanya aku pengen naik motor"
"Eh serius lo nggak pernah naik motor?"
Fita menggeleng.
"Ckck kasian banget, kalau gitu gue ajak lo keliling pakai motor deh sampai puas"
"Eh boleh?"
"Iya, cepetan naik"
Fita memakai helmnya lalu ia menaiki motor ninja Raven.
"Pegangan" kata Raven.
Fita memegang jaket Raven sedikit.
Raven memegang tangan Fita dan menyuruhnya memeluknya.
"Nanti lo terbang lagi gara-gara angin"
"Nggaklah"
Raven melajukan motornya, dari spion Raven bisa melihat Fita tersenyum senang.
"Fit, lo mau makan nggak?"
"Makan apa?"
"Gue tau tempat bakso enak banget"
"Bakso ya?"
"Lo nggak suka bakso"
"Hmm.. boleh deh" Fita pernah memakan bakso tapi lagi lagi itu buatan Rafi, Rafi selalu melarangnya makanan orang, ia selalu bilang tidak higenis.
Raven berhenti di warung bakso.
"Ramai banget ven"
Fita bisa melihat anak-anak sekolah lain juga sedang makan di situ.
"Iya, emang disini enak baksonya"
Raven turun dari motornya tapi Fita juga belum turun.
"Ayo"
"Eh iya"
Raven membantunya turun, Fita emang menggunakan pop dan roknya juga lumayan panjang selutut.
Raven membuka jaketnya dan menyuru Fita memakainya.
"Aku nggak kedinginan kok"
"Pakai aja"
Raven membawa Fita masuk, dan mereka sudah di siul siulkan oleh orang-orang sana.
"Eh gila lo ven, ganti mulu" seseorang mengolok Raven.
"Asik banget, abang ganteng"
Mereka segombolan ternyata teman Raven.
"Bacot lo pada" sahut Raven.
Mereka terpana melihat Fita, cantik sekali.
"Kenalin dong ven"
Raven mengabaikan mereka dan memesan bakso dan minum, Fita mengekori Raven.
"Hai" mereka melayangkan senyum pada Fita, teman Raven tadi. Fita membalas senyum canggung dan menoleh ke Raven lagi.
"Yuk duduk" Raven menagajaknya duduk.
Tempatnya penuh.
"Sini lah ven" panggil temannya dan mereka mengosongkan bangku 2 ditengah.
"Mau nggak?" tanya Raven takut Fita tidak nyaman.
Fita mengangguk karena memang tempatnya penuh.
Fita duduk dan diperhatikan oleh mereka semua. Sejenak mereka diam, lalu....
"Aku Jean" mereka mengajak berkenalan.
"Aku Vano"
"Aku Gery"
"Aku Harsen"
"Aku Deny"
"Aku Toni"
"Aku Robert"
"Robert pala lu!"
"Namanya Jamet"
"Kurang ajar"
Fita tertawa lalu menyalami mereka yang mengukurkan tangan.
"Mulai kalian semua" Raven kesal.
"Aku Fita"
"Asli, suaranya adem banget"
"Tolong, tunggu berapa bulan lagi. Aku pasti lamar kamu"
Mereka semua memukul Deny.
Ada yang berbisik pada Raven tetapi Fita masih bisa mendengarnya.
"Yang ini bening banget, ini yang nomor 1 dari semuanya. Kok dia mau sih ama lo?"
Raven memandangnya kesal dan memilih meminum esnya.
Raven menyodorkan teh es Fita, lama Fita menatapnya.
"Mau air yang lain?" tanya Raven.
"Mau apa? biar gue aja" tanya teman Raven yang lainnya.
Fita menggeleng dan meminumnya, ia hanya merasa aneh makan ditempat ini.
"Fit mau tanya dong"
"Apa?"
"Kok lo mau sama dia?" tunjuknya pada Raven.
"Apaan sih lo?! tiap gue deket pasti dikira pacaran. Biarin aja Fit" sahut Raven.
"Kalian temen Raven sejak kapan?" tanya Fita.
"Kita temenan dari SMP, tapi kita semua beda sekolah. Ya ketemunya di sini makanya deket"
Fita mengangguk.
Jean mengeluarkan rokoknya, dan mereka ada yang mengambil dan tidak.
"Gue mau stop dulu lah"
"Hala tai, pasti nanti malam lo ngentam 1 bungkus lagi"
"Gue udah off 2 hari"
"2 hari aja bangga"
"Eh bagi dong, pahit ni mulut gue"
Berbahaya nih.
"Ven lo nggak mau?" tawar mereka.
Dan Raven mengambilnya 1.
"Gue kira lo bakal jaga image"
"Lo nawarin nggak gue tolak"
Mereka semua mulai merokok dan asapnya mulai mengenai Fita, harusnya Fita mengatakan kalau ia tidak boleh terkena asap rokok.
"Jangan sama mereka Fit, liat tu pada... eh lo kenapa Fit?!" tanya teman Raven yang khawatir melihat Fita pucat dan sepertinya, mimisan.
"Berdarah"
"Woi, ambil tisu"
"Ambil es"
Mereka berhamburan panik.
Raven membuang rokoknya.
"Kenapa? kita ke rumah sakit?"
Fita sudah memegang tisu yang diberikan oleh teman-teman Raven tadi.
"Eh serius lo kayaknya nggak sehat deh Fit"
"Itu... teman-teman maaf ya. Aku nggak bisa kena asap rokok" kata Fita tidak enak.
"Eh?"
"Eh?"
Mereka semua terkejut lalu meminta maaf pada Fita.
"Maaf ya"
"Aku yang minta maaf buat kalian khawatir" sahut Fita.
"Kenapa nggak bilang sih?" tanya Raven.
"Aku nggak enak sama kalian" kata Fita.
"Jangan gitu lah Fit"
"Iya, misalnya kitak buat kamu nggak nyaman bilang aja"
"Iya, maaf ya" sahut Fita tidak nyaman karena menganggu aktivitas mereka.
"Jangan minta maaf lah, kita yang harusnya minta maaf sampai kamu mimisan gitu"
lalu bakso pesanan Raven dan Fita datang.
"Kok sering banget mimisan?" tanya Raven
"Iya, hidung aku sensitif banget soalnya" jawab Fita cepat takut Raven khawatir.
"Fit, lo suka pedes nggak?" tanya teman Raven lagi.
"Suka sih, tapi nggak terlalu" jawab Fita.
"Sambel disini enak banget lo"
"Eh Fit, bagi instagram dong, wa juga kalau boleh"
"Eh?!" Fita terkejut.
"Nggak nggak. Apaan nih?!" Raven menyingkirkan hp dari hadapan Fita.
"Apasih ven lo kek bapaknya aja"
"Iya nih lo! main minta wa aja"
"Mana mau dia kasi ke lo"
"Ya elah, kalian semua pasti ngiri kan?"
Suara hp Fita berbunyi.
Fita melihatnya.
Rafi menelponnya, apakah ia ketauan.
"Kenapa nggak diangkat?" tanya Raven.
Mereka semua memperhatikan Fita.
"Bentar ya" Ia keluar dari warung bakso yang ribut itu, ia mengambil tempat agak jauh yang lumayan tenang.
"Kok dia ketakutan gitu?" tanya teman Raven.
"Jauh amat angkat telpon"
"Kira-kira siapa ya?"
"Jangan-jangan pacarnya?!"
"Ya aneh malah kalau orang kayak Fita nggak punya pacar"
"Lo juga ngapain bawa pacar orang" mereka menyalahkan Raven.
"Kok gue sih?!" Raven tidak terima.
"Nanti pacarnya nyariin lo, terus ngajak gelud deh"
"Ya itu alay namanya, nggak percayaan sama pacar sendiri" jawab Raven yang tidak tau kenapa malah kesal sendiri.

"Halo" sahut Rafi dari kejauhan.
"Halo kak"
"Kenapa lama angkat?"
"Hp nya aku mute tadi"
"Udah pulang?"
"Udah kak"
"Makan?"
"Udah"
Fita menghembuskan nafas lega, Rafi tidak menelpon ke rumah.
"Kakak udah makan belum?"
"Udah. Obatnya udah dimakan?"
"Udah, tenang aja"
"Nggak ada keluhan kan?"
"Nggak kak, sehat wal afiat. Kapan pulang? atau nginap di rumah sakit?"
"Nggak tau nih, masih ada jadwal operasi tapi masih nunggu dokter spesialisnya. Soalnya aku pengganti disini"
"Hebat dong, kakak merangkup semua spesialist"
"Kan memang aku hebat"
Rafi memang hebat, ia tau segala penyakit. Ia memang bukan seperti spesialist leukimia, tapi spesialist semua penyakit.
"Ya udah ya, jangan lupa minum obat"
"Iya"
"Nanti aku kabarin kalau pulang"
"Iya"

Fita kembali masuk ke warung.
"Lama amat Fit, tuh baksonya mau dingin"
"Mau gantin nggak? biar gue pesenin"
"Eh nggak usah"
Fita kembali memakan baksonya, enak.
Biasanya ia hanya merasakan tawar, Rafi selalu memberikan garam sedikit.
"Eh pelan-pelan Fit"
"Eh beneran enak banget" sahut Fita.
Raven dan lainnya tertawa.
"Lo kek pertama kali aja makan bakso"
Fita tertawa lagi.
"Mungkin" jawab Fita seadanya.
"Sering sering lah kesini"
"Iya nih"
"Kalau Raven nggak mau bawa lo kesini, biar gue aja"
"Gue juga ada"
"Eh tunggu, itu jaket Raven ya?"
"Eh iya nih. Dia suruh pakai padahal aku nggak dingin" jawab Fita.
"Cih"
"Modus"
"Apasih lo?!" kesal Raven.
"Dia sengaja tuh Fit"
"Sengaja?" tanya Fita.
"Iya, nanti abis lo pakai dia ciumin di rumah, bau lo"
"Ha? Bau?" Fita mengendus baunya.
"Jangan didengerin Fit" sahut Raven.
"Emang aku bau?" tanya Fita bingung.
"Bau surga Fit lo"
"Bau surga?"
"Maksudnya harum Fitaaa"
"Eh? emang iya?" tanya Fita.
"Iya, bau lo 5 meter aja udah keciuman. Iya nggak ven?"
"Apasih?! gue terus"
Fita tertawa. Ada-ada saja.
"Mana ada bau surga" jawabnya mengada.
Fita sebenarnya langsung teringat kematian.
"Fit, kenapa?" tanya mereka karena Fita tertawa sambil menangis.
Mereka semua diam.
"Eh?" Fita bingung
"Kenapa?" tanya Raven khawatir.
"Kita salah ya?"
"Kenapa aku nangis?" tanya Fita.
Mereka semua menggeleng.
Fita mengelap air matanya.
"Maaf, aku aneh ya" katanya lagi.
"Eh? nggak kok. Keknya malah kami yang buat lo nggak nyaman"
Fita tersenyum.
"Enggak kok"
Mereka sudah selesai makan dan setelah bercerita sedikit, Raven mengajak Fita pergi.
"Temen kamu baik juga"
"Baik apanya?"
"Ya baik pokoknya, mereka heboh banget pas aku mimisan tadi"
"Semuanya juga heboh kalau liat lo mimisan kayak mayat hidup"
"Masa?"
"Hm"
Raven mengajak Fita pergi dari warung bakso itu.
"Ven, mau kemana? ini bukan jalan rumah aku"
"Bentar lagi sampai kok"
Mereka berhenti di rumah sakit.
"Siapa yang sakit?" tanya Fita.
"Lo"
"Hah?"
"Gue khawatir sama lo, ini rumah sakit terdekat, ayo kita periksa. Gue yakin lo pasti nggak pernah periksa kan?"
Raven menarik Fita untuk masuk ke rumah sakit. Tapi Fita tidak bergeming.
Raven sama saja, menyebalkan.
"Kenapa?" tanya Raven.
Fita melepaskan tangan Raven kasar.
"Aku pulang"
"Eh?!"
Fita berjalan cepat.
"Eh Fit!" Raven berlari mengejarnya.
Raven memegang tangannya yang bergetar.
"Lo... kenapa Fit?"
"Aku mau pulang"
"Lo sakit apa?" tanya Raven khawatir.
Fita terkejut.
"Kita temenan dari kecil, gue tau banget. Dulu itu lo nggak pernah kek gini"
"Jadi selama ini kamu nganggap aku sakit?"
"Bukan.."
"Iya anggap aja aku orang sakit yang mau mati besok, terus kasian sama aku"
"Lo ngomong apa sih?!"
"Kamu temanan sama aku terpaksa atau kasian atau gimana?!"
"Kita kan udah temenan lama Fit. Lo lagi nyembunyiin sesuatu dari gue, dan gue tau itu"
"Tolong..." Fita menangis.
"Pura-pura aja anggap aku masih Fita yang dulu. Suatu saat kamu pasti bakal aku kasi tau kenapa aku kek gini"
Fita memegang kemeja Raven.
"Jangan pernah kasian sama aku, khawatir sama aku"
Raven memeluknya.
"Lo janji kan, kalau udah waktunya lo bakal kasi tau gue semuanya?"
Fita mengangguk.
"Maaf kalau gue terlalu menekan lo" Raven meminta maaf.
Fita mengangguk.
"Lo mau ke mall nggak?"
Fita tersenyum lalu mengangguk.
Seperti anak kecil.









Ini Raven yang visualnya cocok sama aku, kalau kalian terserah aja ya😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini Raven yang visualnya cocok sama aku, kalau kalian terserah aja ya😘

I'm Not SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang