Setelah tiga tahun menempuh jenjang sekolah menengah atas. Hari ini akan menjadi penentu, masa depan yang akan dihadapi ada ditangan kita. Kita sendiri yang akan menjadi penentu masa depan yang cerah atau masa depan suram.
Yahsa mendesah, ia sangat gugup dengan hasil ujiannya yang telah ditempuh seminggu yang lalu. Ia mati-matian belajar agar nilainya memuaskan. Sekali lagi ia menatap layar komputernya. Tepat pukul 20.00 notifikasi email masuk.
Jantunya makin berdetak kencang, ia memejamkan matanya perlahan tangannya mengarahkan kursor untuk membuka isi emailnya.
"Lah bang lo lagi ngapain? Maen petak umpet?" tiba-tiba danil muncul dibalik layar komputer.
"SADAKO"
"Eh anjir...ini gue adek lo" danil cemberut, ia lalu duduk disisi yahsa.
"Lagian sih lo tiba-tiba muncul dibelakang layar kaya sadako aja" yahsa membuka emailnya dan dia harus mendesah kecewa. Karena isinya bukan dari sekolah tapi email dari sosmed.
"Ngapain sih? Maen komputer kok mukanya tegang amat, kaya mau ditagih utang" danil terkekeh dan mengambil camilan yang sudah tersedia dimeja ruang tamu.
"Nungguin putusan..." yahsa menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Eh...tunggu, putusan? Berarti hari ini hasil ujiannya keluar" danil yang sedang memakan keripik langsung menyemburkan semua keripik dalam mulutnya ke badan yahsa.
"Kampret...kagetnya biasa aja dong" yahsa membersihkan pakaiannya yang disembur oleh adik yang selalu membuat darahnya mendidih.
"Kenapa gak bilang-bilang, MAMIH...KAKAK cepet sini. Hari ini hasil ujiannya kak yahsa keluar" danil berteriak sekencang-kencangnya.
Tak lama mamih dan kak susan lari terbirit-birit dari arah dapur. Mereka kompak memakai celemek. Pemandangan yang jarang terjadi dirumah ini. Dan akhir-akhir ini rumah terasa hangat. Mamih bisa menghargai apa yang anaknya mau. Tak terdengar lagi pertengkaran diantara mereka. Sekarang mereka hidup layaknya ibu dan anak seutuhnya. Kesibukan tak lagi menjadi alasan untuk saling mengabaikan.
"Sepertinya kali ini emailnya masuk" yahsa menatap anggota keluarganya, hatinya damai melihat satu persatu muka tegang yang ditunjukan mereka. Dulu saat SMP pas dihari putusan tak ada satupun yang mendampinginya. Dan sekarang ia bisa menatap muka tegang itu dengan senyuman bahagia.
Mamih dan kak susan mendekat, entah kenapa wajah penasaran mereka sangat lucu. Tapi yahsa tak segera membukanya. Ada satu hal yang kurang, dan dia tidak boleh melupakan itu.
Sosok yang mensuportnya untuk giat belajar dan mengejar impiannya. Yahsa mengambil ponselnya, dan mengetikan sesuatu disana.
To: Teri
Hasilnya keluar...
"Woy cepetan dibuka...nih anak malah maen hp" kak susuan menjewer telinga yahsa, sampai ringisan terdengar dari mulut yahsa.
"Abis kabarin pacarnya dulu kak" danil yang tadi diam-diam melihat chat yang yahsa kirim langsung memberitahukan kedua wanita ini.
"Cepetan buka, ntar mamih gak masak-masak ini" mamih tak sabaran sambil matanya menatap layar komputer.
"Tenang-tenang para penghuni rumah, yang ujiannya juga biasa aja" bohongnya, padahal yahsa teramat gugup.
Tangan yahsa mengarahkan kursor dan mengklik email yang masuk. Matanya ia tutup, tak berani untuk melihat terlalu cepat. Jantungnya langsung melemah saat anggota keluarganya mendesah.
"Kenapa? Gak lulus ya?" mata yahsa masih seratus persen terpejam.
"Huft...liat aja sendiri, gue gak tega" danil menepuk pundak kakanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remora (END)
Ficção AdolescenteBersembunyi adalah solusi yang terbaik untuk saat ini. Mengubur perasaan yang sudah dirajut dengan begitu indah. Maukah kau menjadi hiu dan melindungi remora? Saling bergantung untuk bertahan hidup... . . .