Perpisahan adalah abadi.
🐝🐝🐝
Kelam. Ia menatap keluar. Hanya jejak bunga air merebak mekar di jendela pesawat yang membulat di ujung-ujungnya. Seperti hendak mencoba basahi relung hatinya yang mendadak tandus.
Pergi. Ia meninggalkan dia. Atau di lain waktu, dia yang meninggalkannya. Harus ada perpisahan untuk mereka.
Jarak. Ruang sela yang membatasi fisik mereka tidak dapat disanggah. Ia dan Megantara memang hidup berbeda kota. Lalu bagaimana? Mereka hanya bisa mengusahakan pertemuan di sela-sela cuti yang sedikit, berbalas surat elektronik, berkirim puisi maupun menatap langit dan berharap bintang atau hujan menyampaikan kerinduan yang mendalam.
Kata orang, Long Distance Relationship adalah hubungan yang menyakitkan. Dulunya ia tidak percaya, sampai ia tergulung dalam pusaran yang sama. Ternyata LDR bukan hanya sakit, LDR juga pelik. Ia tersenyum kecut.
Berulangkali ia mencoba mengisi paru-parunya dengan udara, berulangkali juga sesak yang datang menghimpit organ pernafasannya itu. Tidak ada jalan keluar untuk hubungan mereka, sukar untuk menemukan titik temu. Makassar dan Medan bukan jarak yang dekat. Apalagi semenjak rute penerbangan langsung kedua kota itu ditutup oleh maskapai nomor satu di Indonesia, jeda antar mereka menjadi terasa sangat jauh.
Pesawat sudah mendarat sempurna di pacuan yang basah disiram hujan.
Kembali. Balik ke keadaan semua. Jauh dari Megantara. Lelaki luar biasa yang sangat dicintainya.
Perlahan ia bangkit setelah pesawat mulai lengang. Badannya melangkah gontai sedangkan jiwanya entah di mana. Ia hanya mengikuti kaki kemana pergi. Turun dari pesawat melewati garbarata, masuk ke terminal kedatangan, menunggu bagasi datang dan mendorong kopernya. Menuju ke tempat bertuliskan Stasiun Kereta Api Bandara yang ada di seberang terminal kedatangan tersebut, Kualanamu Internasional Airport.
Raganya ada namun jiwanya mati. Ada yang hilang. Secepat itu saja ia merasa kehilangan Megantara. Matanya terasa memanas di kereta yang terasa sangat lapang dan sejuk. Kenangan antara ia dan Megantara sudah terpatri dan sulit dihapus kembali. Tapi, ia menyerah. Ia mengaku kalah.
🐝🐝🐝
Namanya Megantara. Aku menyingkatnya menjadi Meg, bukan Megan seperti teman-teman lain memanggilnya. Selain karena lebih singkat, panggilan Meg kurasa lebih oke untuknya.
Lagipula kenapa harus Megan? Memangnya pacarku Meganthropus Paleojavanicus apa? Maaf, dia bukan fosil. Walaupun sama antiknya.
Meg memang bukan orang yang sempurna. Saking tidak sempurnanya dia, aku bahkan tidak menyadari bahwa dulu dia adalah kakak kelasku di SMA. Sama halnya dengan dia, dia juga tidak menyadari keberadaanku di sekolah. Padahal sekolah kami sekolah favorit, SMA Negeri nomor satu di Jakarta.
Kami sama-sama siswa biasa. Meg bukan anak OSIS yang terkenal sekaligus Kapten Basket di jamannya seperti Adji. Dia juga bukan Kepala Suku yang memiliki banyak antek-antek seperti Adit. Juga bukan seperti Renard, seorang murid pindahan yang tampan, pintar dan memukau banyak pihak, ehm- termasuk aku dulunya.
Meg hanyalah lelaki biasa. Saking biasanya aku sampai tidak tahu, di sudut sekolah mana ia bersembunyi dan kenapa aku baru menyadari memiliki kakak kelas seperti dia disaat sudah tamat SMA beberapa tahun lamanya. HAHAHA. Dasar sok asik!
🐝🐝🐝
Bening berdesah pelan. Memandangi ulir hujan yang terlukis di jendela kereta apinya.
Membuka email dan mengetikkan pesan kepada Megantara.
To : Megantara@xmail.com
From : Bening_Embun@xmail.comDear, Pria Hujan
Di perjalanan menuju pulang, aku tidak henti-hentinya membujuk langit agar tidak muram. Namun, hujan pun tetap berairmata.
Sesungguhnya perpisahan adalah abadi, kita yang tidak pernah ambil peduli.
Sekarang, biarlah aku kembali, menyusun ulang pecahan hati, mengais takdirku sendiri.
Setiap kita akan berpisah, semua beralur seperti itu. Harusnya tak perlu ragu.
Atau aku yang membahasakan sedemikian sendu? Entahlah.
Mungkin ada pertemuan baru setelah perpisahan, ataukah sebaliknya, ada perpisahan dari setiap pertemuan.
Sejatinya aku tidak lagi dapat membedakan. Seperti langit kali ini yang tidak dapat kuterka warnanya, entah biru entah kelabu. Seperti bertanya, antara telur dan ayam manakah yang lebih dulu.
Ketika pesawat membawa aku kembali, aku sudah memutuskan;
"Untuk mencintaimu dari tepi, dari garis yang kubatas sendiri."
Dan hanya aku yang tahu, bahwa setiap laut dan hujan akan kembali ke satu hulu, yaitu kamu.
Oleh, Pecinta Hujan.
Bee.
🐝🐝🐝
Salam kenal dari Megantara dan Bening Embun. 👫
Mereka dulu di SMA Negeri 1 Pancaroba juga gais. Tapi gak tenar kayak Naraya, Gesna, Ajeng, Adji, Adit, Renard dkk.
Namanya juga #ordinaryguy 😂
Yang kangen sama SMA Negeri 1 Pancaroba boleh baca ini. Siapa tau ketemu jagoan-jagoannya.
Gimana, gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Meg and Bee (Pending)
Short StoryMegantara dan Bening Embun, sepasang kekasih yang menobatkan diri sebagai Pria Hujan dan Nona Pecinta Hujan. Harus menjalani hubungan terpisah jarak antara Medan dan Makassar. Hanya menukar kabar melalui surat elektronik, hujan dan penggalan puisi-p...