10│Offer

80 13 19
                                    

Aku membuka pintu kostku, berusaha mengabaikan tatapan penasaran Jungkook, abangku, sambil berkata dengan pelan, "Aku pulang."

Begitulah aku setelah selesai hagwon, tepat setelah Jungkook pulang kerja dan menonton televisi.

"Jinnie?" tanyanya, sambil menoleh padaku. "Kau sudah pulang?"

"Aku masih belum menemukan pekerjaan baru." Aku berusaha tersenyum, yang mestinya kelihatan gagal dan menyedihkan karena Jungkook langsung bertanya lagi.

"Dapat tidak?" tanyanya.

Tapi, sebelum aku menjawab dan pergi untuk mandi, Jungkook bergegas menghampiriku, kata-katanya keluar dengan cepat sehingga aku bisa melihat potensi rapper dalam dirinya. "Dengar, aku menemukan pekerjaan yang bagus, Jinnie."

"Apa?" tanyaku, sambil membelalakkan mata. "Pekerjaan apa itu?"

Perasaan lega membanjiri wajahku. Lalu dia menyalakan ponselnya, mendekatkan ke depan mukaku. "Lihat, Jimin bilang pacarnya sedang mencari seorang pengasuh. Kau mungkin bisa mengajukan diri."

Perkataan Jungkook begitu cepat sampai-sampai aku tak yakin dengan apa yang barusan kudengar, tapi kurasa aku mendengar pekerjaan seorang pengasuh. Aku memandang abangku dan tampaknya dugaanku benar.

"Apa? Pengasuh?"

Begitu rupanya. Ternyata Jungkook mau aku jadi pengasuh, atau pembantu, atau pekerjaan semacam itu.

Huh, kurang ajar.

"Ya, bukannya kau pernah menjaga anak Bibi Song? Kau juga bisa mengurus rumah," katanya santai, tapi aku melipat wajahku.

"Apa tidak ada pekerjaan lain?" tanyaku, sambil merengut. "Aku kan juga harus sekolah."

Tapi Jungkook sudah pergi ke sofa dan merebahkan diri di atasnya. "Ayolah, Jinnie," katanya dengan pelan. "Sekali ini saja."

"Oke, aku akan melakukannya," kataku, dengan payahnya memaksakan diri untuk tersenyum. "Kapan aku bisa datang?"

"Besok. Dan jangan lupa untuk berpenampilan bagus agar kau dapat diterima, oke?" Jungkook menjawab tanpa melihatku dan terus menonton televisi.

Bagus. Apakah satu-satunya peluang mendapatkan pekerjaan untukku adalah menjadi pengasuh?

Aku jadi membayangkan Daniel yang menjaga anak-anaknya di halte satu jam yang lalu, cukup kesulitan. Apa pun macam anak-anak, sudah jelas mengawasi mereka lumayan susah.

Kemudian perkataaan Daniel setelah dia menyebut namaku di bis membuatku merasa tak nyaman. Aku mencoba melupakannya, tapi aku tak bisa berhenti memikirkan tatapan yang kulihat di wajahnya setelah dia menyeringai.

Itu tatapan licik dan penuh kemenangan.

Aku menepis bayangan itu dan berharap semoga aku tak pernah bertemu denganmya lagi.

Tapi jelas-jelas aku salah.

Tanpa disadari, Jungkook lah yang menarik hubungan itu kembali.

Dan aku yang menyambungkannya.

Besoknya, aku pergi ke sebuah gedung dan masuk ke ruangan gym. Jungkook bilang tempatnya di sana. Tempat itu benar-benar dipenuhi alat-alat olahraga. Setelah mendengar bahwa yang membutuhkan seorang pengasuh adalah pria, aku berharap kalau orang itu baik dan ramah.

Aku melihat ke sekeliling ruangan. Ada tali skipping di lantai, samsak besar yang tergantung, dinding yang ditutupi cermin, dan sebuah punching pad berwarna merah.

Aku bersama wanita-wanita lainnya yang lebih tua dariku berbaris di tengah ruangan, di depan ring kecil.

Tapi kemudian, aku melihat seorang lelaki berotot dengan handuk kecil di lehernya bersama wanita muda berambut hitam gelap dan bermata sipit.

Jantungku terasa berhenti berdetak. Aku mengenal si pria. Aku melongo melihat Daniel hanya memakai boxer dan sarung tinju berwarna merah.

Wanita muda itu tersenyum memandang kami, lalu beralih ke Daniel. "Pilih pengasuhmu, Daniel."

Ini. Tidak. Mungkin.

Ya ampun, Jeon Jungkook. Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?

Walau begitu, aku tetap memandang ke depan, memaksakan sebuah senyuman.

"Aku akan memilih―"

Ada seorang pria lagi, dan aku bisa mendengar dia berkata, "Apa kau tak berpikir kau harus menanyakan beberapa pertanyaan dulu?"

"Aku punya insting yang bagus, Minhyun," kata Daniel. "Yang di ujung, Seulgi."

Aku menahan napasku dan berharap semoga itu ujung bagian kiri.

"Kim Mijin-ssi," panggil wanita muda di sebelah Daniel.

Wanita jangkung berambut cokelat lurus yang berdiri di sebelah sana maju ke depan.

Untung saja.

Daniel mendengus dan berbisik, "Ujung yang lain, Seul."

Sekarang aku hanya melongo di tempat. Tidak. Daniel tidak mungkin memilihku.

"Jeon Yeojin-ssi," Wanita sipit itu memanggilku. "Kau dipilih."

Kemudian saat aku menoleh, Daniel tersenyum memandangku. "Kau mulai kerja besok," katanya, lalu menyeringai. "Kau juga harus pindah ke kamar khusus di sebelah apartemenku."

Sebelum aku bisa bertanya apa maksudnya, Daniel sudah melangkah pergi dari tempatnya berdiri dan menghilang di balik pintu.[]

***

King Daddy│DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang