Ketika kau tak bisa mengatakannya
Melodi bisa menyampaikannya
Milly baru selesai mandi dan menunggu Ryan di ruang tengah. Milly duduk di depan piano yang ada di villa itu dan mulai memainkan melodi yang sedang dipelajarinya untuk membunuh sepi. Namun baru sebentar, Milly justru merasa bosan. Menyerah memainkan melodi, kini ia menekan tuts-tuts itu sembarangan seraya menatap sekeliling ruangan.
Villa ini cukup besar, dengan empat kamar dengan kamar mandi di dalam masing-masing kamar, ruang tamu, ruang tengah, ruang makan dan dapur. Di ruang tengah ini ada televisi, piano dan bahkan, gitar.
Ketika Milly tiba di villa ini, ia tidak benar-benar memperhatikan villa ini. Sekarang setelah dipikir-pikir, villa ini memang cocok untuknya. Om Danu memang sangat tahu selera Milly.
Milly melirik jam yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat. Namun, kenapa Ryan belum juga keluar? Apa ia sudah tidur? Tidak mungkin. Jika Ryan sudah tidur, lalu Milly bagaimana?
Panik, Milly memutuskan untuk pergi ke kamar Ryan yang ada di sebelah kamarnya. Milly mengetuk pintu kamar Ryan beberapa kali, tapi tidak ada jawaban.
"Apa dia benar-benar sudah tidur?" gumam Milly cemas. "Lalu, aku bagaimana? Ugh ... manusia es itu ...."
Tak ingin menyerah, Milly membuka pintu yang untungnya tidak dikunci. Ia mengangkat alis heran ketika kamar Ryan kosong. Namun kemudian, ia mendengar suara shower dari kamar mandi. Itu berarti Ryan masih mandi.
"Kenapa dia baru mandi? Atau jangan-jangan, dia memang mandi lebih lama dariku?" Milly mendengus geli. "Manusia es itu ... ternyata dia memperhatikan penampilan juga."
Milly lantas memutuskan untuk menunggu Ryan di kamar itu saja. Di luar sana sendiri rasanya terlalu sepi. Milly melompat di atas tempat tidur Ryan, berbaring di sana. Ia mendesah pelan ketika menatap langit-langit kamar itu.
Seharian ini, ia menghabiskan waktu dengan Ryan. Ryan benar-benar mengajaknya berjalan-jalan. Mereka tadi juga pergi ke taman yang berisi berbagai macam bunga. Di sana, Milly mellihat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang sangat indah. Mereka juga berkuda bersama, bahkan tadi Milly menaiki kudanya sendiri.
Sebuah senyum terukir di wajah Milly sementara gadis itu mengenang hari yang baru saja dilaluinya bersama Ryan. Hari ini tadi, Ryan memang tampak berbeda. Saat pertama kali Milly bertemu dengannya di bus hari itu, ia benar-benar bagaikan patung es tak tersentuh. Namun hari ini tadi, Milly sadar. Apa pun yang Ryan lakukan, itu adalah untuk melindungi Milly.
Milly memejamkan mata, merentangkan tangannya. Kening Milly berkerut ketika ujung tangannya menyentuh sesuatu; kertas? Milly membuka mata dan menoleh. Kerutan di keningnya semakin dalam ketika melihat amplop di sisi tempat tidur itu, setengah terselip di bawah bantal.
Perlahan ia beranjak duduk. Penasaran, diambilnya amplop cokelat itu. Milly bersenandung pelan seraya melongok ke dalam amplop itu.
"Apa ini?" gumam Milly seraya merogoh ke dalam amplop itu. Dan apa yang kemudian ada di tangannya benar-benar membuatnya tak sanggup berkata-kata.
Puluhan lembar foto ada di dalam amplop itu. Di lembaran foto-foto itu ada dirinya dan Ryan. Saat mereka di sungai tadi. Masalahnya ... kenapa foto-foto ini ada di tangan Ryan?
Pikiran buruk seketika melintas di benak Milly, tapi ia segera menepisnya. Tidak mungkin Ryan melakukan ini. Untuk apa ia melakukan ini? Mengacaukan karir Milly? Ryan tidak mungkin melakukan ini, kan? Ia tidak mungkin ...
"Apa yang kau lakukan di sini?" Suara itu membuat Milly menoleh.
Ryan yang baru saja keluar dari kamar mandi, menatap Milly keheranan, lalu tatapannya turun ke foto-foto di tangan Milly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Cintamu (End)
RomanceBagi Milly, impian adalah segalanya. Ketika berjuang demi impiannya, ia melepaskan pria yang dicintainya. Setelah lima tahun, semua itu terbayar lunas dengan kesuksesannya. Meski begitu, masa lalu Milly merupakan mimpi buruk yang masih membuatnya...