"Sebenarnya kamu cuma kecewa sama kegagalan yang sering kamu ungkit. Mungkin kamu nggak sadar, tapi rasa kecewamu itu bikin kamu untuk ngurung dirimu sendiri."
Justin diam mendengarkan. Ia bahkan menatap lurus ke arah Cane agar menangkap setiap kata yang terucap.
"Aku nggak kecewa. Aku kan udah bilang sebelumnya kalo aku juga udah cukup bangga dengan diriku."
Cane sudah menduga Justin tidak akan menerima perkataanya. Dia pasti menyangkal.
"Sejujurnya, aku tanya masalah pacar dan temanmu itu cuma untuk pancingan. Aku mau memastikan kalo kamu bakal ngungkit masalah gagalmu itu atau enggak, dan kamu tau jawabannya Justin."
"Mungkin kamu nggak sadar kalo sebenarnya kamu terobsesi untuk mencapai sukses di 'kegagalanmu'. Tapi jangan kawatir, hal itu sering dialami orang-orang. Cara akurat buat bangkit lagi adalah dengan menerima kegagalanmu dan mencoba lagi. Mungkin memang sulit cuma kamu juga harus terbiasa dengan kegagalan, jatuh karier, atau ditolak."
Justin masih diam. Dari raut wajahnya, ia memang sedikit terkejut dan terkadang mengalihkan pandang sebagai respon menanggapi celotehan Cane. Tanda bahwa dirinya, hati dan perasaannya meng-iyakan tuturan Cane. Dia terlalu atau sedikit terlarut dalam kegagalannya.
"Mungkin kamu kira jika dengan kegagalanmu, orang-orang, teman dan keluargamu bakal kecewa. Tapi sebenarnya enggak sama sekali. Mereka bakal mendukung apapun yang kamu lakuin. Mereka nggak akan ninggalin kamu sendiri cuma karena kamu gagal."
Kini Justin sepenuhnya mengalihkan pandangnya ke arah lantai. Kedua tangannya saling tertaut dan jarinya aktif bergerak. Justin terlihat cemas. Mungkin ia ingin menyangkal perkataan Cane tapi ia juga sadar jika itu adalah kebenarannya.
"Jadi, solusinya?"
Cane bisa mendengar suara lirih Justin yang agak bergetar. Dia pasti sedang dalam keadaan sulit untuk menerima dirinya sendiri. Ini adalah saatnya. Cane harus memberikan solusi yang terbaik. Dan kariernya akan dimulai dari sini.
"Percaya."
"Maksudmu?"
Cane memberikan senyuman terbaik. Biasanya senyuman akurat dapat mencerahkan suasana hati, walau hanya sedikit mungkin.
Lain halnya, Justin menatap Cane aneh. Orang didepannya ini, disaat dirinya sedang tidak enak perasaan dan kalut pikiran, dia malah tersenyum? Mungkinkah Justin akan menyesal karena memilih orang yang salah.
"Percaya dirimu sendiri, Justin. Kamu harus jadi dirimu sendiri, jangan sampai dirimu kalah sama bayanganmu hanya untuk jadi pribadi yang bisa diterima orang lain."
"Mungkin memang benar kalau kita harus berusaha untuk jadi yang terbaik, apalagi itu untuk kebahagiaan orang yang kita sayangi. Tapi, jangan sampai itu membuat kita mbunuh perasaan kita sendiri. Semakin perasaanmu mati, semakin mati juga kamu."
"Aku mati?"
Cane menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia binggung apakah Justin ini mengerti maksud 'mati' yang ia sampaikan atau tidak. Kalau semisal tidak, bagaimana juga ia menjelaskannya.
"Sebenarnya bukan mati secara harfiah tapi-"
"Aku tau, aku paham maksudmu. Aku juga nggak bodo-bodo amat," Justin memotong perkataan Cane yang entah Cane sendiri bingung untuk merespon apa. Tertawa namun situasinya tidak mendukung tapi jika tidak, dia memang benar-benar ingin tertawa.
"Ya, semacam itu."
Hujan masih mengguyur dan terimakasih kepada Justin yang menyuruhnya datang di sore hari sehingga saag ini sudah mencapai pukul 10 malam. Kendaraan umum yang tersisa pasti hanya sedikit, terlebih jika hujan. Kemungkinan Cane untuk pulang dengan kendaraan umum hanya 5%. Cane sempat melihat mobil teronggok didepan tadi, tapi apa perlu ia meminta tuan rumah untuk mengantarnya pulang? Bukankah itu sedikit tidak sopan.
"Ini udah selesai kan?"
"Ya, kalau kamu ngerasa udah lega artinya iya udah selesai."
Justin diam sesaat. Keningnya mengerut. Ia berpikir keras, mungkin itu untuk meyakinkan dirinya jika masalah memang sudah terselesaikan.
"Tapi jika kamu belum yakin, aku bisa bantu buat penyesuaian dirimu lagi."
"Penyesuaian?"
Cane mengangguk antusias, "Iya, kalau semisal kamu butuh bantuan buat ngembaliin dirimu yang sebenernya, mencari kepercayaan diri dan melatihnya biar nggak melampaui batas juga. Tapi itu cuma kalau kamu butuh aku aja, kalau enggak juga nggak papa aku enggak maksa kok."
Justin tertawa kecil. Sepertinya ia memang tidak salah memilih orang. Dia mengusap matanya yang berair dengan punggung tangan. Kemudian kembali ke Cane dengan senyum anehnya.
"Mau nginap di rumahku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST SELF
Romance"Saya pernah mencoba mengasingkan diri saya sendiri." "Menghapus semua akun sosial media saya, email, nomor telepon dan juga pindah ke daerah baru." Justin terus bercerita sambil menatap langit-langit ruangan. "Apa ada penyebab khusus yang mendasari...