2 - Warm On A Cold Night

89 6 7
                                        

Enjoy 💓 💓💓
Jangan lupa vote dan commentnya! !

....
Setelah kami menikmati konser tersebut selama kurang lebih 2 jam, akhirnya kami memutuskan untuk membeli makanan sebelum melanjutkan konser kami.

Saat makanan kami selesai, kami memutuskan untuk duduk di lapangan rumput yang tidak jauh dari foodtruck.

Tiba-tiba segerombolan orang datang menghampiri kami. Tentunya si Marco dan personil band nya.

"Widihhhhh. Apa kabar nih guys? Udah lama banget ga ketemu!" Ucap si Marco seraya mengerling kepadaku. Sialan memang tuh orang.

Dan kami semua langsung berdiri menyambut mereka. Aku hanya memandang kikuk ke arah Pria itu. Begitupun dengannya.

"Kangen banget sama si dedek gemez yang satu ini" ujar Marco tiba-tiba merangkul bahu dan mencubit gemas pipiku.

"Kebiasaan banget sih. Nyubit gue mulu" protes ku sambil menyikut perutnya dan mahluk itu hanya nyengir kuda.

Dasar kuda sialan lu, Mar!

Aku dan Marco memang dekat. Kebetulan keluarga kami bersahabat. Papa Marco merupakan sahabat Papaku semenjak mereka SMA. Dan keluarga kami, memang membuka usaha bersama-sama. Yaitu, restoran dan event organizer. Aku juga mengambil bagian dari event organizer. Lagi-lagi, aku dipercaya oleh Papa untuk memegang usaha tersebut tapi, untungnya si Marco, mau membantuku untuk mengurus usaha tersebut walaupun kadang-kadang harus diganti oleh sekretarisnya. Karena jujur, coffee shop yang dipercayakan oleh kedua orangtuaku itu, aku pun masih keteteran sebab kedaiku sedang digandrungi oleh para remaja masa kini.

"Makin sibuk aja lu ya, Co. Udah jarang ngeliat kalo lagi ada pertemuan keluarga" tukas Kak Gino.

"Iya nih. Sengaja banyak-banyakkin tour. Supaya bisa lama liburnya. Gue juga udah lama kan, ga ngurusin bisnis keluarga kita" ucapnya "Gile. Songong amat sih si Aldo. Bukannya bercengkerama, malah asik ngegayeum" lanjut Marco memukul halus kepala Aldo.

"Gue lagi laper, bego! Dari tadi minumin Kirin sampe kembung" tukas Aldo seraya mengelus perutnya.

Yup.

Mulai deh sibuk sendiri. Kak Gino dengan Marco. Sedangkan Aldo, Evan, Mita, Sarah, Dinar, dan Nina bercengkerama dengan Andri - pianist, Tama - bassist, dan Firman-drummer dan sesekali Pria itu menimpali mereka dan tertawa.

Bodo amat lah. Aku pun malas ikut nimbrung dan malas memperhatikan mereka yang sedang melepas rindu.

Lagi-lagi aku memperhatikannya. Persis di hadapanku. Berdiri menjulang tinggi sampai aku harus sedikit mendongak untuk memandangi wajahnya.

Sama halnya dengan dia. Kami saling menatap dengan intens. Mungkin saling memperhatikan perubahan-perubahan kita setelah berpisah. Menimbang-nimbang apa kita lebih bahagia ketika bersama atau ketika sudah berpisah.

Aku tersenyum mengejek dan memalingkan wajahku. Mendongak keatas dan melihat nanar ke langit.

Huh. Bahagia? I didn't even know arti dari bahagia. Pria itu sukses membuat diriku tidak mengenal 'bahagia'.

Lamunanku buyar ketika Mita tiba-tiba menyenggol ku.

"Apaan sih?" Tanyaku kepada Mita.

"Dari tadi gue liat, dia perhatiin lu mulu. Mau diajakin balikkan kali, Ta. Pasti sekarang tuh lagi mikir 'Anjrit! Kenapa mantan selalu makin stunning dan flawless ketika udah putus'" tutur Mita sembari mengikuti gaya Pria itu ketika sedang berbicara.

Aku tertawa kecil.

"Ga mungkin lah, Mit. Dia kan udah sama..." kataku terputus oleh omongan Marco.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang