0.2

15.2K 3.6K 497
                                    

Bae Jinyoung, namanya.



Ia tinggal di kawasan distrik keenam perbukitan Advena. Dia hidup bersama ibu dan kakak perempuannya, sebelum akhirnya suatu pagi pemuda itu tersadar dan tak menemukan mereka dimanapun.



Bukan hanya mereka yang menghilang, melainkan hampir seluruh penduduk kawasan distrik enam. Tak ada lagi sapaan hangat di pagi hari ketika Jinyoung keluar rumah untuk sekedar menghirup udara segar, atau saat ia lari pagi.



Semuanya lenyap tak berbekas, sama sepertu halnya matahari yang merupakan pusat tata surya yang entah bagaimana caranya tak lagi bersinar terang di langit.



Butuh waktu satu hari penuh untuk Jinyoung menyusuri tiap inchi kediamannya, dibantu dengan penerangan minim lewat ponsel dengan daya yang tinggal separuh lagi.



Golongan darahnya B, jadi insting bertahan hidupnya tinggi. Begitulah yang dikatakan dalam buku.



Ya, pemuda itu mengumpulkan bahan makanan yang tersisa di ruang tengah. Semua lampu padam, hanya televisi yang menyala entah bagaimana caranya.



Anehnya televisi itu hanya menampilkan tayangan yang sama secara berulang ulang. Diliput oleh CNN bahwasannya matahari telah menghilang.



"Pembohong." ucap Jinyoung geram.



Semua kegilaan ini membuat Jinyoung tak kuasa menahan amarah. Awalnya Jinyoung kira ini hanya prank, tapi kalau dipikir pikir lagi orang gila mana yang iseng menyembunyikan matahari?



Tidak masuk akal.



Jinyoung menatap wallpaper ponselnya dengan sendu. Disana terpampang foto dirinya dengan sang kakak yang tengah tersenyum lebar.



"Kak, ada yang aneh." gumam Jinyoung sambil menatap foto sang kakak.



Tak ada jawaban. Jinyoung tahu ia sudah gila berbicara dengan ponselnya sendiri. Namun ia sudah tidak peduli lagi.



"Gak ada cahaya diluar. Mataharinya ilang."



Isakan kecil mencelos dari bibir mungil Jinyoung. Pemuda itu memeluk lututnya sendiri, "kakak sama mama kemana? Jinyoung takut."

[1] THE SUN VANISHED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang