Chandelier

44.5K 1.5K 212
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang sudah memasuki jam 10 malam dan cewek itu datang lagi. Cewek yang sampai sekarang gue masih nggak tahu namanya siapa. Padahal dulu gue sempat liat KTP-nya tapi ya emang nggak niat buat tau namanya sih jadi nggak gue inget. Alhasil sampai sekarang gue memanggil dia dengan panggilan mbak Adele.

Gue mendatangi cewek itu yang sekarang lagi duduk di tempat yang sama dan sedang fokus membaca menu-menu minuman yang terpampang di ukiran kayu di atas rak-rak gelas. Gue berdiri tidak jauh dari hadapannya, karena gue sendiri nggak mau menghalangi pandangan dia yang lagi melihat ke arah menu. Pun gue nggak mau dia ngeliat muka gue. Sebisa mungkin gue nggak boleh berinteraksi sama cewek ini.

Gue diam sambil masih gosok-gosok gelas yang udah nginclong kaya muka pemeran iklan detergen. Hampir dua menit gue berdiri, ini cewek masih aja ngeliat ke arah menu. Apa dia nggak bisa baca ya? Ya Robb kasian amat cantik-cantik buta huruf. Akhirnya karena nggak pesan-pesan, gue mulai ngelangkah pergi menjauh kembali ke tempat pertama gue nyetel lagu barusan. Eh tapi belum juga beberapa langkah, tiba-tiba doi angkat bicara.

"Cappucino." Ujarnya sedikit keras.

Mendadak langkah gue terhenti. Lah, nih cewek bisa bunyi toh?! Gue kira dia bakal diem aja, eh ternyata bisa bunyi juga kaya gimbot. Tanpa pikir panjang gue langsung moonwalk ke belakang menghampiri dia lagi mirip kaya Michael Jackson.

"Satu aja?" Tanya gue.

Dia menurunkan pandangannya dari menu itu lalu melirik ke arah gue. Dan gue langsung mengalihkan tatapan gue ke mesin kopi.

"Iya." Jawabnya singkat yang lalu mengeluarkan sebuah notebook dengan cover khas anak kedokteran. Ada gambar-gambar tengkoraknya gitu.

Tanpa banyak omong, gue langsung membuatkan kopi mainstream pesanan cewek di kedai kopi mana pun itu. Gue tambahin sedikit bubuk karamel di atasnya, lalu mengelap bibir gelas dengan kain kasa bersih.

"Silakan." Kata gue seraya menaruh gelas kopi itu di sebelahnya.

Dia tidak menjawab, mengucapkan terima kasih saja tidak. Dia masih asik menulis sambil menggambar bentuk-bentuk organ yang entah apa itu di bukunya. Bagus deh, gue jadi nggak perlu banyak ngobrol sama ini orang. Tanpa pikir panjang, gue kembali ke arah komputer toko lalu ngescroll ITunes sambil mencari satu lagu yang cocok kayaknya buat diputar malam-malam begini.

"Ah, ini nih pas. One Two Three Drink, One Two Three Drink.." Gumam gue sambil memainkan lagu dari Sia – Chandelier.

****

"Mas Ian, udah jam setengah dua nih." Ujar Jessica yang baru keluar dari area cuci piring.

Gue melihat jam tangan gue, "Oh iya, gue lupa. Last Call dong Jes." Seru gue. Dan Jessica langsung mengacungkan jempol tanda mengiyakan.

Dengan sigap, tubuh kecil Jessica loncat dari satu meja ke meja yang lain untuk mengatakan bahwa sekarang sudah last order. Beberapa pelanggan ada yang langsung membayar, ada juga yang langsung pergi begitu saja karena sudah bayar duluan sebelumnya. Dari jauh, gue melihat Jessica menghampiri cewek di ujung meja bar ini. Dan anehnya, kali ini mereka terlihat ngobrol sebentar sebelum kemudian cewek itu menaruh uangnya di atas meja lalu membereskan peralatan tulis menulisnya dan pergi ke luar toko begitu saja.

This Is Why I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang