Terkadang, rasa kasian
dan peduli itu beda tipis.
Tapi sayang, kemampuan
membedakan itu belum ia
miliki sepenuhnya.-Ur
HARI ini kelas Venus kosong, tidak akan ada guru yang masuk sampai jam istirahat nanti. Mungkin bukan hanya kelasnya, tapi beberapa kelas lain pun sepertinya begitu. Karena memang ada rapat di ruang kepala sekolah perihal ujian kelas 12. Sayangnya, gadis itu sedang tidak berminat untuk keluar kelas seperti yang lainnya.
"Ven, keluar yuk, males nih disini terus. Filmnya udah selesai, bosen." Manda menyenggol lengan gadis itu sambil melepas earphone yang tadi dia pakai.
"Gimana ceritanya? bagus kan?" Elena bertanya dari bangku belakang, membuat Manda mengangguk antusias.
"Tapi mereka nggak pantes, cowoknya pantes sama gue."
Elena memutar bola matanya malas, "Suka-suka lo deh ya, kantin yuk?"
"Ven, ayo."
"Ven!!" Manda berteriak kesal, membuat Venus terperanjat dari lamunannya.
"Nggak usah teriak nggak bisa ya?!"
Manda menelisik curiga, "Lo lagi mikirin apa pagi-pagi gini? kok tumben banget."
"Nggak ada."
"Yakin nggak ada?"
Venus bangkit sambil menarik pergelangan tangan Manda, "Jadi kantin nggak?"
"Ayo!"
Saat mereka menuju kantin, Manda dengan gerakan grasak grusuknya memutuskan untuk berhenti di dekat wastafel. Elena menoleh ke arah lapangan dan menghembuskan nafas berat. Pantas saja gadis itu pura-pura cuci tangan disini, orang Radit lagi main basket.
"Ratu drama banget ya,"
"Elena diem deh, bikin temen seneng dikit kek."
"Jaman sekarang masih lo lihatin aja, kalau diambil orang, baru nangis guling-guling lo ntar."
Venus mengalihkan perhatiannya dari lapangan, disana memang ada Radit, dan tentunya juga Biru. Matanya bergerak menatap lantai sambil berharap bahwa yang barusan ia lihat hanyalah ilusi semata. Namun nihil, Biru memang ada dan sedang berlari di tengah lapangan dengan tubuh dibanjiri keringat.
"Ven, lo kenapa sih?" tanya Elena membuat Venus menggeleng dan
tersenyum."Eh, Manda."
Keduanya menoleh saat tiba-tiba sebuah suara hadir di antara ketiganya. Manda terdiam kaku, tangannya mematikan kran dengan gerakan kikuk. Elena yang melihat itu pun tak kuasa menahan tawanya, mana ada singa betina berubah jadi kucing begini.
"Kok lo disini?"
"Tadi.."
"Tadi cuci tangan, nggak tau kenapa pas lewat sini tiba-tiba ada bakteri nempel di tangannya." saut Elena membuat Manda mendelik kesal.
Venus terkekeh, namun sedetik kemudian tawanya hilang seiring dengan tatapan seseorang di seberang sana. Biru memutuskan pandangan, tangannya beralih melemparkan bola ke arah Arya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Meninggalkan Venus dengan tatapan yang masih tertuju ke arah setiap gerakan Biru.
"Ven, ikut gue yuk."
Venus menoleh ke arah Elena, "Kemana? Manda gimana?"
"Tenang, temen lo udah ada pawangnya," Elena menoleh ke arah Radit. "Titip Manda bentar ya Dit, gue duluan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
Teen FictionIni mengenai Biru dengan segala ketidakmungkinannya. Sempat ada rasa tidak percaya terhadap perubahan, apalagi soal hati. Itu dulu, dulu sekali sebelum aku menemukan salah satu dari sekian juta kata dalam kamus kehidupan. Tentang Biru, makhluk Uranu...