Mulailah syaitan melaksanakan tugasnya. Mereka membisiki pikiranku istriku akan murtad dari agama islam, ia akan kembali menjadi nasrani. Dan kamu akan pulang ke negrimu sendirian.
Aku terdiam.. Apa yang harus ku lakukan di negri ini? Kemana aku harus pergi? Apa tindakan ku selanjutnya? Uhh bagaimana jika mereka menyiksa istriku dan istriku memberitahu mereka tentang tempatku ini? Mereka tinggal mengutus seseorang untuk membunuhku di malam hari.
Segeralah ku kunci kamarku, dan mengurung diriku di dalam dengan resah dan penuh rasa takut.
Paginya, aku segera mengganti baju dan pergi untuk mencari kabar istriku. Kuamati rumahnya dari kejauhan. Tiba tiba rumahnya terbuka, dan tiga orang pemuda kekuar dari sana, juga seorang lelaki yang telah berumur itu. Ya, merekalah yang memukuliku tempo hari.
Melihat penampilannya, tampaknya mereka hendak pergi ke tempat kerja mereka. Lalu mereka menutup pintu dan menguncinya. Aku masih mengamati, mengintai, dan mengawasi rumah itu. Aku berharap dapat melihat wajah istriku. Namun nihil, aku pun terus menerus dalam keadaan ini sekian lama, hingga para lelaki itu kembali dari tempat kerja mereka dan memasuki rumahnya.
Aku merasa kecapekan, kemudian pulang ke kamar sewaan ku. Di hari kedua, aku pergi lagi mengawasi rumah itu, namun masih tak bisa melihat istriku. Begitu pula di hari ketiga, hingga aku putus harapan membayangkan keadaan istriku.
Terpikirlah olehku, bahwa ia telah meninggal karena dahsyatnya siksaan, atau memang sengaja di bunuh. Namun, jika ia benar meninggal setidaknya harus terlihat tanda tanda nya di rumah itu, akan datang orang orang yang berbela sungkawa, atau yang melayatnya. Namun tak ku lihat sesuatu yang aneh di sana. Maka ku yakinkan diriku bahwa ia masih hidup, dan kami akan segera bertemu.
***
Di hari ke empat, aku tak sabar untuk berdiam diri di kamar. Maka aku pun berangkat lagi untuk mengawasi rumah itu dari kejauhan. Ketika para lelaki itu berangkat bersama ayah mereka ke tempat kerjanya, seperti biasanya, aku akan menanti penuh harap. Tiba tiba pintu terbuka, dan wajah istriku muncul di baliknya. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Dan aku melihat wajahnya penuh tetesan darah dan lebam bekas pukulan. Yang nampaknya dilakukan berkali kali. Begitu pula pakaian nya di lumuri darah. Aku begitu ngeri melihatnya, serta merasa iba kepadanya. Segera aku mendekat, dan melihatnya lekat lekat. Darah mengucur dari sekujur badannya, di mukanya, di kedua tangannya, juga di kedua kakinya.. Bajunya terkoyak. Ia hanya tertutupi sesobek kain. Dan, ku lihat kedua kakinya terikat dengan rantai. Juga kedua tangan nya di rantai di belakang punggungnya. Melihat keadaan itu, aku menangis. Aku benar benar tak mampu mengendalikan diri. Kupanggil istriku dari kejauhan.
Istriku berkata kepadaku seraya menahan air mata dan rasa sakit yang mungkin jauh lebih buruk dari apa yang ku alami sebelumnya. " dengarlah wahai Khalid,... Jangan kau cemaskan diriku. Aku akan teguh di atas janjiku. Demi Allah, apa yang kuhadapi saat ini, tidaklah sebanding seujung rambutpun, dengan siksaan siksaan yang di alami para sahabat dan tabiin. Apalagi para Nabi dan Rasul. Kuharapkan engkau tidak terlihat dalam urusanku dengan keluargaku. Cepatlah pergi sekarang juga, tunggulah aku di kamar kontrakan, sampai aku menemuimu, insya allah. Namun begitu perbanyaklah doa, perbanyaklah qiyamullail, dan perbanyaklah shalat"
Akupun pergi darinya, dengan penyesalan yang tidak bisa ku jelaskan. Aku berdiam diri di kamar sepanjang hari, sambil menantikan kedatangan nya. Begitu pula di hari selanjutnya. Dan di hari ketiga dalam penantian itu, ketika malam telah begitu larut, terdengar pintu kamarku di ketuk. Membuatku terkejut dan bertanya tanya.. Siapa kah di balik pintu? Siapakah yang mengetuk? Sungguh aku merasa takut. Siapa kah yang datang di tengah malam begini? Jangan jangan keluarga istriku mengetahui tempatku, jangan jangan istriku menyerah dan menunjukan tempat ini kepada mereka. Lalu mereka datang untuk membunuhku. Rasa takutku semakin menjadi jadi setelah membayangkan kematian.
Ku beranikan diri untuk bertanya "siapa di luar?"
Ternyata, suara istriku yang menjawab dengan sangat lirih "bukakan pintu, aku Fulanah" maka, segeralah aku menyalakan lampu kamar dan kubuka pintunya. Istriku masuk dengan tubuh yang bergetar, kondisinya begitu buruk, serta di penuhi luka di sekujur tubuhnya. Istriku berkata. "Mari kita segera pergi dari sini!""Dalam kondisimu yang seperti ini?"
"Iya, cepatlah" jawabnya.
Mulailah ia membereskan pakaian nya, ia mengenakan hijabnya serta mantel sebagai pengaman. Kemudian kami bawa semua barang kami. Kami pun pergi menggunakan mobil angkutan. Istriku yang malang itu menjatuhkan tubuhnya yang lemah, lapar dan kesakitan itu di atas kursi mobil.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Muslimah
SpiritualitéTak ada yang istimewa. Cerita ini hanya menceritakan tentang keteguhan seorang wanita Muallaf yang mempertahankan agamanya meski keluarganya membencinya. Warning!! Terdapat adegan kekerasan. Bijaklah dalam membaca Copy right 29 juni 2018 Bandung by...