Sudah seminggu lebih sejeong melakukan kegiatan rutinitasnya yaitu bersekolah. Awalnya ia masuk SMA gugup,takut dan malu tapi setelah seminggu bersekolah ia sudah terbiasa dan cepat beradabtasi dari lingkungan sekolah itu maupun dan teman barunya.
Sekarang ini sejeong sedang menunggu sehun menjemputnya tetapi sudah 30menit lebih sehun tak kunjung datang. Ingin menelfonnya, ponsel sejeong telah keabisan baterai dan ia tidak membawa powerbank untuk mengisi daya ponselnya yang habis.
Tak mungkin sejeong menggunakan jalur alternatif seperti naek angkutan umum. Ia terlalu takut karena kondisinya hari sudah sore aplagi jam-jam segini yah, jam-jam orang kerja pasti ramai dan macet itu yang sejeong paling sebel.
Sejeong tetap mengurung diri di depan pintu gerbang sampai dimana taeyong datang menghampirinya dan ingin menawarkannya pulang bersama. Kebetulan taeyong belum pulang sekolah karena tadi giliran taeyong piket osis.
"Motor kosong nih?" Tawar taeyong pas lihat ada sejeong di depan gerbang yang sedang kebingungan mencari kendaraan apa yang ia naiki dengan selamat.
Sejeong menyadari keberadaan taeyong malah membiarkan saja "terus apa masalahnya?" Cuek sejeong pura-pura berlagak tak peduli dengan kehadiran taeyong.
"Mumpung abang ganteng lagi baik, mau bareng ngak?" Goda taeyong kepada sejeong. Sejeong langsung bergembira mendengar tawarin untuk pulang bersama tetapi ia masih malu-malu untuk bilang iya.
Ngak ada balesan dari sejeong, taeyong langsung menacapkan gas motornya kembali. Namun niatnya di ubah kembali ia masih ingin mengajak sejeong pulang bersama. Bukan hanya ingin semakin dekat sama sejeong tapi taeyong sangat kasihan pada sejeong yang sedari tadi menunggu jemputan tak kunjung datang.
"Rumah lu dimana" tanya taeyong
"Lumayan jauh sih!" Balas sejeong. Bukan lumayan jauh tapi ini memang rumah sejeong sangat-sangat jauh. Jarak antara rumah sejeong ke sekolah sekitar 1jam itu juga kalau ngak macet kalau macet bisa 2jam sampai kerumah sejeong
"Yaudah kalo gitu bareng gue aja" tawarnya taeyong kembali hanya ingin memastikan kalau sejeong akan menerima tawarannya.
Gimana ya? Sejeong juga masih bingung banget menerima atau tolak. Kalau di tolak ia sama siapa untuk pulang ngak mungkinkan sehun akan jemput ini sudah sore banget lagi pula di sekolah udah sepi kayak kuburan. Sejeong juga mikir kalau sehun pasti ada tugas yang mendadak harus ia kerjakan sejeong memakluminya.
Mau tidak mau sejeong harus menerima tawaran taeyong. "Yaudah" nyerah sejeong.
"Yaudah apa?"
"Bareng"
"Yes" tanpa disadarkan oleh taeyong perkataan itu keluar begitu saja taeyong langsung menepuk jidatnya.
Sejeong yang melihat kegirangan di wajah taeyong hanya tersenyum.
---
19.00
Baru jam segitu mereka berdua belum sampai di rumah sejeong. Setelah terkena macet yang panjang dan melelahkan itu mereka berhenti di salah satu tempat makan untuk beristirahat sejenak. Sempat sejeong menolaknya karena takut orang dirumah khawatir sama dirinya dengan rayuan manis taeyong membuat luluh dan menurutinya.
Sejeong tidak banyak berbicara saat bersamanya. Lebih banyak diam, menurut sejeong diam itu emas.
"Mau pesan apa?" Tanya taeyong sambil melihat menu-menu yang tertera.
"Samain aja" balas sejeong yang terlihat kekhawatirnya karena belum memberi kabar ke mama atau papanya.
"Maksudnya?" Taeyong benar-benar ngak peka sekali dengan ucapan sejeong kenapa ia bilang 'samain aja' sebab ia tidak mau berlama-lama memilih menu.
"Menunya samain aja kayak kakak"
"Emang lu suka sama menunya?"
"Suka"
"Wah! Ternyata lu sehobi sama gue"
"Iyah aja"
Sehabis mereka istirahat, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah sejeong yang sebentar lagi akan sampai ke tempat tujuan.
Mereka baru memasuki komplek perumahnya sejeong. Sejeong mengarahkan untuk jalan kerumahnya mungkin agak ribet jalur-jalurnya belok kanan belok kiri. Untuk seorang taeyong tentu tidak ribet karena ia pernah memasuki kawasan ini.
Tak asing lagi kawasan ini bagi taeyong sendiri ia seperti pernah mengunjungi kawasan ini. Oh iya taeyong baru mengingat kalo di kawasan ini ada rumah keluarganya.
Komplek melati sampailah keberadaan rumah sejeong. Sejeong langsung turun dari motor dan mengembalikan helm.
"Rumah lu, lumayan jauhnya iya lumayan gempor" eluh taeyong pas mengetahui keberadaan rumah sejeong.
Sejeong jadi tidak enak hati sama taeyong ntah apa yang harus diucapkan rasanya MALU. Empat huruf itu yang selalu di benak sejeong tak bisa ia lupakan.
"Besok gue jumput lu"kata taeyong yang siap menancap gas motornya. Terhalang dengan sejeong yang ingin berbicara.
"Ngak usah kak, hari ini gue udah ngerepotin lu. Lagi juga jarak rumah ku sama rumah gue jauh banget kak" elak sejeong
"Hahaha...... cie khawatir sama gue" godanya membuat pipi sejeong memanas.
"Bukan gitu"
"Terus apa?"
"Kan rumah lu jauh banget, nanti lu bakal dua kali mondar mandir"
"Tenang aja gue ngindep" balas santainya membuat sejeong kaget. Sejeong pikir taeyong akan mengindap di rumahnya.
"NGINDEP" shock sejeong
"Iyah"
Ngak beres nih -sejeong
"Ngak usah takut gitu kali. Gua ngindep di rumah saudara sepupu gua kebetulan rumahnya di sekitar sini"
Mendengarnya sejeong langsung bernafas lega.
"Yaudah sana masuk"
"Iyah makasih ya"
"Jangan lupa besok. Setengah enam gue udah sampai rumah lu"
Sejeong hanya mengangguk.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Speak up
General FictionNon baku "What I need water to be real?" "No, no, no. That's not how you're a real. You can come true if someone loved you for a long time." "What pain does it feel to be real? Sometimes, Knight looks at the rabbit and a smile."