Septi sedang memainkan ponselnya saat aku benar-benar serius bertanya dengan dia. Beneran deh, punya temen yang bodo amatan itu emang rada gemesin pengen banget ngomel tapi seneng punya teman begitu.
"Jadi, gimana?" Tanyaku akhirnya. Aku sedang kebingungan mengenai kelas pagi ini. Katanya akan diadakan pleno. Pleno? Pleno rapat? Atau bagaimana? Emangnya mahasiswa harus rapat apaan saat sudah menyandang status jadi maba?
"Apanya yang gimana?"
Lah, nanyak balik dia.
"Ya, ini pleno maksudnya apaan? Kita rapat? Tapi udah ada makalahnya. Yang di rapatin hasil makalah?"
Septi memandang ku gemas, meletakkan ponselnya dengan sedikit tidak santai. "Bukan, loh! Itu tuh kayak presentasi. Kita kan udah tutorial, nah hasilnya di jadikan makalah, udah gitu di presentasikan. Pas orientasi kemana, dah?"
Oh, begitu. Jadi pleno itu adalah kegiatan yang akan sangat sering kami lakukan apalagi setelah tutor selesai.
Jadi, sebenarnya Tutor itu ada 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama membahas dan menemukan apa topik dari skenario, kemudian di topik kedua kita akan menyampaikan semua yang kita temukan dari LO (learning objection) yang sudah kita ajukan. Karena bahasan kali itu adalah kode etik, maka pertemuan kali ini akan mempresentasikan hasil dari pembahasan kita.
Yup, buat yang masih belum paham, nanti bakalan mengalami kok. Haha, sejujurnya untuk pleno ini lumayan lebih ringan di banding tutorial, tapi karena harus melewati tutorial terlebih dahulu jadinya lumayan sebel, ya aku berusaha jujur saja karena menyusun makalah gak segampang itu, kawan.
Sebagai sekretaris terlebih sekretaris 2, kalian harus bersiap siap bahwa weekend kalian akan sangat terpakai untuk menyusun makalah. Mulai dari menyatukannya hingga sampai pada finishing yang kadang masih berantakan tapi terlalu bodo amat untuk merapikan. Sesudah makalah itu jadi, sekretaris 2 akan dengan senang hati mengirimkannya pada sekretaris 1 untuk dijadikan PPT dan nge-print makalahnya. Dan, jadilah sebuah makalah untuk pleno.
Maaf, yang tadi step pembuatan makalah bukan kue.
"Teman-teman, Ibu sudah otw mau ke kelas, buat yang kemaren dapat jatah untuk presentasi, segera pindahkan ke laptop ya!" Seru sang Sipen kepada semua mahasiswa di kelasku.
Karena yang mendapat 'jatah' untuk presentasi adalah kelompokku, jadilah kami harus menyiapkan keperluan untuk presentasi.
Dan....
Perdebatan tentang siapa yang akan presentasi dimulai."Septi aja!"
Iya, Septi, temanku dengan tampang bodo amatan itu terlalu pintar ngomong di depan jadinya sering di tunjuk untuk mempresentasikan. Tapi tentunya, Septi dengan keras kepalanya akan ogah-ogahan menolak.
"Aku terus, yang lain, kek!"
Mila menyaut, "Dwii aja!"
"Gak, yang lain!" Tolak Dwi.
Ini kalau ajang tolak menolak kelompokku bisa menang kalau begini caranya.
"Rubyi, Byi, Kau aja!"
"Big no, hehe..." Iya, aku bukannya gak mau, tapi terlalu malas untuk mempresentasikan. Maaf-maaf saja kalau aku tidak seperti yang pembaca bayangkan, aku hanya manusia biasa yang penuh dengan salah dan dosa, lah ngapa jadi itu?
Akhirnya setelah tunjuk menunjuk, mau gak mau, Septi menerima segalanya dengan sangat berat hati. Catat : berat hati.
Saat Dosen sudah masuk, Dosen gak akan langsung ngomong. Beliau memilih masuk dengan diam, duduk di pojokan—bisa pojok depan, pojok belakang—dan hanya menatap kami dengan diam. Kadang aku mikir tanpa aba-aba seperti ini udah bisa mulai apa belum, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKA LIKU KEPERAWATAN
Science FictionKalau semua orang menatap kami perawat sebelah mata dan tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan Kedokteran, itu bukan jadi masalah buat kami. Karena bagi kami, kami sederajat. Sama-sama menempuh program Sarjana dan sama-sama di tingkat profesi. I...