Ketika ia hendak melihatku tidur, berubahlah rona wajahnya. Kemudian ia berkata "wahai khalid, engkau mau tidur?"
Aku menjawab "ya, tidakkah engkau merasa capek?"
Istriku menjawab "subhannallah, dalam kondisi kritis ini, engkau mau tidur? Saat ini kita berada dalam keadaan butuh akan pertolongan allah. Dan inilah saat yang tepat untuk meminta kepada-Nya"
Akupun bangun, dan shalat sekedar yang ku inginkan, lalu aku tidur. Sedangkan istriku terus menerus shalat sendirian. Setiap kali aku terbangun, aku pun melirik kepadanya yang sedang larut dalam doadoanya. Terkadang ku lihat ia sedang rukuk, sedang sujud, sedang berdiri, atau sedang menangis. Ia terus terusan melakukan nya, hingga terbit waktu fajar. Kemudian, ia membangunkan ku.
"Waktu fajar telah tiba, mari kita shalat bersama sama" ucapnya.
Akupun bangun, berwudhu, dan kemudian shalat berjamaah bersamanya. Setelah itu, istriku tertidur sebentar. Ketika matahari sudah terbit, ia pun terbangun, lalu berkata "mari kita pergi ke kantor imigrasi"
Aku mengatakan kepadanya "untuk apa kita pergi? Mana photonya? Bukankah kita tidak memiliki photonya?"
Ia menjawab "kita akan pergi untuk berupaya lagi. Janganlah engkau berputus asa dari rahmat allah"
Kamipun pergi, dan demi allah, tidaklah kami memasuki ruang ruang di kantor itu, kecuali para pegawainya telah mengenali kami karena hijab yang di pakai istriku. Dan tiba tiba, salah seorang pegawai itu memanggil istriku
"Kau Fulanah?" tanyanya.
Istriku menjawab "iya"
Pegawai itu berkata lagi "ambilah paspor mu"Ternyata paspor itu telah selesai dengan sempurna. Terpampang photo istriku lengkap dengan hijabnya yang hanya membuka wilayah muka. Istriku tampak begitu gembira, lalu menoleh kepadaku.
"Bukankah telah ku katakan kepadamu, barang siapa yang bertakwa kepada allah, maka ia akan memberinya jalan keluar." ucapnya.
Ketika kami bermaksud keluar, pegawai itu berkata kepada kami "kalian mesti kembali ke kota kalian yang menerbitkan paspor ini pertama kali, dan mintalah kepada mereka untuk melegalisirnya"
Kemudian, kami kembali ke kota yang pertama, terlintas dalam hatiku inilah kesempatan yang tepat untuk mengunjungi keluarga istriku di sana, sebelum kami pergi dari Rusia.
Ketika sampai di kota tujuan kami kembali menyewa kamar dan segera memproses legalitas paspor istriku.
***
Setelah urusan paspor kami di selesaikan, kami langsung berangkat untuk mengunjungi keluarganya. Tak lama, kami sampai di rumahnya. Lalu kami mengetuk pintu rumahnya, sebuah rumah sederhana yang sudah tua. Dilihat dari bentuknya, cukuplah menandakan penghuninya termasuk golongan menengah ke bawah.
Pintu pun di buka oleh kakak laki lakinya, yang terlihat berotot. Istriku begitu gembira bertemu dengan nya, lalu ia membuka penutup wajahnya, seraya menyunggingkan senyumnya.
Namun kakaknya, sejak pertama kali melihat istriku, terlihat jelas pada mukanya rona bergantian, antara gembira atas kepulangan adiknya, juga perasaan aneh melihat pakaian serba hitamnya yang menutupi seluruh tubuhnya. Masuklah istriku sambil tersenyum. Dan merangkul kakaknya, aku pun turut masuk di belakangnya, kemudian duduk sendirian di ruang depan rumah itu.
Istriku masuk ke ruang tengah. Ku dengar mereka bercakap cakap dengan bahasa Rusia, yang tetap tak ku mengerti. Namun, ku perhatikan tekanan suaranya mulai terdengar mengencang. Nadanyapun berubah. Terdengar teriakan. Semuanya meneriaki istriku. Sedangkan istriku membela diri, dan menjawab teriakan mereka. Aku merasa keadaan nya kian memburuk. Namun, aku tak bisa bertindak apapun, karna tak bisa mengikuti percakapan mereka sama sekali.
Tiba tiba terdengar beberapa suara mendekat ke ruangan tempat aku duduk. Ternyata tiga orang pemuda kekar menghampiriku, yang di pimpin oleh seorang lelaki yang telah berumur. Awalnya, aku menduga mereka bermaksud menyambutku sebagai suami dari anak perempuan mereka. Ternyata, mereka langsung menyerangku bagaikan binatang buas.
Ya. Sambutan mereka adalah kepalan tangan, bogem mentah, dan terjangan yang membabi buta. Aku pun berusaha membela diri. Aku berteriak meminta tolong, hingga kekuatanku semakin melemah, dan aku merasa hidupku akan berakhir di rumah ini. Pukulan dan terjangan mereka semakin menjadi jadi. Sontak aku memutar pandangan ke sekelilingku, mencari cari celah untuk lari. Ketika ku lihat pintu, segera lah aku menuju ke sana, membukanya dan lari. Mereka berusaha mengejar di belakangku. Akupun masuk ke dalam keramaian manusia, hingga selamat dari kejaran mereka. Segeralah aku menuju kamarku yang tak jauh dari rumah kekuarga istriku itu.
Aku mencuci darah di wajah dan mulutku. Kudapati bekas pukulan dan terjangan pada kening, pipi, dan hidungku, sedangkan darah mengalir dari mulutku. Sedangkan pakaian ku sudah koyak. Aku bersyukur kepada Allah, yang masih menyelamatkan ku. Dari mereka. Namun, bagaimana dengan istriku?? Mulailah bayangan istriku melambai lambai di depan ku. Apakah ia pun mendapatkan penyiksaan seperti ini? Aku laki laki, tapi hampir saja tak bisa menahan serangan mereka. Istriku seorang wanita, bagaimana ia bisa melawan mereka?? Apa kah ia akan baik baik saja?
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Muslimah
EspiritualTak ada yang istimewa. Cerita ini hanya menceritakan tentang keteguhan seorang wanita Muallaf yang mempertahankan agamanya meski keluarganya membencinya. Warning!! Terdapat adegan kekerasan. Bijaklah dalam membaca Copy right 29 juni 2018 Bandung by...