Dan malam ini,
keteradaan berhasil
membuatnya lupa sejenak
pada kehilangan.
Tidak tau besok bagaimana.-Ur
MESKI pikiran Langit sedang bercabang soal kehadiran Biru di UKS pada jam istirahat tadi, dia masih tetap mengajak Venus makan sepulang sekolah. Cowok itu memarkirkan kendaraannya di depan restoran cepat saji yang mereka lewati. Venus menoleh saat Langit membukakan pintu untuk gadis itu. Ia tau pacarnya masih marah.
"Masih marah soal kejadian tadi?"
"Aku nggak marah sama kamu kok, kamu nggak salah."
Venus tersenyum lalu menerima genggaman tangan Langit sebelum berjalan bersisian masuk ke tempat itu. Setelah memesan makanan, keduanya duduk berhadapan dan mulai makan tanpa pembicaraan apapun.
"Maafin aku ya, Kak."
Langit terdiam sebentar, "Bukan salah kamu Ven, emang itu resikonya pacaran sama cewek cantik."
"Seandainya aku nggak jatuh kan nggak mungkin Biru kesana."
"Emang bisa direncanain begitu? aku suka kamu juga nggak tau gimana awalnya."
Venus mengangguk dan kembali menggigit burger ditangannya. Ia sesekali melirik Langit yang berkali-kali mengecek ponselnya yang bergetar karena notif.
"Venus, habis ini kita pulang aja ya. Aku ada urusan mendadak, nggak papa kan?"
Venus menggeleng, "Nggak papa, lagian aku juga lagi banyak tugas hari ini."
Ponsel Langit berdering lagi, cowok itu segera mengangkat panggilan dan wajahnya berubah cemas. Membuat Venus merasa tidak enak dan segera menyudahi makannya. Takut Langit tidak punya waktu untuk lebih lama menunggu. Aduh, tapi masih banyak.
"Gini aja Kak, kamu pulang duluan aja nggak papa, nanti aku biar diminta jemput Bunda, atau kalau nggak nyari taksi di depan." ucap Venus setelah Langit meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
Langit menatap Venus dengan pandangan menolak, "Nggak mau, kamu tadi berangkat sama aku, pulang juga sama aku dong."
"Aku nanti mau ke toko buku dulu soalnya. Kakak duluan aja deh."
"Ya udah, nggak papa beneran? maafin aku ya, Ven." ucap Langit akhirnya bangkit dan mengacak pelan rambut Venus.
"Kamu hati-hati, Kak."
"Nanti sampai rumah kabarin aku ya. Jangan pulang sore-sore."
Venus mengangguk dan kembali melanjutkan makannya. Langit terlihat sudah masuk ke dalam mobil dan pergi dari parkiran. Venus membuka ponselnya, ada notif dari cowok itu beberapa detik setelah dia keluar dari restoran yang mereka tempati. Ralat, yang masih Venus tempati sampai sekarang.
Jaga keseimbangan, Venus. Aku sayang kamu.
"Perasaan gini mulu, kenapa sih Kak Langit?" gumam Venus sebelum mengedikkan bahu dan segera pergi dari tempat itu setelah makanannya sudah habis.
Gadis itu menyetop angkot yang kebetulan saja lewat. Di dalam sana hanya tersisa dia dan seorang perempuan dengan keranjang tenteng berisikan sayur dan beberapa kantung plastik, entah itu apa. Tentunya, juga ada supir dengan handuk kecil yang tersampir sedang duduk di kursi kemudi.
Angkot yang dinaiki Venus berhenti. Ada beberapa orang yang masuk, salah satunya Biru. Gadis itu mengernyit saat Biru duduk di sebelahnya sambil melepas jaket. Membuat kemeja sekolah berlengan panjang itu terlihat seluruhnya.
"Biru kok naik angkot? bukannya bawa motor?"
"Motor gue dibawa Alan."
"Terus Biru mau kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
Teen FictionIni mengenai Biru dengan segala ketidakmungkinannya. Sempat ada rasa tidak percaya terhadap perubahan, apalagi soal hati. Itu dulu, dulu sekali sebelum aku menemukan salah satu dari sekian juta kata dalam kamus kehidupan. Tentang Biru, makhluk Uranu...