Jahat Menjadi Baik

1.4K 14 1
                                    

Pagi telah datang. Sinar matahari mulai nampak. Cahayanya terasa hangat. Burung-burung menyambutnya riang. Bernyanyi sambil menari dan melompat dari dahan ke dahan. Aku sendiri telah mandi. Dan sudah siap pergi. Seragam putih biru telah melekat rapi di badanku. Sebentar lagi aku berangkat ke sekolah.

Sesampai di sekolah aku melihat semua ruangan masih tertutup. Rupanya teman-teman yang datang duluan enggan membukanya. Aku segera membuka semua pintu dan jendela yang ada. Aku berharap sinar matahari dapat masuk dengan leluasa.

Kemudian tas kusimpan di laci meja. Aku terus keluar menemui teman-teman. Tapi mereka tidak ada. mungkin sedang jajan. Dalam sendiri aku menatap aneka bunga di taman. Melati, mawar, kenanga dan anggrek nampak berseri-seri. Indah sekali. Kupetik bunga melati yang sedang mekar. Kuselipkan di antara rambutku yang terurai. Melati itu terjatuh. Kuambil kembali dan kuselipkan di antara telinga. "Wow, alangkah cantiknya aku," pujiku dalam hati ketika kubercermin di kaca pintu.

Satu-persatu temanku mulai datang. Kemudian kami berkumpul berbincang-bincang. Lalu datang Milly dan Putri. Mereka saling menyiku sambil melirik padaku.

"Selamat pagi," sapaku dengan senyum.

Tapi mereka malah tertawa dan pergi meninggalkanku. Dalam hati aku kesal melihat tingkahnya yang begitu. Tapi aku tak dapat berbuat apa-apa. Karena lonceng tanda masuk telah dibunyikan. Kami semua bergegas masuk kelas.

Hari ini ulangan IPA,pelajaran yang paling aku suka. Aku duduk dengan perasaan tenang. Malamnya aku telah menghapal dengan tekun karena aku tahu ini ulangan lisan. Alhamdulillah, hampir semua pertanyaan yang dilontarkan guru aku jawab dengan benar.

Ketika jam istirahat teman-temanku ribut di belakang. Kudekati mereka untuk ikut mengobrol. Tapi sebagian dari mereka ada yang mencibir,terkesan mengejek. Hanya satu yang memujiku. Santi namanya.

"Hebat kamu Emi. Kamu pintar sekali. Aku ingin seperti kamu!" ucap Santi kepadaku

Baru saja aku tersenyum dan mau menjawab Santi

"Buat apa pintar kalau sombong." Ucap Putri sambil melirikku

Aku memandangnya dengan perasaan terluka. Putri bersama teman-teman lainnya lalu kompak tertawa. Segera aku menghindar.

Jam terakhir ini pelajaran Bahasa Inggris. Gurunya sudah datang. Bu ina adalah guru yang tegas dan disiplin. Ia selalu ingin murid-muridnya memperhatikan dengan baik saat ia sedang menerangkan pelajaran. Tak berapa lama ia lalu melemparkan pertanyaan-pertanyaan.

"The opposite of happy is......?" tanyanya.

"Sad," jawabku. Aku bisa menjawab pertanyaan pertama.

Terdengar ada yang mendehem di belakangku. Aku lantas diam. Pertanyaan ketiga aku menjawab lagi. Terdengar ada yang tertawa cekikikan.

" Putri, apa yang lucu? Kenapa tertawa – tawa?" protes bu ina dengan suara lantang.

Putri tertunduk.

"Ayo kamu ke depan dan tulislah sebuah karangan pendek tentang sekolahmu dalam bahasa Inggris!" perintah bu Ina.

Dengan ragu-ragu Putri ke depan. Ia memegang spidol tetapi hanya berdiri mematung di depan.

"Ayo mulai, mengapa diam," ucap bu Ina.

"Tidak bisa, Bu," jawab Putri sambil menunduk, malu dan takut.

"Makanya kalau tidak bisa, belajar. Jangan mengobrol saja!" ucap bu ina marah.

"Ayo duduk!" perintahnya lagi.

"Sekarang siapa yang bisa, ayo ke depan!"ucap bu ina

Aku berdiri dan menulis tentang sekolahku dalam bahasa Inggris. Bu ina nampak puas. Katanya karanganku bagus.

Lain waktu Putri mengobrol lagi ketika pelajaran bahasa Inggris berlangsung. Dan itu membuat bu ina kesal. Ia mendapatkan tugas spesial : menulis sebuah karangan tentang rumahnya. Kalau tugasnya tidak dikerjakan, ia tak boleh masuk kelas.

Pagi itu di bawah pohon nangka Putri nampak menunggu seseorang. Ketika melihatku, ia nampak senang.

"Emi!" panggilnya.

"Ya putri, ada apa?" tanyaku.

"Bisa ke sini sebentar," ucapnya.

Dengan hati sedikit deg-degan aku mendekatinya.

"Emi, aku minta maaf ya. Selama ini aku selalu meledek dan menghinamu. Itu karena aku sangat iri padamu. Kamu cantik, baik, pintar lagi. Semenjak kedatanganmu ke sini perhatian teman-teman dan guru-guru semua beralih padamu. Sekarang aku sadar, kamu tak pantas aku musuhi. Karena jujur, aku membutuhkanmu," suaranya agak menghiba.

"Putri percayalah, aku sudah memaafkanmu. Jadi sekarang kita berteman baik kan?" Ada perasaan lega di dadaku.

Tapi Putri masih kelihatan merenggut.

"Terimakasih, kamu baik sekali. Tapi aku membutuhkan pertolonganmu," kelunya sambil menunduk.

"Apa yang bisa kubantu untukmu Putri," kataku bersungguh – sungguh.

Putri menengadahkan kepalanya.

"Aku belum menyelesaikan tugas bahasa Inggrisku. Aku tidak bisa. Dan Milly sahabatku juga tidak bisa membantuku. Kalau aku tak mengerjakan tugasku. Aku tak boleh masuk kelas selama pelajaran bu Ina," ucapnya sedih.

Aku tersenyum.

"Apa yang bu Ina tugaskan padamu?" ucapku.

Putri menunjukkan buku tugasnya. Aku lalu membacakan sebuah cerita pendek. Putri menyalinnya sambil sesekali kubantu cara menulisnya. Selesai mengerjakan itu bel tanda masuk berbunyi.

Buru-buru kami masuk kelas. Di kelas aku menjawab lagi beberapa pertanyaan yang dilontarkan Bu Ina. Tapi sekarang tak ada suara dehem lagi, tak ada suara ribut lagi.

Pulang sekolah Putri dan Milly mendekatiku.

"Emi, Emi sebentar! Kamu mau gak siang ini ke rumahku untuk rujakan sambil mengerjakan tugas bersama – sama?" ajak Putri.

Aku tersenyum.

"Kenapa tidak, kalian kan teman – teman baikku," jawabku .

Semenjak itu kami menjadi trio sahabat. Putri dan Milly selain menjadi teman belajarku juga menjadi teman mainku. Senangnya, karena semenjak tinggal di kampung ini aku tidak mempunyai teman main seorang pun.

Sekarang bersama Putri dan Milly aku bisa ikut menikmati indahnya memetik kacang panjang, mandi di sungai yang airnya jernih bahkan menjelajah bukit-bukit kecil sambil mencari jamur. Senangnya mendapatkan pengalaman baru yang tidak pernah kudapatkan di kotaku dulu.

SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang