3│Trouble

109 18 20
                                    

Daniel menatap Jean dan Dolyi dengan pandangan seakan sedang menilai sebuah sarung tinju paling mahal di dunia.

Lima belas menit duduk di sofa bersama Jean dan Dolyi sejauh ini adalah pengalaman terburuk dalam hidup lelaki itu.

Pertama, tidak ada seseorang pun yang merasa senang kalau ternyata dia memiliki anak dari hasil pernikahan yang bahkan sudah kandas delapan tahun yang lalu.

Kedua, Daniel tidak pernah memiliki pengalaman dalam mengasuh bocah.

Pertanyaan semacam "Benarkah aku punya anak?" dan "Apa karierku bakal hancur?" tentu saja muncul.

Lalu, ada lagi masalah si bayi, Dolyi. "Mmmm," begitu terus bunyinya yang lumayan panjang, sambil mengisap tangan. Lalu dia mendekut seperti suara merpati.

Yang bisa Daniel lakukan dalam situasi saat ini hanyalah berusaha tetap tenang dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Jiyeon dan aku tak pernah punya anak."

Namun, Jean menhancurkan keyakinan Daniel.

"Aku punya ini. Akte kelahiranku." Kemudian, dia menyerahkan file map dari tasnya. "Namamu ada di sana."

Tangan Daniel menyambar file map itu dengan cepat.

"Namaku? Mana mungkin," katanya sambil tertawa meremehkan. Dan dia langsung membeku dalam hitungan detik saat lanjut membaca.

Untuk sesaat, jantung Daniel seperti berhenti memompa. Ada namanya.

Kang Daniel.

Untungnya, Daniel memiliki asisten yang mungkin bisa membantunya. Daniel meneleponnya saat Jean melihat ke sekitar ruangan mewah yang dipenuhi piala-piala kejuaraan tinju
"Kita punya masalah," bisik Daniel ke ponselnya sambil sesekali melihat Jean, yang sedang mengitari ruang piala.

Asisten sekaligus sepupu Daniel, Kang Seulgi, berjalan perlahan ke dalam apartemen mewah anak pamannya. Dia menghampiri Daniel. "Museun iri isseo?" (Ada apa?)

"Tolong perbaiki ini," kata Daniel sebelum menunjukkan Jean yang memangku Dolyi di atas kursi tinggi berputar.

Seulgi berseru tertahan. "Eo! Ige mwoya?" (Apa ini?)

Dengan cepat Seulgi menyambar lengan Daniel untuk menjauh.

Seulgi menatap adik sepupunya tajam. "Tidakkah kau seharusnya memberitahuku tentang hal ini?"

Daniel mengangkat bahu dan merasa ikut panik. "Aku tak tahu. Pernikahanku dan Jiyeon bahkan tak berlangsung lebih dari setahun, dan kami, tak pernah, punya, anak."

"Apakah ada kemungkinan kalau mereka itu anakmu?" tanya Seulgi.

"Dia datang dan membawa barang-barangnya, lalu menyebutkan nama Jiyeon," kata Daniel. "Keulsse. Perceraianku dengan Jiyeon delapan tahun yang lalu sudah menjadi keputusan akhir, noona." (Entahlah)

"Wow. Kalau begitu kau bisa dipanggil Kang Daddy," goda Seulgi sarkastik.

"Shiro." Daniel sedikit menggertak. "Aku juga tidak imut."

Jean mencubit pipi Dolyi waktu Seulgi mendekatinya. Dia tersenyum lugu di hadapan wanita itu.

"Hei, siapa namamu, Sayang?" tanya Seulgi, tersenyum hingga kedua pipinya mengencang.

Jean tidak tahu apakah senyum Seulgi terlalu lebar atau karena matanya yang melotot penuh, yang pasti mengerikan.

"Jean Kim," jawab Jean pelan. "Ini adikku, Dolyi."

Seulgi memajukan wajah ke depan Jean hingga gadis itu memundurkan kepalanya. Seulgi menjentikkan jari. "Jadi, ibumu pergi ke mana?"

"Ibuku dalam perjalanan ke hutan Amazon bersama tim ilmuwan," kata Jean, membenarkan posisi memangku Dolyi. "Untuk melakukan penelitian spesies katak beracun."

"Jadi dalam perjalanan untuk melakukan penelitian, ibumu tiba-tiba memutuskan meninggalkanmu di sini?" tanya Seulgi sambil mendecakkan lidah.

Jean mengangguk dan langsung berkata, "Aku yang memintanya. Kubilang, kenapa aku dan Dolyi tak tinggal dengan ayah kami?" Sambil menelan ludah, Jean melanjutkan, "Dan dia bilang kalau ayah belum tahu tentang kami."

"Oke, jadi siapa lagi yang bisa tinggal bersamamu?" Seulgi mulai mendengus pasrah, memandang sekeliling.

"Aku tahu," kata Daniel sambil tersenyum penuh kemenangan. "Jiyeon memiliki kakak. Kalau tak salah namanya ... hmm ... Songyi, Youngbin ... Yerin!"

"Hyerin," kata Jean mengoreksi. "Bibi Hyerin sudah ... meninggal."

Daniel tadinya mengira Jean dan Dolyi akan segera keluar dari rumahnya, namun ternyata dugaannya salah.

Daniel tak pernah mengasuh anak dan tak tahu cara mengganti popok. Namun, yang jauh lebih parah adalah para wartawan mungkin akan menganggapnya telah membuang anak.

"Seulgi," panggil Daniel ke sebelah Jean. "Kami bahkan tak mirip."

Daniel tersenyum menyeringai. Dengan wajah yang sama, Jean mengikuti, sama-sama menyeringai.

Seulgi menghela napas. "Sama sekali tidak."

Daniel mendengus kecewa.[]

***

King Daddy│DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang