5

192 15 0
                                    

Aku masih tetap menutup mulutku, sedangkan ketujuh namja termasuk Jimin menatapku dengan tatapan aneh.

"M-maksudku ka-kalian ja-ja-jangan membicarakan orang dengan keras! Ah! Sudahlah!" aku mengambil infusku dan berjalan keluar dengan cepat.

Yaampun aku malu!

Aku berjalan dengan cepat mengabaikan pertanyaan para suster dan dokter yang melihatku tergesa-gesa.

Aku sampai di halaman belakang, sembari mengatur nafasku. Aku duduk di salah satu bangku berwarna hitam.

Matahari hari ini sangat terik, tidak menyejukkan, dan aku tidak suka.

Jadi kuputuskan duduk dibawah pohon besar yang berada persis ditengah halaman. Udaranya sangat sejuk dan angin yang bertiup membuatku nyaman.

Apa yang barusan aku katakan?

"hey! jimin nyaman denganku tau!"

Aku merutuki mulutku sendiri dan menamparnya.

Oh sial! Aku harus bagaimana kalau bertemu Jimin.

Angin berhembus pelan, matahari juga tidak seterik tadi. Rasanya aku sangat mengantuk.

.
.
.
.
.
.
.

"hm?" pundak siapa ini? Rasanya nyaman sekali.

"tidur saja" kata seserang di sebelahku.

"Jimin?" tanyaku padanya, ternyata Jimin.

"tidurlah, kau lelah kan?" ia bertanya padaku.

Tunggu, apa ini mimpi?

Seharusnya kalau Jimin bertemu denganku, ia akan bertanya kenapa aku berkata seperti tadi. Dan juga ia akan meledekku.

Iya, ini pasti mimpi.

Aku harus memejamkan mataku lagi.

Jimin mengelus kepalaku, rasanya sangat nyaman.

Oh Tuhan, kalau ini mimpi biarkan aku sejenak saja seperti ini.

.
.
.
.
.

Bruk!

"aw!" rintihku

"HAHAHA" makanya jangan tidur terus, kau jadi babi lama-lama.

Jimin? Jadi tadi benar mimpi?

"ish!" aku mendecih sebal.

"kau sedang apa ha? Habis berkata seperti tadi dan berlari ke halaman? Kau malu?" ia bertanya padaku.

"bukan begitu, teman-temanmu itu membicarakanku dengan keras!" kataku mengelak.

"oh, jadi itu hanya alasan untuk mengelak? Wah aku kecewa" katanya memasang wajah sedih.

"kecewa kenapa?" aku bertanya pada Jimin.

"anio, tidak ada apa-apa" jawabnya meninggalkanku.

"Ya! Jawab aku kenapa PARK JIMIN!" aku berlari mengejar Jimin.

.
.
.
.
.

"berhenti mencuri dagingku Jimin!" amukku pada Jimin, sedari tadi ia terus-terusan mencuri dagingku.

"salah siapa curang! Bagaimana bisa kau meminta porsi lebih banyak dari milikku!" marah Jimin padaku.

"kalau kau mau minta sendiri dong!"

"sudahlah, biarlah aku makan dengan tenang. Lagipula, lusa aku sudah pulang dari sini" katanya mengunyah daging.

Lusa?

Jadi Jimin pulang besok lusa?

Kalau begitu aku akan sendiri lagi?

Eh? Untuk apa aku bersedih?

Dasar Seo-Ri bodoh! Kau kan bukan siapa-siapa.

"oh, besok lusa ya" kataku tidak lagi menghadap Jimin.

"kau mau daging lagi Jim?" tawarku pada Jimin.

"wae?"

"tidak nafsu makan lagi" kataku menaruh sumpit dan sendok.

"kau marah aku mengambil dagingmu huh?" tanya Jimin padaku.

"tidak. Hanya tidak nafsu" kataku pada Jimin.

"kalau begitu aku juga tidak makan" katanya tiba-tiba.

"eh? Wae? Jangan meniruku!" aku menatap Jimin tajam.

"kalau begitu makanlah, supaya aku tidak menirumu" kata Jimin tertawa.

"konyol"

Dalam hati aku tertawa melihat wajah Jimin.

Ada-ada saja.

"eii, tebak siapa yang senyum-senyum sendiri" Jimin meledekku.

"berhenti menggodaku Park Jimin!"

Jimin duduk di kursinya dan mengambil makanannya, lalu ia mendekati kasurku.

"ayo makan bersama" katanya tersenyum.

Aku mengambil sumpit dan sendokku, tiba-tiba Jimin memberikan sepotong daging diatas nampanku.

"kuganti  hehe" tawanya.

Aku memukul lengannya tersenyum.

"tolol"

RED -pjm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang