Dan rindu yang aku tahan akan berujung di satu titik, dirimu.
🐝🐝🐝
Megantara melemaskan badannya yang kaku. Ia baru selesai mandi pukul dua belas malam, Waktu Indonesia Bagian Tengah. Rambutnya masih basah ketika ia menyugar ke belakang.
Sembari menyesap kopi hitam, ia meraih laptop dan memeriksa surat-surat juga informasi yang masuk. Salah satunya adalah surat dari perempuannya. Ia membuka surat itu pertama kali dengan maksud akan menjadi penyemangatnya untuk membalas surat yang lain. Surat lainnya berupa permintaan informasi juga laporan-laporan.
Sayangnya bukan menjadi penyemangat, surat elektronik itu memperkeruh keadaan.
Mencintai dari tepi? Dari garis yang dibatasnya sendiri?
Maksudnya?!
Ia gusar. Perasaannya tidak nyaman, berulangkali ia telpon perempuan itu namun tidak diangkat.
Oh iya. Di Medan sudah jam sebelas malam. Sudah tidurkah dia?
Megantara berusaha menghubungi Bening namun lagi-lagi tidak ada jawaban. Apa maksudnya? Apa perempuannya memang menginginkan perpisahan? Semudah itukah ia mengucapkannya?
Ia meneguk kembali kopi hitamnya yang terasa makin pahit setelah membaca tulisan perempuan itu. Apakah perempuan itu sudah menemukan seseorang lain yang lebih baik? Lantas menginginkan berpisah. Tapi sayangnya, ia tidak bisa.
Kedua tangannya sudah terkepal sempurna di atas meja berpenerangan minim. Ia memijit dahinya, semua terasa berbelit. Kusut dan sulit, melilit bagaikan kumparan benang yang semrawut.
Kenapa perempuan suka sekali membuat semuanya menjadi rumit? Perempuan adalah makhluk paling susah ditebak sejagat raya!
Bukankah kemarin perempuan itu berkata bahwa seluruh perasaan yang ada di antara mereka terasa sama? Lalu kenapa minta berpisah? Semudah itu saja ia menyerah?
Malam semakin larut. Pikirannya semakin carut marut. Sayangnya tidak ada jawaban yang diterima. Angin juga tidak menyampaikan satu kalimat pun kepadanya.
Baiklah, jika maunya begitu.
Tidak ada gunanya menahan kepergian orang yang hatinya sudah tidak di sini kan? Mungkin ia yang harus belajar melupakan.
To : Bening_Embun@xmail.com
From : Megantara@xmail.comKepada Pecinta Hujan,
Ada kata yang hanya bisa diam, bersembunyi di balik awan yang kau tatap. Karena jumpa adalah pisah yang selalu kita tunda, mungkin saat kita sudah tak bisa menyeka air mata yang jatuh.
Tak peduli ada pisah, tak peduli ada jumpa. Kita bersama, sambil mengingat eratnya genggaman yang semakin melemah.
Ada cinta, yang kita pahami dengan sedikit keegoisan, dan kau rindu yang tak bisa kupuaskan.
Kau akan kutunggu, di sebuah senja dimana kita pernah duduk dan menikmati sapaan matahari dan hujan gerimis disaat bersamaan, di sebuah pantai yang rindu hadirmu.
"Untuk cinta yang tak pernah habis, karena setiap pelukan tak pernah puas melepas rindu"
Dan rindu yang aku tahan akan berujung di satu titik, dirimu.
Yang tak bi(a)sa melupakanmu,
[PH]
KAMU SEDANG MEMBACA
Meg and Bee (Pending)
Short StoryMegantara dan Bening Embun, sepasang kekasih yang menobatkan diri sebagai Pria Hujan dan Nona Pecinta Hujan. Harus menjalani hubungan terpisah jarak antara Medan dan Makassar. Hanya menukar kabar melalui surat elektronik, hujan dan penggalan puisi-p...