3- Kecewa

1.5K 53 0
                                    

Chapter 3 : Kecewa

**

Gelap. Tidak ada cahaya matahari yang menelusup masuk melalui celah jendela kamar itu selama beberapa minggu belakangan ini. Pemiliknya sibuk meratap hingga untuk sekedar melihat dunia saja tidak bisa dilakukan. Arisha terduduk di samping ranjang sembari menelungkupkan wajahnya di antara dua lututnya. Semenjak kejadian itu, Arisha terus mengurung diri di kamar. Beruntung kuliahnya sudah melaksanakan UAS sebelum kejadian itu dan Arisha memilih pulang ke rumah orang tuanya. Semua sosial media pun ia nonaktifkan. Arisha takut, takut kejadian itu terulang kembali. Ia takut anak buah Daris menculiknya lagi.

Jika Daris tahu bagaimana Arisha sekarang, pria itu pasti girang. Bagaimana tidak, salah satu rencananya berhasil dan lambat laun semuanya pasti akan terjadi. Arisha bahkan sudah mencoba bunuh diri, pikiran buruk itu kerap kali menghantuinya, tapi Tuhan masih sayang padanya, membiarkan ia tetap menghirup udara dan menikmati dunia.

Seperti malam-malam sebelumnya, dengan kamar yang gelap dan sepi, Arisha kembali meratapi nasibnya. Kejadian itu membuatnya hancur. Raganya sakit, jiwanya hancur. Ibaratkan hidup segan, mati pun tak mau. Arisha bahkan tidak tahu bagaimana kejadian setelah itu. Bagaimana keadaan Naila dan Danifa, ia tidak tahu alias ia tak mau tahu. Tanpa perlu dibilang, Arisha tahu kalau kedua sahabatnya pasti merasakan hal yang sama. Selama beberapa minggu ini, ia tidak tahu dunia luar. Menutup diri adalah cara terbaiknya sekarang.

Tok tok tok

Bunyi ketukan kamar kembali terdengar. Bi Asih, asisten rumah tangganya selalu menyediakan makanan yang jarang sekali ia sentuh. Nafsu makannya hilang begitu saja apalagi ia sering mual mencium bau-bau makanan itu padahal makanan yang disediakan adalah makanan kesukaannya. Jika saja kejadian itu tidak ada, Arisha  pulang ke kampung halaman dengan perasaan bahagia luar biasa. Ia akan mencicip semua makanan ibunya, ia akan melakukan semuanya yang terhambat karena urusan kuliah. Ia pasti akan menggunakan waktunya dengan baik untuk menyenangkan dirinya. Namun, seberapa keras pun ia menyangkal, kejadian itu tidak akan pernah hilang. Nyatanya semuanya telah terjadi. Semuanya berubah: hanya karena orang yang tidak ia kenal dengan baik. Daris sialan!

"Bibi, sudah masakin tumis kentang hati kesukaan, Mba Risha. Dimakan ya," ujar Bi Asih menatap punggung anak majikannya yang masih betah di posisinya. Tidak ada jawaban, Bi Asih menghela nafas lalu keluar kamar.

"Masih gak mau makan, bi?" Tanya Erna, mama Arisha yang menunggu di luar kamar. Bi Asih menggeleng. "Belum, Bu." Erna menghela nafas lelah. Ia bingung melihat anaknya yang menutup diri semenjak pulang.  Tidak mau menyentuh makanan bahkan seringkali Erna melihat anaknya menangis.

"Itu apa, Bu?" Tanya Bi Asih melihat kantong putih berlogo apotik. Erna mengangkat kantong itu di depan wajahnya. Semoga saja kecurigaannya tidak benar...

Erna tidak menjawab dan memilih masuk. Membiarkan pertanyaan Bi Asih menggantung. Tak ambil pusing, Bi Asih pun kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Piring kotor yang menumpuk, huft.

"Risha.." panggil Erna pelan.

"Risha..." panggil Erna lagi. Arisha tersentak ketika ada yang memegang tangannya. Badannya kembali bergetar.

"Kamu sudah makan?" Tanya Erna sedih melihat anaknya yang lebih kurus. Saat Arisha pulang ke rumahnya, Erna bingung melihat Risha yang tidak bersemangat. Anaknya lebih suka melamun dan lebih pendiam. Yang lebih memprihatinkan, penampilan anaknya berantakan. Tidak keluar kamar, tidak berinteraksi, dan memilih mengurung dirinya. Tentu saja Erna cemas dengan keadaan anak tunggalnya.

Arisha tidak menjawab. Ia menatap kosong ke depan membuat Erna kembali menyadarkan anaknya. "Ris.."

"Ya?" Tanya Risha linglung. Keseringan menangis membuat suaranya lebih serak dan kadang-kadang hilang.

Wedding GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang