Rasa sesak yang memenuhi paru-paru sepertinya sangat betah disana. Berulang kali teri memukul-mukul dadanya. Berharap rasa sesak itu menghilang. Teri masih duduk dibangku, tempat mereka mengakhiri hubungan mereka.
Teri tertawa hambar, tidak bisa dipercaya. Begitu bodohnya dia, mempercayai omongan yang begitu manis. Tiba-tiba tetesan air yang berasal dari langit turun dengan tanpa belas kasihannya sekarang makin deras.
Teri masih duduk disana, enggan beranjak walau hujan sudah mengguyurnya. Tapi air yang membasahi pipinya bukan cuma air hujan, air hujan bercampur dengan air mata.
"Kenapa disaat seperti ini kayanya langit mengerti keadaan gue" teri mendongak ke atas, merasakan tetesan hujan yang sangat deras.
Teri bersyukur, setidaknya ada hujan yang menutupi kelemahannya. Ia merutuki dirinya, benarkah ia menangis karena seorang lelaki?
Teri kembali mengingat kejadian satu jam yang lalu. Kejadian yang berputar layaknya film.
Flasback
"Ayo kita akhiri sampai sini" dengan sekali tarikan napas, yahsa mengeluarkan kalimat yang akan menyakiti gadis didepannya ini.
"Leluconnya gak lucu" teri tersenyum
"Gue bilang, kita akhiri sampai sini" suara sekarang lebih jelas.
"Ken...apa?" dengan susah payah teri bertanya.
"Mungkin gue selama ini salah mengartikan perasaan gue sama lo. Gue merasa nyaman sama lo. Gue terlalu menyimpulkan perasaan ini begitu cepat. Setelah gue pikir-pikir, ternyata perasaan ini cuma perasaan kakak ke adeknya" yahsa menarik napasnya "maaf...gue emang brengsek" yahsa menunduk, dia tak berani menatap mata teri yang sudah menggenang.
Teri mendongak, berusaha menahan bendungan air mata yang terus mendesak ingin keluar. Sungguh hatinya hancur. Begitu gampangnya pria ini berbicara seperti itu padanya.
Perasaannya yang sudah ia bangun dengan pondasi yang menurutnya kuat, kini hancur juga. Hanya dengan waktu yang begitu singkat.
Yahsa beranjak, matanya tak mau menatap teri.
"Lo masih bisa cari yang lebih baik dari gue" yahsa mengusap kepala teri, walau sangat berat. Tapi ia melakukannya. Yahsa perlahan melangkah meninggalkan teri yang terus menunduk. Namun, langkahnya terhenti karena kalimat teri.
"Jangan bersikap manis, mulai detik ini. Itu hanya bakal buat gue sakit. Cukup diam saat melihat gue, itu jauh lebih baik" teri mendongak, menatap mata yang selalu membuatnya luluh.
Yahsa mengangguk, senyumnya tertelan. Ia akhirnya pergi. Meninggalkan kepedihan pada gadis cantik itu.
Flasback end
Teri memukul dadanya kembali, kenapa semakin sesak? Nampaknya hujan tak mau berhenti. Teri pun memutuskan untuk pulang.
Langkahnya gontai, isakannya tersamar dengan air hujan. Sungguh cinta pertama yang ironis. Memang benar kata orang, cinta pertama tak akan berhasil.
***
Hani baru saja keluar dari kafe sehabis les dia mampir sebentar untuk membeli minuman, tapi karena hujan ia hanya menunggu didepan kafe. Berharap sebentar lagu hujan akan reda.
Matanya terus memeperhatikan aktivitas orang-orang yang berada didepan kafe. Ada yang berlari sambil menutup kepalanya menggunakan tas, ada juga sepasang kekasih yang saling berbagi payung. Hani tersenyum, menurutnya itu tampak manis.
Namun senyumnya menghilang ketika matanya menangkap sosok yang tampak tak asing. Tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipi mulusnya.
"Emang dasar lo brengsek, kenapa juga sampe sekarang gue belom move on dari cowok terbrengsek kaya lo"
Disebrang kafe sepasang kekasih yang asik bersenda gurau dibawah payung yang dipegang oleh sang pria. Sosok pria yang mengenalkan hani apa itu dikhianati. Mantan kekasihnya yang berselingkuh, erik.
Hani sudah tak tahan melihat mereka, akhirnya ia menerobos derasnya hujan. Masa bodoh dengan pakaiannya. Yang terpenting ia harus menyelamatkan hatinya, sebelum lukanya terbuka lebar lagi.
***
Teri membuka pintu rumahnya, keadaanya sudah kacau balau. Tetesan air dari bajunya kini menggenangi ruang tamu.
Rendra muncul dari arah dapur, memeriksa siapa yang masuk. Pasalnya kedua wanita yang ia sayangi belum ada yang pulang.
Setelah memastikan, mata rendra langsung terbelalak. Ia sungguh kaget, siapa wanita yang masuk kerumahnya dengan penampilan seperti itu.
Wanita itu menunduk, wajanya terhalangi oleh rambut panjangnya yang lepek. Bajunya sudah basah kuyup. Perlahan rendra mendekat.
"Per...misi..."
Kekagetannya bertambah ketika wanita itu mendongak. Ternyata wanita itu adalah adik kesayangannya. Tapi tunggu dulu, ia kenapa? Rendra berpikir.
"Kakak..." teri merentangkan tangannya hendak memeluk rendra, namun sang kakak mundur.
"Beneran lo teri, adik gue?" rendra menatap wajah teri yang merah, dan kedua matanya yang sembab.
"Kakak..." teri kembali menumpahkan air matanya, ia kembali mendekat dan merentangkan tangannya. Namun kali ini rendra tak dapat menolak, akhirnya ia merengkuh tubuh adiknya yang bergetar. Ia begitu khawatir, sampai melupakan bahwa bajunya akan basah.
Banyak pertanyaan yang muncul dikepala rendra, namun ia harus menampung terlebih dahulu dan menahannya. Biarkan untuk malam ini, adiknya menumpahkan semua kesedihannya.
Setelah isakan teri tak terdengar lagi, rendra menundukan kepalanya. Memeriksa teri yang nyaman menangis dipundaknya.
"Udah nangisnya?" rendra mengusap sisa air mata dipipi teri.
Teri menangguk disela sesegukannya, ia bangkit dari duduknya.
"Cepat masuk kamar, ganti baju dan istirahat, beruntung hari ini mamah pulang malem. Tadi katanya mau mampir dulu ke rumah nenek"
Teri menangguk dan segera melangkah ke kamarnya.
***
Beda halnya dengan hani, ia menumpahkan kesedihannya lewat premen karet. Kalau ia sangat sedih, hani akan mampu menghabiskan berlusin- lusin premen karet.
Dering telepon mengagetkan hani yang sedang membuka bungkus premen karet. Ia langsung mengambil ponselnya dan melempar bungkusnya sembarangan. Bayangkan kamarnya seperti apa, dengan premen karet berpak-pak.
"Hallo kak, ada apa?" sapanya sambil mengunyah premen karet rasa mint.
"Lo tau teri kenapa"
Hani mengerutkan dahinya, memang temannya kenapa?
Setaunya tadi pas disekolah dia sangat ceria. Tapi tadi ada kejadian yang tak mengenakan. Hani kembali tersadar dari lamunannya ketika rendra memanggil-manggilnya."Emang teri kenapa kak?"
"Lo gak tau? Tadi teri pulang sekolah trus langsung pergi lagi. Pas dia balik keadaannya udah kacau" rendra menarik napas "baju udah basah kuyup, mata sembab, dan dia nangis sesegukan dibahu gue" jelas rendra
Hani sangat terkejut, ia bingung apa yang terjadi pada sahabatnya. Apa mungkin gara-gara itu?
"Trus sekarang gimana keadaannya?"
"Dia gak mau keluar dari kamarnya, hanya sekedar minum pun gak mau. Apalagi buat makan, gue takut dia sakit" rendra menghela napas.
"Yaudah kak gue kesitu ya..." baru saja hani akan beranjak dari kasurnya. Rendra sudah mengintrupsi.
"Jangan...ini udah malem. Besok aja lo kesini, besok kan libur"
"Yaudah kak, besok gue kesana"
Hani menutup teleponnya dan melemparkan ponselnya ke atas kasur. Dia menatap bungkus peremen karet yang berserakan. Menghela napas untuk kesekian kalinya. Kenapa diwaktu yang bersamaan mereka harus patah hati. Akhirnya hani mengumpulkan bungkus yang berserakan dimana-mana.
TBC
Vote & coment teman-teman
Makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Remora (END)
Teen FictionBersembunyi adalah solusi yang terbaik untuk saat ini. Mengubur perasaan yang sudah dirajut dengan begitu indah. Maukah kau menjadi hiu dan melindungi remora? Saling bergantung untuk bertahan hidup... . . .