enjoy
"Kamu ngomong apa sih?"
Tidak terima. Cane melihat Justin seperti itu. Ekspresi yang dia berikan. Kening yang mengerut, tatapan sinis, dan bibir yang melengkung kebawah.
Cane tidak yakin tapi dia akan terus melanjutkan aksinya. Walau ia tau resiko terburuk.
"Aku bilang, kamu bukan gay. Kamu normal, aku tau itu," Justin, tidak bisa mengontrol lagi perasaannya. Apa yang ada di pikiran temannya saat ini. Jelas-jelas Justin sudah mengklarifikasi semuanya pada Cane tadi. Tapi lihat sekarang.
"Kamu ngomong apa sih. Aku kan udah bilang tadi, aku emang suka cowok," Justin berusaha menahan sedikit emosinya. Di hari yang masih terlalu pagi ini, Justin tidak mau mengawalinya dengan hal buruk. Terlebih kepada temannya.
"Enggak Justin. Aku tau kamu straight," lagi. Justin tidak tau lagi harus bagaimana. Dia memang belok, dia akui itu. Dan juga beberapa manusia bukan sebagian besar manusia memang melarang dan memandang rendah LGBTQ. Tapi itu konyol! Para LGBTQ bahkan tidak melakukan hal buruk kepada orang 'normal'. Jadi kenapa mereka harus dihukum? Kenapa mereka harus dipandang rendah, di jauhi, dihina, bahkan dikucilkan? Apa itu logis?
"Aku tau itu Justin. Aku kenal kamu," masih tetap di ambang pintu. Cane tidak berani melangkah lebih jauh lagi. Dia tidak mau jika dengan melangkah lebih jauh untuk mendekati Justin, ia harus melihat dan mengetahui hal-hal yang tidak diinginkannya. Kebenaran yang salah. Toh, Cane juga akan lebih mudah untuk pergi ketika Justin mengusirnya nanti.
"Itu cuma sugestimu aja Justin, jadi kamu terlalu mikirin perkataan orang kalau kamu gay," Cane benar-benar harus berusaha keras. Karena kunci untuk mempengaruhi otak dan pemikiran manusia itu memang tidak mudah.
Justin tetap pada pendiriannya. Anak keras kepala seperti dia memang akan lebih sulit,
"Enggak.""Kamu terlalu takut jadi gay makannya kamu kepikiran dan dirimu malah nggak bisa misahin apa yang sebenernya kamu mau dan kamu benci," Cane mencoba. Dia berusaha keras. Dan jangan harap Cane akan berhenti. Karena itu tidak mungkin terjadi.
"Cane, stop!" Justin berpaling. Ia mulai mengalihkan pandangannya. Ini pertanda baik. Justin berpaling, artinya dia mulai bingung.
"Dan karena mantan pacar wanitamu ngecewain kamu, makannya kamu berpikir kalo kamu cinta sama James yang bisa buat kamu nyaman. Padahal kenyataannya enggak! Kamu cuma ngganggep James sebagai sahabat. Nggak lebih," Justin berdiri. Saat emosi seseorang memuncak, kemungkinan mereka berpikir logis kecil. Itu akan menguntungkan Cane.
"Kamu nggak tau apa-apa Cane, stop! Kita juga baru deket selama sehari. Kamu bukan orang tuaku, kakak, adik, dan kamu juga bukan pacarku. Stop bertingkah kalo kamu tau aku luar dalam," itu benar. Mereka bahkan baru berteman selama kurang dari 24 jam. Cane tidak berhak mengatur hidupnya. Bahkan menghakimi pun tidak seharusnya ia lakukan.
"Kamu benar. Aku mungkin bukan siapa-siapa buat kamu. Bahkan buat ngomong kebenarannya."
Satu dua tetes mengalir. Cane mengusap kasar pipinya dengan lengan kaus. Mendongak, berharap air mata di pelupuk dapat kembali masuk. Agar tidak menetes lagi. Kemudian terdengar Justin menghela nafas berat. Sepertinya sudah tidak marah.
"Berhenti nangis," ekspresinya melembut. Justin mengacak rambutnya frustasi. Ia melangkah ke tempat kotak tissue berada baru kemudian ke posisi temannya.
Menangis. Merupakan senjata manusia terampuh. Bahkan dapat memutar keadaan dan posisi dari pelaku menjadi korban.
Dan tentunya membantu pencucian otak manusia. Memprovokasi manusia dengan memainkan perasaannya. Perasaan memang bodoh.
'Masuk ke perangkap sekarang Justin.'
"Kamu bener, aku normal."
Cane tersenyum. Pada akhirnya, Justin sembuh-
"Itu kan maumu."
"Sebegitu pinginnya aku ngomong kaya gitu."
Justin kenapa?
"Tapi usaha cuci otakmu gagal, Cane."
"Aku sedikit banyak tau psikologi. Aku tau gimana keadaanku dan tujuanku manggil kamu bukan buat ngasih solusi."
Usahanya gagal. Ini memalukan. Gagal dan dirimu seakan dibanting diambil alih oleh klien adalah hal terburuk. Cane seharusnya bisa menguasai alur dan situasi.
"Dari awal tugasmu cuma harus ndengerin aku ngomong. Manusia nggak bisa memendam semua uneg-unegnya sendiri selamanya kan? Dan seorang sepertimu udah terikat sumpah buat tutup mulut tentang masalah klien."
Selama ini, tugasnya hanya sebagai pendengar. Hanya mendengar. Tidak berhak bersuara dan berkomentar.
"Nanti aku kirim bayarannya ke rekeningmu. Aku pingin sendiri."
Pada akhirnya, Cane gagal. Justin tidak sembuh dan hubungan mereka kandas. Mungkin Justin sekarang membencinya. Cane tidak suka itu. Sakit hati.
"Justin Johnes."
Karena dibenci oleh idola adalah hal terburuk bagi seorang penggemar.
"Peserta the voice US season 7, pengcover lagu, menghilang tahun 2016 di sosial media sampai sekarang."
Wajah Justin mengeras. "Kamu tau darimana?"
Rahasia yang ia tutupi akhirnya terbongkar. Identitas seorang idola.
"Aku bisa bilang aku tau kamu soalnya aku emang tau semua evolusimu, karier, cover lagu, sosial media, foto, komentar bullying buatmu, dan rumormu,"
Cane tidak lagi bisa menahan mulutnya. Terlebih perasaan bodohnya. Ia benci ketika harus sakit hati mendengar perkataan Justin."Dan yang terpenting. Aku tau masa lalumu." yang terang. tidak segelap kehidupan dan dirimu saat ini. Justin Johnes yang sesungguhnya.
"Kamu bisa menipu orang-orang dengan penampilan dan akting, terlebih perubahan sikap yang drastis."
"Tapi suara nggak akan pernah bohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST SELF
Romance"Saya pernah mencoba mengasingkan diri saya sendiri." "Menghapus semua akun sosial media saya, email, nomor telepon dan juga pindah ke daerah baru." Justin terus bercerita sambil menatap langit-langit ruangan. "Apa ada penyebab khusus yang mendasari...