***
Happy Reading...
***
Tiga minggu berlalu, Rose memandangi ponselnya dengan sedih. Daniel tak ada menghubunginya lagi sejak saat itu. Ia berharap Daniel datang dan menemui orangtuanya setelah kejadian itu. Tapi ternyata tak ada hasil sama sekali.
Rose hanya dapat mendesah lelah. Apa Daniel benar-benar rela melepaskannya? Tidak seperti dirinya yang tak bisa melupakan pemuda itu. Tidak rela di lepaskan. Hanya saja, ia tak dapat melakukan apapun. Disini, ia yang di lepaskan. Jika Daniel tak ingin mempertahankannya, maka tak ada alasan baginya untuk bertahan.
Ketukan dipintu kamar, menyadarkan lamunan panjangnya. "Rose."
"Iya Mom."
Minyoung memasuki kamar Rose. Lalu ia menghampiri gadis itu dan duduk disampingnya. "Memikirkan Daniel lagi?."
Rose menunduk.
Minyoung membelai helaian rambut puteri semata wayangnya. "Mau menemuinya?."
Rose mengangguk. Namun beberapa detik kemudian menggeleng.
"Kenapa?."
Rose menatap Minyoung sedih. "Seharusnya dia yang menemui Rose Mom. Menemui kalian juga. Bukan seperti ini." ia mendesah lelah. "Aku dicampakkan."
Minyoung membawa Rose dalam pelukannya. Ia membelai lembut punggung puterinya. "Tidak sayang. Kau tidak dicampakkan." setelah itu ia mengurai pelukannya.
"Sekarang keluarlah, ganti pakaianmu. Daniel datang."
Rose menatap Minyoung tanpa berkedip. "Daniel? Kang Daniel Mom?."
Minyoung mengangguk sambil tersenyum. "Temui dia. Gunakan waktu kalian dengan baik."
***
Daniel membasahi bibirnya gugup. Kedua tangannya bertautan erat. Sangat pucat dan dingin. Bahkan kakinya tak bisa diam, pandangannya pun belum fokus. Menandakan puncak gugup melanda pada dirinya.
Butuh waktu lama bagi Daniel untuk sampai dihari ini. Pertama menyiapkan mental, kedua mempersiapkan diri dan juga mempersiapkan perkataan yang akan ia sampaikan. Ia ingin mempersiapkan semuanya dengan matang. Bagaimanapun ia harus menghadapi semuanya seperti lelaki sejati. Bukan pecundang seperti yang selalu adiknya katakan.
Sejujurnya, Daniel masih berharap ini tidak terlambat. Seperti ucapan sahabatnya. Selama Rose belum sampai di altar, ini tidak terlambat. Bahkan kalau Rose sampai dialtarpun, jika janji sehidup semati belum terucapkan. Maka baginya itu belum terlambat. Sayangnya, ini baginya saja. Bagaimana menurut Rose? Bagaimana orangtua Rose?.
Langkah kaki perlahan mendekatinya. Daniel mengangkat wajahnya perlahan. Rose turun dengan menggunakan dress panjang tanpa lengan berwarna coklat. Dia tampak berbeda. Daniel tersenyum.
Apakah ini yang disebut sesuatu yang telah menjadi milik seseorang akan tampak lebih indah?.
Jika iya, maka itu benar-benar terjadi padanya. Rose tampak indah dengan balutan dress itu. Jangan lupakan pula rambut panjang yang kini berwarna coklat terurai sangat indah.
"Rose...." ujar Daniel dengan masih mempertahankan senyumannya.
Rose membalas senyuman Daniel. Ia duduk di sofa tepat dihadapan pemuda itu.
Daniel menatap Rose intens, seolah jika ia berpaling sedikit saja. Maka Rose akan menghilang. Ia melihat tangan Rose juga saling bertautan. Gadis itu juga sepertinya sangat gugup.
"Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?." tanya Rose.
Daniel tak menjawab. Ia masih terus memandangi gadis itu dalam diam. Membuat Rose pun memutuskan untuk diam saja. Menatap Daniel. Pemuda itu, tampak lebih kurus dari yang terkhir ia lihat. Pipinya bahkan sangat tirus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Life [Complete]
Fanfiction[Status Lengkap: untuk itu saya berharap kalian sudi memberikan vote disetiap part sebagai bentuk menghargai jerih payah saya dalam menulis] *** Hanya sepenggal kehidupan cinta seorang pemuda bernama Daniel dan seorang gadis bernama Rose. *** Title...