Seperti biasa, kalau sudah hampir memasuki jam delapan malam kaya gini, tempat ini perlahan menjadi semakin penuh. Dua tahun gue kerja di sini, gue sudah cukup hapal sama beberapa pelanggan yang biasanya menclok di jam-jam segini. Kebanyakan sih cowok paruh baya atau kisaran di atas umur 25, dandanan agak necis, rambutnya diolesin pomade banyak banget sampe nginclong kaya ubin mushola, terus datang ke sini ya buat cari cewek-cewek buat diajak hangout dan nggak jauh akan berakhir di kamarnya masing-masing.
Gak jarang juga ada tante-tante menor yang kalau duduk selalu ngambil meja paling pojok sambil nyender di tembok. Senengnya di pojokan, mirip kaya botol dukun.
"Mas Ian, pesenan meja 5 udah?" Tiba-tiba seorang gadis mungil mengagetkan gue yang dari tadi lagi ngelamun sambil terus ngelapin gelas yang sebenernya sudah kinclong ini.
"Oh, udah kok udah." Gue langsung mengambil tatakan gelas warna hijau di bawah rak kayu lalu sekalian menaruh gelas di atasnya. "Nih bawa gih." Lanjut gue.
"Oke oce, mas Ian.." Tukasnya seraya menyambar gelas yang gue suguhi tadi.
"Eh, Jes!" Belum jauh dia pergi, gue langsung memanggilnya lagi.
Dia nengok, menaikan dagu seperti sedang bertanya ada apa.
"Kalau dah nganterin yang itu, tolong botol di kulkas refill sekalian ya. Udah mau abis." Teriak gue.
Dia tidak menjawab dan hanya mengangguk saja sebelum kemudian berbalik dan pergi ke meja nomer lima.
Nama dia Jessica, umurnya lebih muda empat tahun dari gue, oleh sebab itu dia memanggil gue dengan panggilan 'mas'. Dia sebenernya masih SMA, tapi mau dikata apa, awalnya sih sudah gue tolak waktu mau ngelamar kerjaan di sini. Ya karena area ini juga bukan area buat bocah-bocah sejenis dia itu. Tapi waktu gue denger alasan dia kenapa mau cari kerja sambil pake drama nangis-nangisan kaya kang ojek kecolok krikil waktu naik motor, akhirnya gue luluh juga.
Syarat gue sama dia dulu cuma satu, kalau ada PR ya harus dikerjain meski lagi kerja juga. Dan dia setuju waktu gue kasih syarat begono. Alhasil nggak jarang tuh anak menclok di meja kayu depan gue sambil ngerjain PR matematika. Sesekali sering digodain sama pelanggan gara-gara ngerjain PR di tempat kaya begini, atau kalau lagi beruntung, suka ada pelanggan orang kantoran yang dateng buat bantuin dia ngerjain PR matematika.
Yah, meski awalnya ragu, tapi kayaknya keputusan gue buat nerima dia kerja di sini ternyata nggak sepenuhnya salah. Dia sekarang jadi anak bawang di tempat ini, dan pelanggan gue juga banyak yang seneng sama tuh bocah lantaran selain orangnya supel, ya karena dia bocah. Gampang digodain.
"Mas Ian, botol-botol udah beres yak." Kata Jessica sambil ngelap-ngelapin tangannya ke apron yang dia pake.
"Ada PR nggak lu hari ini?"
Dia geleng-geleng.
"Ulangan kemarin gimana?" Tanya gue lagi
"Bisa dong!"
"Remed nggak tapinya?"
"Iya."
"..."
Dia cuma cengengesan aja.
"Oh iya mas Ian," Jessica menarik kursi dan duduk di hadapan gue yang daritadi masih aja ngelap-ngelapin gelas.
"Paan?"
"Itu gelas mau sampai kapan dielap begitu? Makin tipis entar." Tukasnya iseng.
"Bawel lu kaya ibu kos."
"Hehehehe.."
"Napa lu cengar-cengir? Jangan gitu ah, takut gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Why I Need You
Non-FictionCerita tentang cowok yang tinggal di kostan cewek. Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja. Cerita ini cocok untuk semua umur. Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin. Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal pen...