Chapter 3

3.5K 296 56
                                    

Salah satu kenangan tak terlupakan adalah
Accident

Ryan mengantarkan Milly kembali ke kamarnya setelah makan siang. Namun, Milly dibuat terkejut karena pria itu mengikutinya masuk ke kamar.

"Apa yang kau lakukan?" salak Milly.

Ryan tak mengatakan apa pun, tapi ia menarik Milly ke tempat tidur, lalu mendudukkan Milly di sana.

"Apa-apaan ..." Kalimat Milly terhenti ketika ia merasakan nyeri di kakinya saat Ryan menyentuhnya.

"Lain kali, jika kau ingin melakukan sesuatu padaku, pastikan kau tidak terluka," ucap Ryan, masih dengan nada dinginnya.

Milly melongok ke bawah ke tempat yang tadi disentuh Ryan. Ia terkejut melihat luka gores di sana. Milly menggigit bibir tak nyaman ketika Ryan mengeluarkan plester obat dari sakunya. Dengan hati-hati, Ryan menutupkannya di luka di kaki Milly.

Saat Ryan sudah kembali berdiri dan menatapnya, Milly memalingkan wajah untuk menghindari tatapan pria itu.

"Istirahatlah," Ryan berkata. "Sore ini ada acara dengan para karyawan. Acaranya dimulai jam tiga di halaman belakang penginapan. Aku akan menjemputmu sepuluh menit sebelumnya."

Dengan itu, Ryan akhirnya meninggalkan kamar Milly.

"Apa-apaan orang itu," gumam Milly ke arah pintu kamarnya yang sudah tertutup. "Membuatku merasa tidak nyaman saja ...."

***

"Aku dan Ryan?" Milly menunjuk dirinya sendiri dan pria dingin di sebelahnya.

Sang MC mengangguk. "Jika hari ini Direktur ikut, pasti Direktur juga ikut bermain game dengan kami. Direktur sangat suka dengan permainan seperti ini," ucapnya.

Milly meringis. Jika mereka membawa-bawa ayahnya seperti ini, bagaimana ia akan mengelak? Ia melirik Ryan, berharap Ryan akan mengatakan 'tidak' untuk mereka berdua, tapi pria itu malah berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Milly. Kontan Milly melotot protes ke arah pria itu.

"Kau ke sini untuk mewakili Direktur, kan?" Ryan mengingatkan.

Milly memaki Ryan dalam hati dan akhirnya, mau tak mau, Milly berdiri juga. Ia mengabaikan uluran tangan Ryan. Sorakan dan tepuk tangan para karyawan menyambutnya. Milly hanya bisa membalas dengan senyuman canggung.

***

"Karena kita sudah telanjur ikut seperti ini, kuingatkan kau, aku tidak terima jika kita kalah," desis Milly penuh peringatan.

"Kalau begitu, kau harus berusaha keras," balas Ryan.

Milly mendengus. Tentu saja, apa yang ia harapkan dari pria dingin ini?

"Kalian harus menebak benda apa yang akan diberikan pada kalian. Benda ini akan diletakkan di antara wajah kalian dan kalian bisa mencium baunya, merasakan bentuknya, bahkan rasanya, untuk tahu bendanya. Jika kalian membuka mata, maka kalian didiskualifikasi dan mendapat hukuman. Yang mendapat poin terbanyak akan mendapat hadiah langsung dari Direktur, seperti biasa, amplop bonus," terang pembawa acaranya, disambut sorakan meriah para karyawan.

"Dan yang mendapat poin paling sedikit akan mendapat hukuman," tambah MC-nya.

Milly menoleh ke arah Ryan. "Aku tahu kau juga tidak terlalu berambisi untuk menang, tapi setidaknya jangan sampai kalah. Aku benci hukuman."

Milly bahkan tak sedikit pun terkejut ketika Ryan mengabaikannya.

Saat permainan akan dimulai, para peserta diminta menutup mata dan saling mendekatkan kepala dengan rekan di sebelahnya. Meski enggan, Milly terpaksa melakukan itu; mendekatkan kepalanya ke arah Ryan.

Meraih Cintamu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang