«Worries?»

1.1K 208 22
                                    

Happy reading!











Pernah mendengar tentang air dan alkohol?
Kedua senyawa yang hampir tidak bisa di bedakan. Terlihat jernih dan polos.
Namun sangat berbeda.

Air yang tawar, jernih dan tidak bernoda serta aman. Alkohol yang tawar, jernih, namun menyakitkan saat dirinya bersemayam pada lidah.

Saat air dan alkohol itu bersatu, campuran senyawa tersebut akan membuahkan reaksi yang hampir tidak masuk akal.
Campuran kedua senyawa cair tersebut akan menyusut, dan volumenya akan berkurang.

Bagi Seokjin, ia adalah air dan alkohol adalah ketakutannya.
Air yang tenang, melambangkan kehidupannya yang jernih dan aman; tapi tidak setelah alkohol itu datang.

Seolah sebuah ketakutan yang tak terlihat, bercampur di dalam kehidupan indahnya.
Ketakutan tersebut semakin masuk kedalam jiwanya, membuat kehidupannya begitu sesak.

Ketakutan itu memang tidak terlihat, dan Seokjin bersyukur atas fakta tersebut. Dengan begitu lingkungannya tidak akan mengetahui eksistensi dari ketakutan tersebut.
Namun dari dalam lubuk hatinya, Seokjin berharap bahwa ia bisa memusnahkan ketakutan yang merangkap jiwanya.

Lalu bagaimana cara memisahkan kedua senyawa tersebut?

Mendidihnya.

Kedua senyawa tersebut harus di didihkan pada suhu tertentu, melewati proses yang ekstrim hanya untuk terpisah dari ketakutan yang sejujurnya jauh lebih kecil dari apa yang dibayangkan. Dengan begitu alkohol tersebut akan menjadi uap terlebih dahulu, sebelum sang air berubah menjadi uap panas.

Alkohol yang memilik titik didih lebih rendah dari air tersebut, entah mengapa terlihat lebih mendominasikan jiwa- jiwa manusia.

Seokjin tidak bodoh.
Ia mencoba untuk menghilangkan ketakutannya demi dirinya sendiri.
Namun... Bagaimana kalau Seokjin bahkan belum sampai pada titiknya? Bagaimana kalau Seokjin bahkan sudah tidak tahan terhadap api yang membakar dirinya sendiri?

Dan saat dirinya kembali menjadi persona yang dingin, bisakah ia bertahan sekali lagi untuk api yang lebih besar?























Seokjin mencengkram ujung sweaternya dengan erat. Urat-urat nadi di sekitar lengannya tiba-tiba saja bermunculan.
"Seokjin sudah sampai? " sebuah suara membuat Seokjin terbangun dari perasaannya.

Namjoon yang tengah berdiri di belakang pria itu.

Seokjin menarik napas kemudian menunduk sejenak, setelahnya mengambil langkah melewati pria di depannya, menuju Namjoon.
"Sudahkan? Aku pergi ya. " Seokjin mengucapkannya dengan nada bersahabat berserta senyuman lembut sembari memberikan flashdisk yang ia genggam kepada Namjoon.

Belum sempat ia berbalik, suara petir dan hujan deras menyambar indera pendengarnya, membuatnya memejamkan matanya sejenak.
"Hyung, kau harus tinggal di sini, aku tidak mau kau demam lagi. Kau akan merepotkan." ucap Namjoon menarik Seokjin.
Tentu saja Namjoon akan menghalanginya.

"Hoseok, kau masih di sini?" tanya Namjoon menoleh kepada Hoseok yang masih terpaku. "Yah... Hujan, aku tidak bisa membeli kopi. " Hoseok tersenyum menghadap  Namjoon, kemudian melirik Seokjin.

"Mau bahas tentang projek lagi? Kalian berdua masuk saja, aku akan segera kembali setelah memberi flashdisk ini,  berkenalan lah. " usul Namjoon sebelum berjalan tergesa-gesa, meninggalkan keduanya tanpa perasaan curiga.

Hoseok dengan segera mengalihkan pandangannya menuju Seokjin yang sedari tadi menatapnya.
"Jangan-" cegah Hoseok saat melihat Seokjin hendak melangkah menjauh.
"Jangan pergi... Kau dengar kata Namjoon, hyung.. Kita tunggu di dalam saja. " Hoseok kemudian memasuki ruang kerja milik Namjoon.

Important Role Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang