Sekarang aku terbangun dari tidurku. Akhirnya bisa terlepas dari mimpi buruk itu.
Benarkah yang tadi itu hanya mimpi?
Aku merasa linglung. Kepalaku pening. Apa tempat yang kusinggahi saat ini adalah dunia nyata? Atau ini adalah bagian dari mimpi yang lain? Tidak! Aku merasa sangat yakin bahwa ini memang dunia nyata, instingku mengatakan itu. Akhirnya aku pulang.
Otakku masih tidak percaya bahwa hal mengerikan yang kualami sebelumnya hanyalah mimpi belaka. Mimpi tidak mungkin sejelas itu. Biasanya aku memimpikan hal random yang selalu berganti dalam satu malam, dan saat bangun pastinya ada beberapa potongan mimpi yang terlupakan. Namun, kali ini berbeda. Hanya ada ada satu frame panjang dalam mimpi ini. Selain itu, rasanya sungguh realistis, itu tidak bisa dikatakan sebagai mimpi.
Ketakutan, kesakitan, semuanya terasa benar-benar nyata, rasa itu tertanam dengan jelas dalam pikiranku. Tapi lihatlah! Tulangku tidak apa-apa, punggungku juga baik-baik saja, tidak ada luka di sana. Namun, entah kenapa masih terasa sisa-sisa nyeri dan perih yang tadi kualami dalam mimpi itu. Meskipun sekarang fisikku tidak secara langsung merasakannya, tetapi tetap saja rasa sakit itu masih melekat pada diriku, ingatanku belum mampu menghapusnya.
Kudapati tubuhku basah kuyup. Kurasakan tetesan air mengaliri wajahku yang kebingungan. Baru kusadari bahwa gadis di depanku itu telah mengguyurku dengan seember penuh air dingin. Aku tidak mengenalinya, dia tampak seperti orang asing bagiku. Berani sekali dia menyiramku seperti ini. Dan yang terpenting, sedang apa dia di dalam rumahku?
"Heyy, berhenti Menatapku seperti itu. Mau kusiram lagi?"
Aku tidak menggubris ucapannya. Kuperhatikan dia. Dia tampak seumuran denganku. Rambutnya yang bergelombang terurai sebahu, warnanya cokelat kemerahan--- mungkin saja dia sengaja mengecatnya. Penampilannya cukup modis.
"Woyyy," ucapnya. "Sepertinya kau benar-benar minta disiram lagi ya," dia kembali berceloteh.
"Siapa kau?"
"Kau tak mengenalku? Jahat sekali." Nadanya dibuat seolah dia merasa sedih.
"Aku tanya siapa kau!"
"Ckk ..., aku ini kakak sepupumu, ingat? Tidak ya? Baiklah, kuperkenalkan diriku sekali lagi. Namaku Rosalina Rizka Amanda, SE-PU-PU-MU. Ingat itu!" ucapnya, penuh penekanan.
Rosa? Aku ingat sekarang. Dia adalah saudara sepupuku dari Jakarta. Sudah lama kami tidak bertemu, wajar saja jika aku melupakan wajahnya. Seingatku, terakhir kali kami bertatap muka adalah sepuluh tahun yang lalu, aku berumur enam tahun saat itu. Tidak kusangka akhirnya kami bertemu kembali.
Dia benar-benar sudah banyak berubah, aku hampir tidak mengenalinya lagi. Satu hal yang pasti, sifat menyebalkannya masih tetap sama. Hal itu tercermin dari caranya membangunkanku yang sangat waahh itu. Yahh, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dialah yang telah membebaskanku dari tempat mengerikan tersebut.
"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanyaku. "Dan bisakah kau membangunkanku dengan cara yang lebih bermoral?" aku melanjutkan.
"Liburan kali ini aku akan tinggal di sini. Lebih bermoral katamu? Sejak tadi sudah membangunkanmu dengan cara baik-baik, tapi kau masih molor. Dua jam aku berusaha membuatmu bangun asal kau tahu! Bahkan setelah kusiram kau dengan ember ini kau tidak langsung membuka mata. Sebegitu indahnya mimpimu itu?! Hingga kau tidak ingin kembali ke dunia nyata, hah?! Jika bukan karena permintaan ibumu, aku tidak sudi membangunkanmu. Yahh, paling tidak tamparanku cukup keras untuk membuatmu sadar kembali ke kenyataan." Dia mengakhiri ocehan panjangnya dengan dengkusan sebal.
Sepertinya dia berkata apa adanya. Mendengar ceritanya membuatku merasa sedikit bersalah. Mataku melirik jam dinding. Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku terkejut melihatnya. Tidak pernah aku bangun sesiang ini, aku selalu bangun jauh lebih pagi. Untungnya ini sudah memasuki waktu liburan, aku tidak perlu khawatir tentang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another
Mystery / Thriller[15+] Aku tidak menyangka jika liburan yang kukira akan menyenangkan berubah menjadi petaka suram. Ketegangan dimulai saat kami memasuki hutan itu. Ada sesuatu yang tersembunyi di sana, hal mengerikan yang dapat mengancam nyawa. Tidak kusangka kami...