🌿🌿🌿
Ketika kau berjalan dan menemukan persimpangan, disana kau harus memilih antara dua arah yang akan membawamu ketempat berbeda. Jika kau berjalan dengan kekasihmu, mungkin kau dan kekasihmu akan sedikit berdebat tentang arah yang akan kalian pilih namun berakhir berjalan di salah satu arah yang tentu sama.
Itu kalian, berbeda dengan Haneul dan Wonho yang kini berjalan di bawah langit yang sama namun di daratan yang berbeda. Dengan kehidupan berbeda pula.
Menengkok kebelakang dimana kisah Haneul dan Wonho berakhir, mungkin kalian akan mengira bahwa Wonho akan bahagia dengan istri barunya dan Haneul akan hidup dengan kepiluan karena harus menanggung beban yang amat berat sendirian.
Tapi kebahagiaan tidak selalu hadir di atas kata cinta. Bahkan lebih banyak orang terlalu egois karena merasakan cinta. Itu kenapa Wonho kini hanya mampu menatap ramainya kota dari balik jendela ruang kerjanya.
Ini sudah larut malam, namun Wonho masih enggan untuk pulang menuju rumahnya menemui istri dan anaknya. Meskipun bukan anak kandungnya, Wonho mencintai bayi mungil itu tanpa peduli siapa orang tuanya.
Setengah tahun berlalu semenjak Haneul pergi ke negeri Jepang, namun harum wangi tubuh Haneul masih sering menguar di penciuman Wonho saat dia ada di rumahnya. Meskipun kini seharusnya wangi bayi kecil yang tersebar di seluruh penjuru kamarnya namun seringkali Wonho mencium wangi tubuh Haneul yang membuat Wonho merasa kalau Haneul masih di sampingnya.
Ironisnya, setiap kali wangi tubuh Haneul berhembus masuk ke indra penciumannya, saat itu pula Sunji yang kini sudah menjadi istri sah nya muncul dan membuat hati Wonho terasa sakit.
Wonho dan Sunji awalnya memang berdiam di apartemen Wonho untuk merahasiakan pernikahan mereka. Namun seiring berkembangnya janin di perut Sunji membuat apartement terasa terlalu pengap dan tidak baik untuk kesehatan Sunji dan calon bayinya. Wonho dan Sunji lalu memutuskan untuk pindah ke rumah yang sebelumnya diisi oleh Wonho dan Haneul agar Sunji merasa lebih baik.
Wonho kini menatap layar ponselnya yang sedang menampakan foto manis sepasang suami istri yang tengah berlibur di pedesaan. Foto yang di ambil saat dia dan Haneul tengah berbulan madu itu menjadi satu - satunya obat rindu bagi Wonho.
Semenjak empat bulan lalu, lebih tepatnya saat Sunji sudah melahirkan. Wonho dan Haneul sudah sangat jarang berbalas pesan apalagi saling bicara di saluran telepon. Bukan karena Wonho yang terlalu sibuk dengan bayi kecil yang kini mengisi hidupnya. Tapi karena kegiatan Haneul yang semakin padat setelah menjalani kelas Culture Shock selama tiga bulan pertamanya di Jepang.
Seringkali Wonho mencoba mengirim pesan bahkan menekan tombol panggilan untuk sekedar mengecek keadaan Haneul. Namun pesan - pesan Wonho tidak pernah mendapat jawaban dan panggilan nya juga hanya berakhir dengan suara operator.
Ceklek
Suara pintu ruang kerja Wonho terbuka perlahan dengan decitan yang membuat Wonho menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang pria yang terlihat begitu berwibawa di balik jas nya, masuk ke ruangan Wonho tanpa harus mendapat ijin dari pemilik ruangan.
"Kau tidak pulang?" ucap pria itu melangkah mendekati Wonho.
"Ah kau hyung" balas Wonho sedikit membungkuk pada pria yang tidak lain adalah kakaknya itu. "Aku masih ingin disini" jawabnya untuk pertanyaan sang kakak.
"Hahhhh" satu helaan nafas terdengar dari bibir Hyunwo. "Aku memang membenci tindakanmu yang membuat Haneul terluka. Tapi jika kau sudah berani melukai satu gadis maka kau harus memperlakukan gadis lain dengan baik." ucap Hyunwo dengan wajah datar yang sulit di pahami.
"Pulanglah, meski anak itu bukan darah dagingmu, tapi dia pantas mendapat kasih sayangmu" lanjut Hyunwo dan mendapat tatapan pilu dari adiknya.
"Lalu kau?" tanya Wonho.
"Aku masih menunggu dokumen yang sedang di kerjakan sekertarisku. Lagipula Eunji dan anak-anak sedang di rumah Eomma jadi kau tidak perlu khawatir dan pulanglah. Tidak baik meninggalkan istrimu sendirian selarut ini." jelas Hyunwo dan mendapat anggukan dari Wonho.
"Baiklah Hyung, aku pamit" ucap Wonho lalu membungkuk dan meninggalkan ruangannya menuju parkiran.
***
"Kau yakin akan pulang sendirian?" tanya pria sipit dengan wajah sedikit khawatir.
"Tentu, aku akan naik taksi jadi kau tidak perlu khawatir" balas wanita dengan perutnya yang semakin hari, semakin membuncit.
"Aku lupa kalau kita ada kelas malam. Jadi tadi aku pergi dengan motor. Padahal kalau aku membawa mobil aku bisa mengantarmu." jelas pria tersebut dengan nada penyesalan tertera di ujung suaranya.
"Daijobu Yuta-kun*. Aku akan baik - baik saja. Sampai jumpa besok dan hati - hati dijalan" ucap wanita itu sembari membawa tasnya dan tersenyum manis pada pria bernama Yuta tersebut.
*)Tidak apa apa, Yuta (-kun, setahu aku bisa buat orang yang lebih muda. Hehe maaf kalau salah)
"Aah baiklah Haneul-san*. Hubungi aku saat kau sampai, oke?"
*)(-san setahu aku itu buat orang yang lebih tua dan kenal belum terlalu lama. Hehe maaf kalau salah)
Wanita bernama Haneul itupun mengangguk dan pergi meninggalkan Yuta yang sedang mengenakan jaket kulitnya serta sarung tangan dan membawa helm nya ke parkiran.
Malam itu kelas Haneul tidak terlalu ramai. Banyak yang membolos dan beberapa sibuk dengan urusan praktek. Haneul berjalan menuju tepi jalan raya untuk mencari taksi. Ponselnya mati membuat Haneul tidak bisa memesan taksi.
Tubuhnya yang kian membengkak dan perutnya yang semakin membuncit membuat Haneul berjalan perlahan. Gemerlap malam negri Jepang tidak berlaku di kawasan universitas Haneul. Meskipun masih berada di Tokyo namun kawasan universitas Haneul terbilang cukup sepi di malam hari.
"Aigoo, ibu hamil harus mengenakan jaket tebal di malam hari. Tidak baik berjalan sendirian. Tega sekali teman - temanmu itu membiarkan seorang ibu hamil pulang sendirian." ucap seseorang yang langsung memasangkan jaket di bahu Haneul sembari menggerutu dan membuat Haneul terkejut.
"YOO KIHYUN!" pekik Haneul sesaat setelah menoleh pada orang yang memasangkan jaket di bahunya.
"Ssstttt, percuma saja aku menggunakan masker dan topi sebagai penyamaran jika noona meneriakan namaku" gerutu Kihyun - lagi - sembari membuka maskernya setelah merasa cukup aman.
"Ups, Mianhe. Kau mengagetkan ku jadi aku berteriak. Tapi aku benar - benar senang melihatmu." Jawab Haneul dengan suara pelan.
"Arra arra, semua orang memang senang melihatku" jawab Kihyun sedikit sombong.
"Aigoo mentang - mentang namamu sudah meroket kau jadi sombong"
"Ah sudahlah, ayo naik ke mobilku. Kita harus segera pulang sebelum calon keponakanku kedinginan" ucap Kihyun sembari mengelus perut Haneul lembut.
"Arraseo, kajja."
Bersambung...
Terima kasih sudah menunggu ^^
Mari kita mulai lagi dan selesaikan cerita ini hingga berakhir bahagia Monbebe ^^
Semoga kalian ga bosen dan keep support this story (:
*waiting your comment*
👇Vote Vote Vote 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
BE THE LIGHT [Wonho Monsta X]
Fanfiction[Sequel SMILLING DOWN] "Yesterday's night turns to light Tomorrow's night returns to light Be the light" Catatan penulis : Sepertinya penulis bisa tidur tenang hanya jika ceritanya berakhir bahagia. Jadi mari kita mulai lagi untuk membuat kebahagiaa...