Sorry

11 0 0
                                    

“E...Errick?"




















Cindy berusaha melepaskan genggaman tangan Errick yang begitu kuat namun sia-sia.Errick mencengkeram tangannya dengan kuat sampai rasanya perih,ia yakin pasti akan ada bekas di sana.Errick benar-benar tidak pandang bulu,meskipun Cindy seorang perempuan tapi dia juga berlaku kasar kepadanya.


“Ternyata kayak gini kelakuan lo sama adik kelas huh” ucap Errick dingin.
Errick melirik kedua teman Cindy yang masih setia menahan Lean.

“Sampai kapan lo berdua mau megangin tu anak?” lagi-lagi Errick berucap dengan nada datarnya.

“Pergi sekarang sebelum gue laporin kalian ke guru konseling”
Kedua teman Cindy segera melepaskan lengan Lean,membuatnya kembali tersungkur ke tanah.Mereka berlari meninggalkan Cindy yang masih berusaha melepaskan genggaman Errick yang begitu kuat.

“Temen lo udah pada pergi.Lo mau pergi kayak temen lo tadi atau mau ikut gue dulu ke guru konseling?”

“Errick please lepasin gue,please jangan laporin gue ke guru konseling please” Jangan tanya kenapa Cindy dan teman-temannya sangat takut jika dilaporkan pada guru konseling karena di sekolah mereka tidak pernah tanggung-tanggung dalam memberikan hukuman bagi siswa yang melanggar aturan.Pernah sekali ada siswi yang ketahuan pergi ke kantin ketika jam pelajaran dan apa yang dia dapat? Dia langsung di suruh pulang dan mendapat skors selama tiga hari,padahal dia sudah mengatakan bahwa waktu itu jam kosong tapi guru konseling tidak akan pernah mau mendengarkan alasan apapun.

“Lo nggak bisa semudah itu pergi sebelum lo minta maaf sama dia” ucap Errick sambil menunjuk Lean dengan dagunya.
Cindy menatap Lean.Sebenarnya dia tidak sudi untuk meminta maaf pada Lean,tapi daripada dia dilaporkan pada guru konseling lebih baik meminta maaf pada Lean.Lagipuka itu hanya di mulut saja,Cindy tidak benar-benar meminta maaf pada Lean,hanya sekedar pencitraan di depan Errick.

“Maaf ” ucap Cindy cepat.

“Lo yakin dia bakal maafin lo cuma dengan perminta maafan sesingkat itu?”

Cindy Berdecak malas “Maaf udah bikin lo luka kayak gini” Ia benar-benar merasa muak, “Awas aja lo,gue nggak akan pernah lepasin lo.Sekali ini lo lepas dari gue tapi jangan harap gue bakal lepasin lo lagi” ucapnya dalam hati.

“I..Iya kak” ucap Lean lirih.

“Pergi” ucap Errick datar.Cindy segera pergi meninggalkan Errick dan Lean yang masih terduduk lemah di tanah.


































“Naik”

“H..hah?” ucap Lean kebingungan.

“Naik atau gue tinggalin” ucap Errick yang sudah berjongkok di depan Lean.

“T...ta..tapi kak”

“Udah buruan,keburu ada yang liat”

“Y...ya kak” ucap Lean.
Dengan perlahan Lean menaiki punggung Errick.Namun luka dilutunya membuatnya kesusahan untuk bergerak hingga akhirnya Errick membalikkan tubuhnya dan menggendong Lean,membuat Lean memekik karena terkejut.

“K..kak”

“Udah diem aja,gue tau lo gak bisa gerakin kaki lo” ucap Errick dan Lean hanya bisa menurut.
Lean hampir saja jatuh jika dia tidak langsung mengalungkan lengannya pada leher Errick.Errick hanya diam tapi Lean jadi salah tingkah.Lean baru saja ingin melepaskan tanganya tapi suara berat Errick membuatnya terdiam kebali.

“Nggak usah dilepasin.Gue nggak mau tambah repot kalo lo jatuh lagi”


...


Kini Lean sedang duduk di ranjang UKS dengan seorang petugas kesehatan yang sedang mengobati luka di lututnya.

“Terris kemana?” ucap Errick yang sedari tadi bersandar di pintu UKS.

“Eng...enggak tau kak” jawab Lean pelan.Errick menyerngit mendengar jawaban Lean.

“Kok bisa? Bisanya lo nggak pernah lepas dari Terris” ucap Errrick heran.

“Tadi dia ninggalin aku waktu di kantin kak,udah aku cari kemana-mana tapi nggak ada dianya”
Tanpa menjawab ucapan Lean Errick berlalu begitu saja.

...


Terris memejamkan matanya,bukan tidur hanya menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.Berusaha menjernihkan pikirannya yang beberapa waktu lalu telah tersulut emosi.Ia benar-benar tidak mengerti mengapa dia selalu berurusan dengan seseorang yang selalu ia hindari,dan itu selalu membuat emosinya seakan tak terkendali.

“Ternyata di sini” sebuah suara membuatnya membuka mata dan menengok ke asal suara tersebut.
Mengetahui siapa yang baru saja berbicara membuatnya menghembuskan nafas lega dan kembali memejamkan matanya.Ia kira guru konseling yang menemukan dirinya di sini,ternyata Errick,kakaknya sendiri.Bukan karena takut hukuman tapi dia takut mencoreng nama baik ayahnya karena dirinya membolos,secara ayahnya adalah donatur terbesar di sekolah.

“Ngapain disini?” tanya Terris tanpa membuka matanya.

“Seharusnya gue yang nanya ke lo,ngapain lo disini?” bukannya menjawab Errick malah balik bertanya.

“Cari angin” jawab Terris cuek.

“Lean di UKS” ucap Errick to the point.

“Hah?! Kok bisa?” ucap Terris terkejut.Mendengar nama Lean membuatnya membuka mata dan lagi Lean sedang di UKS,pasti ada sesuatu yang terjadi padanya.

“Tanya sama diri lo sendiri!” Ucap Errick datar.
Terris semakin bingung mendengar kalimat yang baru saja di lontarkan oleh kakaknya.Ia sendiri bingung kenapa Lean bisa sampai terluka,dan Errick menyalahkan dirinya.

“Dia habis dibully” ucap Errick cepat.Terris membulatkan matanya,tanpa berucap apapun di segera berlari meninggalkan Errick menuju UKS.


...


Pintu UKS terjeplak membuat Lean dan seorang petugas kesehatan menengok ke asal suara,bersamaan dengan Terris yang muncul dengan keadaan kacau.Napasnya tak beraturan dan keringat yang membanjiri pelipisnya.Terris berlari,memeluk Lean yang terduduk di ranjang UKS tanpa memperdulikan petugas kesehatan yang kini mulai menjauh seakan mengerti bahwa mereka butuh waktu untuk berdua.

“ Maaf ” ucap Terris dengan nada penyesalan yang sangat ketara dalam pengucapannya.Ia merasa hanya kata itu yang bisa mewakili perasaannya saat ini.Lean mengelus punggung Terris untuk menenangkannya,berusaha meyakinkan pada laki-laki di depannya bahwa dirinya baik-baik saja.

“Gue nggak apa-apa kok” balas Lean lembut.Rasa akan penyesalan semakin menjalar ke seluruh bagian dari diri Terris.Membuatnya semakin mengeratkan pelukannya,membenamkan wajahnya di ceruk leher Lean.Seandainya ia tidak meninggalkan Lean di kantin tadi Lean pasti tidak akan terluka seperti sekarang.Terris merutuki dirinya sendiri yang terlalu terbawa emosi.Seharusnya dia bisa mengendalikan dirinya dan tidak menjadikan Lean sebagai lampiasan kemarahannya.

“Mau gue anter pulang?” ucap Terris setelah melepaskan pelukannya pada Lean.

“Nggak usah” balas Lean.

“Yakin?”

“Iya yakin,lagian ini cuman luka kecil.Nggak masalah buat gue” ucap Lean sambil tersenyum.

“O iya,gue lupa kalo lo udah sering terluka,jadi luka kayak gini mah kecil buat lo” ucap Terris bercanda dan hanya di tanggapi senyuman tipis oleh Lean.Merasa sedikit tersinggung namun memang benar yang dikatakan Terris barusan.Terris yang melihat perubahan raut wajah Lean sontak merasa menyesal.tak seharusnya dia berkata begitu.ia tahu Lean adalah pribadi yang sangat sensitif,pasti akan memasukkan ucapannya barusan ke dalam hati.

“Le...Lean sorry,gue nggak maksud buat nyinggung lo” sesalnya.

“Udah ngak pa pa,omongan lo bener kok.Gue aja yang terlalu bawa perasaan” Terris menggaruk tengkuknya,suasan mendadak canggung membuatnya bingung harus bagaimana.Menyesali ucapannya beberapa menit lalu yang telah menciptakan suasana kurang mengenakkan antaranya dan Lean.

“Ya udah kalo gitu gue anter ke kelas ya ” ajak Terris dan di balas anggukan kepala oleh Lean.



...

Tok Tok Tok

Suara ketokan pintu membuat seisi kelas mengalihkan perhatian mereka dari rumus-rumus mengerikan di papan tulis menuju pintu kelas,lebih tepatnya pada dua sejoli yang kini sedang berdiri di ambang pintu sambil berpelukan.Sedikit berlebihan jika di katakan berpelukan,karena yang sebenarnya adalah Terris yang merangkul pundak Lean dengan sebelah tangannya yang menjadi pegangan Lean untuk berdiri sekaligus berjalan.
Kelas menjadi sunyi seketika,meninggalkan sejenak pidato berisikan materi fisika yang memekakkan telinga,beralih menunggu salah satu diantara dua sejoli yang masih setia berdiri di ambang pintu untuk membuka suara.

“Bu,maaf saya terlambat masuk kelas” ucap Lean memecah keheningan di dalam ruangan tersebut.

“O oh oke ngak apa apa,tapi lain kali jangan di ulangi” balas sang guru sedikit tersentak.

“Kalau begitu boleh saya mengikuti kelas ibu?” ucap Lean lagi.

Guru tadi hanya mengangguk “Kalau begitu duduk” ucapnya kemudian.
Terris kembali membantu Lean berjalan menuju tempat duduknya dan membantu Lean untuk duduk.Terris membantu Lean untuk meluruskan kakinya yang terbalut perban agar tidak sakit.Setelah memastikan bahwa Lean sudah merasa nyaman dia pamit untuk kembali ke kelasnya sendiri.

“Bu saya permisi dulu ya,terima kasih” Ucapnya sopan sambil membungkuk.

“Ah iya,makasih juga ya udah nganterin Lean ke kelasnya.Mungkin kalo kamu nggak nganterin dia ke kelas dia udah mbolos di UKS”

“I...Iya bu” ucap teris sambil tersenyum canggung. “Kalau begitu saya permisi dulu,selamat siang”

“Siang juga, salam ya buat ayah kamu” ucap guru tersebut sambil mengedipkan sebelah matanya genit.Lagi-lagi Terris hanya tersenyum canggung dan segera keluar dari kelas Lean.












Bersambung...
____________________________________________

*thank buat yang masih mau baca cerita gak jelas ini.Sorry karena aku jaraaang banget update ya soalnya  mau gimana lagi aku kalo belum dapet ide belum bisa nulis dan aku nggak pernah dapet de yg pas  sama cerita ini.
Sorry juga kalo banyak typonya
Sekali lagi makasih buat readers...and see you next chap...bye bye👋

Cloudy Rain -HIATUS-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang