"Panthomnya mana, nih?" Tanya temanku padaku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa wajahku saat mendengar pertanyaan itu. Guys, aku masih manusia biasa yang belum paham apa itu panthom dan segala macamnya. Memilih diam deni menyembunyikan kebodohanku.
"Boneka maksudnya?" Tanya Ica untuk memperjelas maksud dari pertanyaan teman satu tim ku tadi.
Daripada menunggu, aku segera mencari boneka mirip manusia yang tidak dipakai a.k.a nganggur. Setelah ku tilik, ternyata hampir semua bed dengan panthom di pakai.
Di ruangan tempat kami skill lab ini berbentuk seperti bangsal di rumah sakit. Menyediakan 6 bed dan di tata layaknya kamar rawat inap pasien—walau sebenarnya tidak terlalu mirip. Masing-masing bed menyediakan satu panthom, satu tiang infus, satu lemari kecil yang agaknya multi function , laken, stik laken, dan selimut. Kenapa di buat layaknya runah sakit? Karena memang yang akan di hadapi kedepannya adalah pasien di rumah sakit, ya walaupun sebenarnya cakupan keperawatan tidak melulu soal "rumah sakit".
"Alatnya udah kan, Byi?"
"Udah. Modulnya juga udah. Bayar ya we, aku lagi kere soalnya. Gak bayar gak dapat modul." Gak kejam kan, ya kalau nagihnya kayak begitu. Kehidupan keras. Lengah sikit, terjerumus kita.
Setelah membagikan modul serta menyuruh mereka untuk membaca modul dengan embel-embel di suruh dosen, aku kembali ke tempat duduk ku. Tapi, namanya juga mahasiswa ya, di sodorin wifi modul mah lewat.
Begitupun aku. Padahal aku yang berkata kalau modul harus di baca. Ya sudahlah, aku akhirnya membaca modulku sendiri. Takut di tanya-tanya dosen, eh kitanya gak bisa jawab. Sebenarnya gak terlalu membutuhkan jawaban karena pastinya dosen yang bertanya, dosen yang menjawab. Tapi tidak ada salahnya, kan kalau kita persiapan diri dulu? —eh, asik! Pencitraan.
Ok, back to the reality. Faktanya sudah 20 menit menunggu dosen tidak kunjung datang. Sudah kelima kalinya aku membaca modulku ulang. Beberapa temanku mendesak untuk menghubungi dosen yang bersangkutan, tapi jujur aku tidam berani? Kenapa? Takut dimarahi, hehe.
Jadilah kami satu tim mengandalkan wifi. Daripada harus menunggu dosen selama berjam-jam ke depan dan hasilnya dosen tifak bisa masuk. Ada yang membuka aplikasi Instagram, Facebook, dan yang hebatnya aplikasi gojek. Untuk apa? Order makanan (kalau yang ini dilakukan tim sebelah). Yang ku lakukan adalah mendowload film, berulang kali membuka tutup aplikasi yang sama untuk mencocokkan judul film yang di download dengan yang tertera di internet. Beberapa temanku yang judulnya "fangirls k-pop" berkesempatan emas menonton para Oppa nge-stage. Dan teriak sorai gema senandung koor kegirangan datang dari kubu yang satu ini.
Setidaknya selama menunggu, masih bisa tertawa dan tersenyum. Mewanti-wanti saat dosen datang, ponsel dipastikan tidak akan bisa hidup selama pelajaran berlangsung, kecuali bagi mereka yang sudah pro.
Oke, ini sudah hampir 45 menit dosen tidak masuk. Beberapa temanku sudah bersiap untuk tidur dan melanjutkan aktivitasnya. Tapi bagiku ini masalah. Kenapa? Dari pada mengganti jadwal, mending pulang telat.
"Byi, gimana? Ibunya masuk gak?"
"E-eh? Gak tau, nih. Udah aku WA tapi cuman di read." Jawabku setengah suara.
"Yaudah, Byi. Berarti datang." Kata temanku dengan santainya sementara aku disini sudah harap-harap cemas.
"Materi berat, nih. Malas kali harus ganti lagi. Mana tau dosen gak bisa, emang mau jumat masuk?"
"Enggak....." Koor mereka semua. Aku hanya bisa memandang mereka dengan pokerface. Sungguh kampret teman sebangsaku.
"Kalau dosen emang gak bisa, terus gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKA LIKU KEPERAWATAN
Science FictionKalau semua orang menatap kami perawat sebelah mata dan tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan Kedokteran, itu bukan jadi masalah buat kami. Karena bagi kami, kami sederajat. Sama-sama menempuh program Sarjana dan sama-sama di tingkat profesi. I...