Enjoy (^^)/
Tidak ada pilihan lain.
Ini sudah malam dan turun hujan deras. Jarak ke rumahnya juga bisa dibilang lumayan. Jika ditempuh dengan kendaraan pribadi dapat memakan waktu 1 jam, 2 jam jika memakai bus.
"Selamat malam Cane."
Untuk pertama kalinya Justin mengucap namanya. Cane beruntung karena Justin menawarinya tinggal terlebih dahulu. Terlebih dia memiliki rumah yang cukup luas dan kamar yang banyak.
"Ya, selamat malam Justin. Makasih banyak atas tumpangannya."
Justin tersenyum miring. Setelah mengantar tamunya ke kamar kosong, Justin undur diri. Suara pintu menutup menggema. Justin hanya berharap malam ini listrik tidak padam, karena akan menjadi hal yang merepotkan pastinya.
"Justin tunggu!"
Baru beberapa langkah Justin meninggalkan Cane, ia harus berhenti dan berbalik arah. Di sebrang terlihat Cane keluar dari pintu kamar. Ia membawa sesuatu di tangannya.
"Ini, aku lupa tadi beli cake," Cane mengulurkan tangannya. Dan Justin tidak kunjung menerima, ia hanya memandangi uluran tangan Cane.
"Buat aku?"
"Bukan!"
"Terus?"
Cane menepuk jidatnya keras. Jadi ini salah siapa? Dirinya yang terlalu tidak terlihat seperti bercanda atau salah Justin yang terlalu kaku untuk diajak bercanda.
"Pegang. Ini buat kamu," Cane menaruh paksa cake itu ke tangan Justin.
"Tapi tadi katanya-"
"Terima! Butuh perjuangan ini belinya," Justin melihat Cane dengan tatapan seadanya. Tadi dia bilang bukan lalu iya. Apa memang wanita serumit itu? Perasaan kekasihnya dulu tidak seperti itu.
"Oke, makasih. Tapi kenapa kasih ke aku?"
Justin menyesali pertanyaannya melihat ekspresi Cane. Mulutnya sempat terbuka untuk mengatakan sesuatu tapi tertutup lagi. Sedang tangannya sempat terangkat, namun ia turunkan. Justin menepuk pundak Cane.
"Nggak usah dijelasin. Pokoknya makasih, aku terima."
.
.
.Cane diam menatap langit-langit kamarnya. Sudah sedari tadi dia berusaha memejamkan mata namun tak kunjung terlelap. Wajar. Pindah ke lingkungan baru memerlukan adaptasi bukan?
Hadap kanan. Hadap kiri. Telentang.
Ia tidak kunjung tidur juga.
Tengkurap. Nungging.
"Cane, cakenya dimakan sekarang aja ya."
Pintu terbuka lebar. Justin masuk membawa Cake dan garpu. Dia masuk di saat yang tidak tepat. Sial.
"A... kita makan berdua?"
Canggung.
Cane segera memosisikan tubuhnya ke posisi yang lebih enak dipandang. Duduk di ranjang. Rasa diri ingin menjelaskan prilakunya namun Cane takut jika itu hanya memperburuk suasana. Membuat mereka menjadi lebih canggung.
"Kamu ngapain tadi?" malu. Kenapa juga Justin harus tanya. Bingung untuk memilih kata, Cane justru mengucapkan hal ngawur. Perkataan yang bahkan tidak ia pikir terlebih dahulu.
"Kamu nggak bisa ketuk pintu dulu?"
Bodoh. Toh ini juga rumah Justin. Harusnya Cane bersyukur Justin mau menampungnya. Hujan juga masih deras.
"Aku," Justin menggantungkan perkataannya. Dia sendiri sadar jika masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu itu tindakan tidak sopan.
"Lupakan. Aku tadi nggak bisa tidur, jadi gitu. Aku nggak nglakuin hal yang aneh-aneh kok. Aku cukup tau diri ini bukan rumahku, jadi aku," melihat tatapan jengah Justin, Cane bungkam. Ia tersenyum kecil untuk mencairkan suasana. Cane tau diri kalau dia memang berisik.
Malam ini dilewati Cane dan Justin dengan menghabiskan cake juga saling berbincang. Atau lebih tepatnya Cane yang bercerita dan Justin menanggapi seadanya juga bercerita seadanya.
Mereka duduk berjejer di ranjang. Toh Cane juga tidak keberatan makan di ranjang karena itu telah menjadi kebiasaan buruknya. Justin si tuan rumah juga tidak keberatan. Apalagi Cane juga berkomentar jika hawanya cukup dingin.
Jadi beginilah posisi mereka sekarang. Duduk bersandar di ranjang. Berjejeran dengan selimut setinggi perut. Cake mereka telah habis sejak 30 menit lalu tapi tidak dengan percakapan mereka.
"Jadi cakenya memang sengaja kau beli buat aku."
"Iya. Aku emang niat beli buat kamu. Mana antre lama tadi."
Cane melirik ke arah Justin. Wajahnya memerah. Justin tertawa. Bahkan sampai terbahak. Melihatnya Cane terdiam.
"Kukira kau beli buat sendiri tapi karena nggak bisa pulang makannya dikasih aku biar rotinya nggak basi, nggak kebuang percuma gitu," Cane merengut. Memangnya dia sejahat itu. Rasa kesalnya bertambah ketika melihat Justin masih tertawa meledeknya.
"Ya terserah anda saja."
Cane menurunkan tubuhnya. Ia rebah di kasur empuk Justin dan menyelimuti dirinya sampai kepala.
Justin tetap tertawa. Sebenarnya ia sendiri bingung kenapa tidak dapat berhenti. " Hey, tapi beneran. Kenapa kamu sampe repot kaya gini. Aku jadi ngerasa geer tau."
Justin menoel Cane yang ia yakini itu pundaknya. Dia semakin gencar ketika mendengar erangan dari korbannya.
"Aku cuma mau ngasih kesan baik. Biar kamu bisa cerita ke aku dengan tenang."
"Bohong."
Kini bukan hanya menoel, Justin mengguncang badan kecil Cane. Dan responnya sungguh memuaskan hati. Cane menggeliat dibalik selimut hingga puncaknya dia menyibak selimutnya. Terbangun dan menatap Justin sinis.
"Aku pingin jadi temanmu. Puas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST SELF
Romance"Saya pernah mencoba mengasingkan diri saya sendiri." "Menghapus semua akun sosial media saya, email, nomor telepon dan juga pindah ke daerah baru." Justin terus bercerita sambil menatap langit-langit ruangan. "Apa ada penyebab khusus yang mendasari...