2

269 20 0
                                    

"nona Kim, ini sarapanmu. Selamat pagi"

"ne, kamsahamnida selamat pagi juga suster" balasku menyapanya.

"jangan lupa minum obatnya ya" katanya meninggalkanku.

"kurasa hari ini aku menonton TV saja" gumamku menyalakan TV hendak menonton berita.

"selanjutnya berita terbaru mengenai entertaiment. Personil Boyband terkenal yaitu Bangtan Soenyodan, Park Jimin. Mengalami cidera saat melakukan live di acara Talk-Show kemarin. Dikonfirmasi ia akan istirahat sementara."

"tidak menarik" gumamku mematikan TV dan segera merebahkan tubuhku dikasur.

"bosann...." Kataku pada diriku sendiri.

Cklek!

Terdengar suara pintu terbuka, seorang namja masuk dibopong oleh seorang suster.

"kau dapat teman nona Kim" kata sang suster padaku.

Aku memutar bola mataku malas
"aku butuh teman yeoja, bukan namja" kataku padanya.

Namja itu menatapku sejenak sebelum akhirnya ia duduk dikasur.

Aku memalingkan wajahku dan kembali menyalakan TV.

"hei, jangan melihat berita" namja  Mengajakku bicara.

"kenapa?" tanyaku padanya sinis.

"aku tidak suka. Ganti" katanya semena-mena.

"aku yang pertama. Jangan mengajakku berdebat" kataku padanya mengancam.

"menyebalkan" katanya mengejekku.

"thanks, you more" kataku membalasnya dengan muka mengejek.

"cih, siapa namamu?" tanyanya lagi, oh yaampun. Biarkan aku melihat TV dengan tenang dan tutuplah mulutmu.

"Kim Seo-Ri" jawabku cepat.

"oh, aku Park Jimin" Katanya padaku, padahal aku tidak bertanya.

"kau pasti kenal aku kan?" tanyanya.

"ani" jawabku dengan cepat.

"hah? Hidup dijaman mana kau? Masa tidak tau? Park Jimin, personil boyband BTS " katanya padaku.

"apa aku terlihat sedang berbohong kalau aku tidak tau?" aku memasang muka garang padanya.

"baiklah, gausa ngegas dong" katanya padaku.

"hahh.. Bosann sekali.." kata namja itu.

Aku beranjak dari kasurku setelah mematikan TV. Aku ingin mencari udara segar.

"hei, mau kemana?" tanya namja tadi padaku.

"keluar" jawabku.

"ikut" katanya melihatku.

"bagaimana caranya? Kakimu cidera" kataku membalasnya, sebenarnya aku juga tidak ingin dia ikut.

"kan ada kau, dan ada itu" katanya menunjuk kursi roda dipojok kamar.

Sekali lagi aku memutar bola mataku malas, jadi ia menyuruhku menjaganya? Ia gila?

"kalau begitu jalan-jalan saja dengan para suster"

"tidak mau, dengan kau saja. Susternya galak semua" katanya padaku.

"arraseo, akan aku ajak kau. Tapi dengan satu syarat" kataku padanya.

"apa?" tanyanya.

"jangan pernah menonton TV disini, apalagi saat aku sedang melihat TV" Kataku tersenyum licik.

"wah, kau ini pandai memanfaatkan keadaan ya" ujarnya padaku.

"okelah, aku terima. Lagipula masih ada Hp kan" lanjutnya.

Aku mengambil kursi roda dan membantunya duduk diatas kursi, setelah itu aku mendorongnya keluar kamar. Sementara Jimin memegang infusku.

"mau kemana?" tanyanya.

"keluar sebentar ke taman" kataku membalas.

"aku berat tidak?" Jimin bertanya sambil menghadapkan kepalanya kearahku.

"sangat" jawabku singkat. Padahal sebenarnya ia tidak berat.

"wah, sepertinya dietku tidak berhasil" gumamnya pada diri sendiri.

Terserahlah apa kata dia, aku malas menjawab.

Kami sampai ditaman, setelah itu aku mencari bangku dan duduk disana. Tentu saja bersama Park Jimin.

Udara pagi memang sangat menyegarkan, burung-burung berkicauan.

"kau sakit apa hm?" tanya Jimin padaku.

"ginjal" jawabku singkat.

Jimin menatapku sejenak, setelah itu ia kembali bertanya.

"sudah sejak kapan kau disini?" tanya Jimin kembali, kali ini ia masih menatap wajahku.

"kurasa sudah 14 tahun" jawabku, membuat mata Jimin melotot.

"mwo? Em-empat bel-as ta-tahun?" katanya gagap.

"eoh" jawabku singkat.

"waeyo?"

"maksudmu?" tanyaku karena ketidakjelasan Jimin barusan.

"apa ada masalah dengan penyakitmu?" katanya kembali.

"aku butuh donor ginjal"

"apa selama 14 tahun tidak ada donor sama sekali? Itu tidak mungkin" kata Jimin membalas.

"kau kira hanya aku disini yang sakit ginjal? Kau tidak tau seberapa langka donor ginjal. Yah, aku masih bersyukur bisa hidup sampai sekarang" jawabku menghadap kearah rerumputan.

"mianne, aku tidak bermaksud" katanya memalingkan wajah dan memasang muka sedih.

"kau ini aneh ya, sedetik menyebalkan, sedetik seperti orang yang patah semangat" kataku meledek Jimin.

"ya, kalau memang Tuhan tidak memberiku kesempatan. Setidaknya aku bersyukur sudah diberi waktu hidup di dunia" kataku tersenyum.

"ani, kau akan sembuh" jawab Jimin.

"memangnya kau siapa? Kenapa yakin sekali" jawabku tertawa.

"aku? Park Jimin member BTS" katanya.

Setdah masih ngelawak pula.

"tolol" kataku menjitak kepala Jimin dan berjalan meninggalkannya.

"Ya! Kim Seo-Ri jangan tinggalkan aku!" kata Jimin mengejar menggunakan kursi rodanya.

Aku masuk kedalam kamar dan segera merebahkan tubuhku, tak lama Jimin masuk dan mendorong kursi rodanya mendekati kasurku.

"hei, main kartu yuk" katanya mengajakku.

"aku tidak jago" kataku padanya.

"baguslah, kalau begitu mukamu bisa kucoret dengan leluasa menggunakan bedak" katanya mengacungkan jempol.

"main saja sendiri bego!" kataku sekali lagi menjitak kepala Jimin.

"aihh, ayolah.. Aku yang akan beli bedaknya! Sekarang!" katanya bersemangat.

"eum, bagaimana kalau kita taruhan?" lanjut jimin.

"taruhan apa?" tanyaku penasaran.

"kalau kau menang, aku akan melakukan 1 hal yang kamu mau! Apapun!" katanya tersenyum.

"apapun?" aku tersenyum, menarik juga tawarannya.

"iya! Apapun!"

"Deal!"

RED -pjm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang