Masih tak mengerti dengan apa yang terjadi, aku hanya menatap kosong ke arah pintu yang telah tertutup itu. Dia mengusir kami. Cckk, ramah sekali orang itu. Sungguh ramah. Aku menoleh kepada ketua, dia hanya mengangkat bahu. Sedangkan Andra mematung tak percaya, pikirannya entah kemana.
Reaksi Bang Rizal memang sukses membuat kami semua tercengang. Tidak kusangka dia akan menutup pintu begitu saja. Apa yang membuatnya bertindak seperti itu? Apa kami benar-benar mengganggu? Sepertinya kami gagal untuk mencoba berbicara dengannya.
Tapi itu tidak terjadi.
Setelah Andra menggedor-nggedor pintu sambil meneriakan namanya layaknya orang kesetanan, akhirnya Bang Rizal menyerah dan membukakan pintunya. Orang itu memasang wajah sebal terbaiknya.
Ajaibnya, sekarang kami bertiga duduk di sofa rumahnya, bahkan dibuatkan teh hangat. Aku tidak habis pikir mengenai hal itu, kukira dia tidak bisa menjamu tamu. Kupandangi sekelilingku. Interior rumah ini sangat sederhana untuk ruangan yang bisa dibilang cukup luas. Berbeda dengan di luar yang dominan hijau, di sini justru berwarna putih seluruhnya. Baik itu lantai, dinding, langit-langit, kusen jendela, sofa, bahkan mejanya terbuat dari marmer putih. Ruang tamu ini terlihat begitu kosong, hanya terdapat meja dan beberapa sofa.
Uap masih mengepul ringan di atas teh yang telah disediakan. Aromanya yang wangi membelai lembut hidungku. Aku ingin menyesapnya, tetapi tidak berani kulakukan, melihat bagaimana cara Bang Rizal memandang kami.
"Jadi kalian benar-benar ingin pergi ke sana, hmm?" Bang Rizal mulai mengeluarkan suara.
"Itu benar. Kau pernah berkata padaku di sana ada air terjun yang indah, aku ingin kau membawa kami ke sana. Kau bilang di sana ada ruang terbuka. Sepertinya itu tempat yang cocok untuk camping," jawab Andra.
"Aku menyesal telah mengatakan itu padamu." Bang Rizal menghela napas panjang. "Aku tidak akan mengantar kalian ke sana."
"Kenapa? Ayolah, Bang! Jangan seperti itu. Kita sudah mengenal cukup lama, kau sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Apa kau tega mengabaikan permintaan kecil dari adikmu ini?" ucap Andra sok akrab.
"Cukup! Sekali tidak tetap tidak! Lagipula kau bukan adikku."
"Jangan kasar seperti itu, Sayang."
Seorang wanita tiba-tiba merangkul Bang Rizal dengan mesra. Dia adalah orang yang mengantarkan teh kepada kami. Wanita itu cukup cantik, dengan umur sepantaran Bang Rizal. Sebelumnya Andra pernah berkata bahwa itu adalah istrinya, mereka baru saja menikah sebulan yang lalu. Aku tidak mengira bahwa pria semacam itu sudah beristri. Namun, tindakan mereka cukup membuatku risih. Mereka tidak harus mengumbar kemesraan di depan mata kami, bukan?
"Bukankah kita akan pergi lagi ke sana? Kenapa tidak sekalian kita ajak mereka?" lanjut wanita itu. Andra terlihat senang mendengarnya.
"Risma, apa kau bercanda? Itu bukan tempat bermain untuk bocah-bocah seperti mereka! Mereka tidak akan sanggup bertahan di sana!"
"Memangnya ada apa di sana?" tanya ketua kelas dengan raut muka serius.
"Baiklah, akan kuberitahukan kalian suatu hal. Dengarkan baik-baik, pasang telinga kalian." Dia mengambil jeda sebentar. "Apa kalian pernah mendengar rumor bahwa hutan itu angker? Itu memang benar. Ada suatu makhluk, kami menyebutnya 'Yang Lain'. Kusarankan kalian jangan pergi ke hutan itu." Bang Rizal mengucapkan kata "Yang Lain'' itu dengan penuh penekanan.
"Hmm, 'Yang Lain'? Kau memberikan sebutan untuk makhluk itu dengan nama 'Yang Lain'?" Aku memasang wajah keheranan. Sebutan yang mengingatkanku dengan kata "Kau-Tahu-Siapa", itu merupakan panggilan lain Voldemort dari novel Harry Potter yang pernah kubaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another
Mystery / Thriller[15+] Aku tidak menyangka jika liburan yang kukira akan menyenangkan berubah menjadi petaka suram. Ketegangan dimulai saat kami memasuki hutan itu. Ada sesuatu yang tersembunyi di sana, hal mengerikan yang dapat mengancam nyawa. Tidak kusangka kami...