8. Satu Sisi

317 44 3
                                    

deru angin malam seakan mengerti akan kecanggungan yang ada di antara Kevin dan Attaya. keduanya nampak disibukan oleh pikiran masing-masing. yang satu memikirkan tentang hal ini, dan yang lainnya memikirkan hal itu. berbeda. namun tak ada yang berbicara.

sampai sembilir angin menyapa kencang. bertanda ia marah akan dua anak manusia yang tak kunjung menghangatkan suasana.

Kevin dan Attaya berada di halaman samping kediaman milik keluarga Cendana tersebut. disana terdapat sebuah kursi coklat panjang yang sengaja diletakan untuk melepas penat dari sang penghuni rumah.

karna kejadian tadi siang, Kevin masih berada di rumah Attaya atas permintaan Giano yang menyuruhnya menginap.

ayah Giano dan Attaya sedang berada di luar kota. menyisakan dua anak kembar tersebut bersama Bunda Arika. ibu dari keduanya.

"yang waktu itu di Mall," ucap Kevin sejak beberapa menit ke belakang mengunci mulutnya. "gue mau ceritain," lanjutnya sambil memalingkan wajah ke samping. tepat di mana Attaya duduk di sampingnya. "mau denger?"

Attaya melirik Kevin sedikit. dari ratusan obrolan yang bisa mereka bicarakan, Kevin malah lebih memilih membahas hal itu lagi.

gadis yang kini sudah menatap lawan bicaranya tersebut pun membuang napasnya kasar. sembari menyangkutkan helaian rambut yang menutupi wajah ke daun telinga, ia mengangguk.

tak mau dipungkiri lagi bahwa Attaya juga penasaran dengan argumentasi untuk membela diri dari sosok yang ada di sampingnya tersebut.

"gue gak tau kalo hari itu latihan basket berakhir cepet," balas Kevin sambil terus menatap Attaya. "like, ya gak tau aja. terus tiba-tiba, Karen samperin gue di lapangan."

Attaya menggigit bibir bagian dalamnya begitu Kevin menyebut nama dari sosok yang ia tidak sukai. sosok yang suka mencari perhatian dari Kevin.

"dia ngajak gue jalan, dan yaa gue pikir, why not?" lanjut Kevin. "tapi gue gak tau kalo lo juga ajak gue jalan. i was about to ask you to join, but both of you not really close, is it?"

Attaya dapat mengerti arah tujuan yang sedang cowok itu coba sampaikan. kepalanya mengangguk. menandakan kalau ia juga tidak akan meng'iya'kan ajakan Kevin waktu itu jika ada Karen.

tapi yang membuat Attaya kesal setengah mati dengan Kevin bukan itu. melainkan hal lain yang sekarang sukses menggerogoti pikiran Attaya sejak tadi siang.

"jadi, i decided to lie." Kevin dengan sadar mengakui. ia memang tidak mau menaikan harga dirinya hanya untuk membela diri yang jelas-jelas hal tersebut adalah kesalahan pribadinya.

anak laki-laki itu mengangguk sedikit sambil berdecak kecil. ceritanya barusan sudah cukup sampai sana. tapi apa yang sedang dipikirkannya, tidak berhenti di sana. "udah, sampe situ aja. gue ambil andil salah sampe sana. sisanya, lo bisa tanyain biar lebih jelas."

Attaya mengerutkan dahinya. egonya tiba-tiba tersulut saat Kevin berbicara seperti itu. jelasnya, bukan poin itu yang memang ia ingin dengar. "itu aja? lo gak merasa melakukan hal lainnya yang ngebuat orang lain berpikir dua kali untuk tegur sapa sama lo lagi?"

kini Kevin menyipitkan matanya. menangkap sebuah poin yang memang pernah ia diskusikan dengan Giano. "any explaination?"

Attaya menarik napasnya sambil menatap lurus ke depan. ia benci dengan trust issue yang ia miliki. terkadang intuisinya bisa membuatnya merasa tak berdaya. "can you please stop act like this?"

"like what?"

Attaya berdecak. ia membuang wajahnya dari hadapan Kevin.

sedangkan Kevin, ia menatap lurus ke depan. tepat dimana hamparan rumput terbentang. "gue cuma mau denger dari lo langsung, sebuah penjelasan."

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang