Aku tidak bisa menuntut senja
untuk selalu datang kapanpun.
Sama ketika aku yang juga tidak
bisa menuntutmu untuk selalu ada.Apalagi itu untukku.-Ur
Kantin siang ini memang sangat ramai. Diantara banyak meja, hanya meja yang ditempati Venus dan teman-temannya lah yang pertama kali kosong. Sebelumnya, ada beberapa orang duduk disana, lalu segera ditempati Manda saat mereka telah selesai dengan makannya.
Venus diam, beberapa kali dia melirik pintu kantin saat seseorang masuk. Tentu saja, hal itu sudah mencuri perhatian Elena sejak tadi. Gadis itu tau bahwa Venus sedang mencari seseorang, lebih tepatnya menunggu orang itu datang. Sekedar untuk mengucapkan 'hai' mungkin?
"Nunggu siapa? Biru belum boleh masuk."
"Bukan Biru kok."
Elena berdecak, "Terus? siapa lagi? Langit?"
"Najis!" Venus menatap sinis ke arah gadis itu, yang hanya dibalas oleh gelak tawa dari Elena.
"Dulu aja dimanis-manisin, eh sekarang malah dinajis-najisin."
"Ya suruh siapa ngerubah diri sendiri dari manis ke najis?"
"Udah gue bilang, pada nggak percaya sih."
Manda cemberut, "Maaf ya Ven, abis dulu gue juga mikirnya nggak gitu. Gue kira Langit itu keren banget, eh ternyata."
"Bener kan, sampul kadang nggak sebagus isinya."
"Iya iya gue ngaku salah, gue traktir bakso deh hari ini." ucap Manda yang diangguki kompak oleh Elena dan Venus.
"Kalau soal gratisan aja kalian pada ngangguk."
Brak!!!
Suara dentuman keras itu menyita perhatian seluruh penjuru kantin, termasuk meja mereka. Venus menajamkan penglihatannya, berusaha melihat siapa dan sedang apa beberapa orang di ujung sana. Manda bangkit, berjalan sedikit tergesa karena terlalu ingin tahu tentang asal suara itu.
"Minggir dong minggir."
Beberapa orang tetap pada posisinya, tidak mendengarkan ucapan Manda yang saat itu berusaha membelah kerumunan dengan diikuti Venus dan Elena.
"Minggir dong buset, bagi dikit napa!"
Saat sudah sampai ujung kerumunan, Manda reflek menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang dia lihat. Di sana sudah berdiri Arya yang menarik paksa kerah kemeja Langit. Cowok keren itu pun juga sudah terluka di ujung bibirnya. Padahal luka memar bekas pukulan Biru belum juga sembuh, eh malah ketambahan.
"Venus! sini sini."
"Ada apa sih, bentar--astaga!"
Venus ikut menutup mulutnya terkejut, Langit menoleh sebentar sebelum kembali membalas tatapan tajam yang dilemparkan Arya sejak tadi. Venus mengedarkan pandangan mencari Radit dan Alan, kenapa pas raja hutan kedua ngamuk pawangnya malah nggak ada?!
"Kalau lo cowok, jangan berani ngomong doang!"
"Gue salah?"
Bug!
"Masih tanya lo?! Katanya ketua osis, kok bisanya sembunyi di balik guru!"
Langit bangkit dari posisinya.
"Lo ada apa sih? yang gue laporin kan cuma Biru, kok lo yang sewot?! mau gue laporin juga?"
"LAPORIN SEKARANG KALAU PERLU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
Teen FictionIni mengenai Biru dengan segala ketidakmungkinannya. Sempat ada rasa tidak percaya terhadap perubahan, apalagi soal hati. Itu dulu, dulu sekali sebelum aku menemukan salah satu dari sekian juta kata dalam kamus kehidupan. Tentang Biru, makhluk Uranu...