Part 2

277 52 276
                                    

Perhatian!!
Saya ingatkan lagi untuk menggunakan backgroune warna hitam, thank you.

Farel kembali berucap, "Jauhi orang itu, Ray."

"Apa dia yang melakukan ini padamu?"

Farel mengangguk pelan. Aku tidak menyangka orang itu bisa sekejam ini dengan Farel. Orang itu sudah menghajarnya habis-habisan, tapi aku masih tidak mengerti kenapa ada luka yang tampak seperti cakaran binatang jika yang menghajarnya hanyalah bocah ingusan.

"Pergilah, Ray. Jangan pedulikan aku. Aku sudah tidak bisa apa-apa lagi ...." Suara Farel terdengar lemah. "Ikuti lorong sebelah kanan, itu adalah jalan keluarnya, kau hanya perlu berjalan lurus. Di sana gelap, bawalah obor itu," tambahnya.

Kulihat Farel mulai menutup matanya. Aku pun panik. Dia tidak mati, 'kan?

"Farel?" bisikku.

Kuguncang tubuhnya, dia tidak merespon. Uhh ... sial! Kenapa harus seperti ini? Aku memeriksa denyut nadinya, untunglah masih ada meskipun sangat lemah, hampir tidak terasa. Kurasa dia hanya pingsan.

"Apa dia belum mati?" Terdengar nada mengejek.

Aku menoleh ke arahnya. Orang itu masih dalam posisi yang sama. Berkat cahaya obor, kini wajahnya tampak lebih jelas. Rambut hitam tertata, berkulit putih, hidung mancung. Namun, tatapan matanya begitu merendahkan lawan bicaranya. Dia mengenakan kaos putih dengan kemeja hitam yang tidak dikancingkan. Penampilannya jauh lebih rapi daripada kami berdua.

"Kau!" Aku kehilangan kata-kata, hanya menatap tajam ke arahnya.

Dia menyunggingkan senyum aneh.

"Sungguh kasihan." Nada sedihnya dibuat-buat, membuatku jijik mendengarnya. "Hei, sepertinya dia sudah mati," ucapnya dengan riang gembira.

Lantas, aku langsung kembali mengecek keadaan Farel. Seenaknya saja bocah itu berucap.

Deg!

Jantungku melonjak keras.

Farel sudah tiada.

Aku tidak percaya ini. Ini tidak mungkin, 'kan? Aku mencari-cari denyut kehidupan yang masih tersisa. Dia tidak boleh mati. Tolong, bangunlah! Air mataku jatuh. Aku menahan isakan. Sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan pada Farel. Kenapa ini harus terjadi? Farel adalah salah satu sahabatku yang terbaik, aku tidak rela jika harus kehilangan dia.

Ini semua salah orang itu, dialah yang membunuh Farel. Aku benar-benar geram. Manusia macam apa dia? Dia seakan tidak mempunyai rasa bersalah, dan dengan entengnya mengucapkan "Hei, dia sudah mati!" kurang ajar sekali dia. Pembunuh itu harus diberi pelajaran!

Aku mengusap air mataku. Tanpa aku sadari bocah sialan itu sudah menghilang. Kemana dia? Kepergiannya benar-benar tanpa jejak. Mungkin aku terlalu fokus dengan Farel hingga tidak menyadari dia pergi. Sejak awal pun kedatangannya memang tidak kusadari, begitu pula kepergiannya. Rasa heran mulai terbesit. Bagaimana bisa dia kelayapan di tempat yang segelap ini? Padahal aku yakin sekali dia tidak membawa alat penerangan apapun. Hanya ada satu penerangan di sini, yaitu obor yang masih terletak di dinding gua itu.

Kuambil obor yang masih menyala terang itu, bersiap melanjutkan perjalanan. Kulihat tubuh Farel untuk yang terakhir kalinya. Tubuh tak bernyawa itu terlihat jauh lebih mengenaskan dari sebelumnya. Air mataku menetes lagi. Hal ini tidak seharusnya terjadi padamu, Farel. Jujur, aku tidak ingin meninggalkannya seperti itu.

Aku berjalan menuju lorong gelap yang sebelumnya ditunjukkan oleh Farel. Sesekali kumenoleh ke belakang, berharap ada keajaiban dia bisa hidup kembali, meskipun aku tahu itu tidak akan terjadi.

Another Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang