"Sepertinya ada yang ingin Hiroto tanyakan padaku, kira-kira soal apa ya? " gumamku bertanya-tanya.
"Benarkah tidak ada yang ingin kau tanyakan? " aku menatap mata Hiroto.
"Oh.. A.. Ada... Bagaimana soal ramalan adikku itu sampai kapan kau akan berbohong? " Hiroto minum jus jeruk yang ia pesan.
"I.. Itu akan aku beritahu nanti" mendadak aku tersedak.
"Jangan lama-lama ya" Hiroto menunjukkan senyum simpulnya.
"Cowok ini manis juga ya" aku malah cengar cengir sendiri.
"Kok kau malah tertawa sendiri?" Hiroto mengelap mulutnya.
"Ehh.. Tidak.. " aku sadar dari bengongku.
"Jangan jangan kau memikirkan... Aku" dia berdiri dan berjalan meninggal kan ku.
"Ehh.. Tunggu" aku menepuk pundak Hiroto.
Hiroto membalik dan wajah kami berdekatan, jarak antara muka ku dengan mukanya hanya 5 cm.
Buru-buru aku memalingkan wajahku.
Kami kembali ke kamar rawat Kaori.
"Hmm.. Kaori" aku mendekat ke ranjangnya.
"Apa? " Kaori memalingkan wajahnya dari tv.
"Aku dan Hiroto itu-" kataku langsung di potong.
"Ramalanku benarkan" Kaori menunjukkan jempolnya.
"Iya" aku menunduk.
"Ya sudah ayo kita nonton tv" Kaori bicara padaku dan Hiroto.
"Kak Miwa, kau jadi harus menginap ya? " Kaori memegang tanganku yang berada di kursi sebelah kiri ranjangnya.
"Iya" aku masih fokus menatap tv.
"Yey kak Miwa ikut menginap denganku" Kaori mencubit pipi kakaknya Hiroto.
"Benar yang di bilang Kaori waktu itu kalau kakaknya sangat baik, dia mengobati sedihku sekarang" gumamku.
"Kak Miwa? " aku sadar dan melihat tangan Kaori melambai-lambai di depan wajahku.
"Ehh.. Iya? " kataku.
"Kenapa kakak bengong?" tanya Kaori heran.
"Kalau rasa sedih kakak sudah hilang, bagaimana dengan boneka hantunya? " aku mencari topik lain.
"Buang, tapi kau coret dulu nama orang yang kau suka dengan nama orang yang buat rasa sedih mu hilang" Kaori menjelaskan.
"Hmm" jawabku datar.
'Duarr' petir kencang menyambar membuat seluruh pelosok gelap gulita.
Mati lampu. Gelap tak ada apapun lagi yang terlihat.
"Kakak..huhuhu" aku hanya bisa mendengar suara Kaori yang menangis.
