chapter 3

7.3K 202 6
                                    

Keesokan harinya aku ke rumah sakit, mengunjungi om iyan dengan bianca sambil membawa buah2an. Aku pergi ke kamar rawat om iyan, sesampai di kamar aku melihat mereka sedang berkumpul dan berbincang. Saatku dengar mereka sepertinya ingin menjual rumah mereka, untuk biaya rumah sakit dan untuk persalinan tasya nanti. Aku tak ingin rumah itu di jual, karena di rumah itu masih ada kenangan2 tengang aku dan rio.
"Kalian tak perlu menjual rumah itu.." ujarku.
"Farhan.. maksud kamu apa han, kalo kami gak menjual rumah kami, terus kami mau bayar rumah sakit pakai apa dan bagaimana persalinan tasya nanti han" ujar tante marni.
"Farhan, bakal tanggung biaya om iyan dan soal persalinan tasya farhan juga akan tanggung" ujarku.
"Apa!!, sayank kamu kan lagi ngumpulin uang buat pernikahan kita, terus kalo uang kamu digunakan buat bantu mereka, gimana pernikahan kita, dan aku gak mau ya kalo pernikahan kita gak mewah" celetuh bianca.
"Bianca!!, jaga ucapanmu mereka itu keluarga aku dan mereka lebih membuntukan dari pada pernikahan kita, dan aku janji sama kamu aku akan cari uang buat pernikahan kita yg mewah, tapi bukan dalam waktu dekat ini, dan sekarang lebih membutuhkan dari pada kita" jelasku.
"Alah keburu jadi gadis tua dong kalo gitu, itukan urusan mereka bukan urusan kamu!!" Ujarnya.
"Biancaa!!" Bentakku, aku sangat emosi sehingga tak sadar aku mengangkat tanganku dan hendak menampar bianca, beruntung rio menahan tanganku.
"Farhan stop!!" Ujar rio langsung menahan tanganku.
"Kamu berani ya nampar aku, oke aku benci sama kamu" bianca kesal dan mendorongku ke mudian pergi dari tempat ini.
"Bianca, bi tunggu dulu aku gak bermaksud bi, tunggu bi" panggilku menahanya.
Tapi ia tak mendengarkan, ia menangis dan pergi dari rumah sakit.

* Aku tak mengjarnya dan membiarkan nya pergi. Aku sangat kesal dengannya yg selalu berbicara tanpa berfikir lagi.
Rio menghampiriku dan menepuk pundakku.
"Han, dia benar kamu gak perlu bekorban seperti ini demi kami han, dan pernikahan kamu lebih penting buat kamu han" ujarnya.
"EnGak yo, kalian adalah keluarga ku dan kalian lagi butuh bantuanku, dan aku gak mungkin membiarkan saudaraku dan keluarganya dalam kesusahan" ujarku.
"Tapi han.." ujarnya terhenti karena kupotong.
"Udah yo, gak perlu tapi2an kamu adalah saudaraku dan aku mohon terima bantuanku dan jangan menolaknya" ujarku memaksanya.
Riopun tertunduk dan kemudian memelukku.
"Terima kasih han, aku gak tau mau balas kebaikanmu dengan apa han" ujarnya sambil menangis.
"Iya rio, kamu gak perlu lakuin apapun buat balas jasaku, aku bantu kalian ikhlas" ujatku.
Kemudian tantepun mendekat dan memeluku.
"Makasih han, kamu mau bantu tante padahal tante pernah pisahkan kamu dengan rio" ujarnya.
"Iya tan" ujarku.
"Makasih han, kamu udah bantu keluargaku, dan aku janji akan balas kebaikanmu" ujar tasya.
"Aku tak tahu apa yg telah terjadi sebelum ini dan aku tak tahu apa yg pernah ibu lakukan kepadamu dan juga aku tak tahu atas dasar apa ibu mertuaku memisahkanmu dengan rio, yg pasti aku mewakili keluarga berterima kasih dan meminta maaf atas kesalahan yg peenah ada" ujarnya kemudian memeluku. Kondisi ruanganpun menjadi haru. Lalu om iyan memberikan reaksi seperti meminta perhatian. Kamupun mendekatinya dan bertanya padanya, apa yg ingin ia katakan. Lalu tante memberikan kertas untuk ia tulis. Om iyanpun menulis dengan tangannya secara perlahan.
Ia ingin berbicara kepada aku dan rio saja dan sepertinya ia ingin menyampaikan sesuatu. Tante dan tasya keluar dan membiarkan kami bertiga di dalam ruangan ini. Om iyan menulis dengan tangannya secara perlahan dan ia menuliskan beberapa kata2.
"Terimah kasih farhan kamu sudah membantu keluarga om meskipun om jahat sama kamu, om minta maaf yg sebesar2nya" sesalnya.
Akupun memeluk om iyan.
"Iya om, farhan udah maafin om" ujarku.
Dia melepas pelukanku dan matanya banjir oleh air mata.
Ia menarik tangan rio dan di satukannya dengan tanganku. Lalu ia kembali menulis di kertas.
"om pengen kalian berdua kembali kayak dulu lagi" ucapnya.
Aku melepaskan tanganku dengan tangan rio.
"Maaf om, aku dan rio udah melupakan semuanya dan farhan cuma mau lihat rio bahagia, dan aku dan rio hanyala sebatas saudara dan gak lebih om" ujarku.
Ia menangis dan terus meminta maaf padaku.
Tante dan tasya masuk ke ruangan bersama dokter dan seorang perawat.
"Permisi pak saya mau melakukan pemeriksaan terhadap pak iyan" ujar dokter itu. Kamipun mempersilakan dokter memeriksanya. Dokter dan perawat itupun memeriksa keadaan om iyan.
"Pak iyan sudah cukup membaik dari sebelumnya" ujar dokter itu.
"Dok apakah suami saya bisa di bawa pulang atau di rawat jalan saja?" Tanya tante marni.
"Baiklah kalo keluarga ingin membawanya pulang, tapi kalo ada apa2 segerah hubungi saya dan jima tambah parah langsung bawa pak iyank kembali ke rumah sakit" ujar dokter itu.
"Baik dok" ujar tante.
"Permisi buk, untuk keluaganya bisa ikut dengan saya untuk mengurus administrasinya" ujar seorang perawat.
"Baik sus" tante marni hendak mengurus administrasinya.
"Tunggu tan, biar aku saja ngurus administrasinya" tawarku.
"Tapi han"
"Udah tan, farhankan udah janji bakal nanggung biaya rumah sakit om iyan" ujarku.
Akupun mengikuti perawat itu dan mengurus semua administrasinya. Dan kemudian aku mengantar mereka dengan mobilku. Dan rio pulang dengan memakai motornya.
Tasya menunjukan jalan pulang ke rumah mereka. Aku tak mengerti kenapa jalannya terlalu berliku liku dan menuju tempat pemukiman warga yang begitu padat, se ingatku rumah keluarga om iyan bukanlah jalan ini. Lalu tasya menyuruhku menghentikan mobil di depan sebuah gang kecil yang tak bisa di masuki oleh mobil dan di gang itu sudah ada rio yg sudah menunggu kami. Kamipun berhenti di depan gang dan menurutkan om iyan di dalam mobil dan ia duduk di kursi roda. Rio mendorong om iyan dengan kursi roda memasuki gang itu.
"Rio kita mau kemana?, bukannya kita mau pulang ke rumah" tanyaku.
"Ceritanya panjang han, nanti aku bakal ceritakan di rumah nanti" jawab rio.
Kamipun berjalan dan berhenti di sebuah rumah yg kecil dan agak kumuh. Kami semua masuk kerumah itu.
"Silakan han duduk" tawar tasya.
Akupun duduk di kursi. Semuanya berkumpul di ruang tengah.
"Jadi gini han ceritanya, sebenarnya rumah kami sudah ada yang ingin membelinya dan kami sudah bernegosiasi dan mereka setuju membelinya, dan kamipun pindah dari rumah itu karena akan di serahkan kepada pemilik yg akan membelinya" ujar rio.
"Terus rumah itu sudah resmi di jual" tanyaku.
"Untungnya kamu membantu kami dan kami akan membatalkan penjualan rumah itu, karena dalam sertifikat rumahnya masih atas nama om iyan" ujar tante marni.
"Syukurlah kalo gitu" legahku.
"Lalu ini rumah siapa tan?" Tanyaku.
"Ini dulunya rumahnya keluarga tasya dan sekarang keluarga mereka sudah pindah di rumah mereka yg sekarang, dan sekarng rumah ini jadi kosong lalu kami yg memakainya untuk sementara" ujar tante marni.
"Mas aku lupa, kompor kita masih ada di rumah kita dan sekarang aku gak bisa masak" ujar tasya.
"Ya sudah biar aku ambil kompornya" ujar rio dan ia hendak berangkat ke rumah lamanya.
"Eh rio tunggu" panggilku.
"gua mau ikut rio, udah lama gak ke sana" tambahku.
Akupun ikut dengan rio ke rumahnya. Kami mengendarai motor ke rumah rio. Kamipun sampai di rumah dan rio memarkirkan motornya di halaman rumah. Kulihat rumahnya sangat sepi dan sampah agak berserakan di halaman dan teras rumahnya. Terdengar suara gonggongan anjing dan datang seekor anjing berwarna kuning coklat berlari ke arah rio, rio jongkok dan langsung anjing itu memeluk rio sambil menjilat dirinya.
Seketika aku ingat dengan si popoy anjing kecil kami dulu.
"Popoy" aku tak sengaja menyebut namanya.
"Iya han ini popoy" ujar rio.
Akupun terlejut melihat popoy yg sudah besar  dan aku langusng memeluknya.
"Poy gua kangen banget sama kamu poy" ujarku.
Tak lama terdengar suara anjing lain. Ada seekor anjing putih kuning berdiri di samping rumah dan 2 anak anjing yg keluar dari lobang di samping rumah itu.

*(bersambung)*

My Brother Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang