Chapter 8

148 23 5
                                    

Kaki adalah nyawa seorang penari, terutama penari balet. Kalau kau penari, sudah pasti kau bukanlah apa-apa tanpa kakimu.
.
.
.

Rough - Plutorium

.
.
.


Seokmin mendapat satu julukan baru hari itu, Choi Yuna-lah yang berbaik hati memberikannya julukan ironi itu. Seokmin si pembunuh masa depan. Bukan tanpa sebab, katanya, karena Seokmin menghilangkan ‘nyawa’ milik Yuna, kaki gadis itu terkilir cukup parah dan mengharuskan gadis itu berhenti menari untuk sementara waktu.

Choi Yuna menatap Seokmin berang tepat setelah matanya yang memerah karena menahan tangis membingkai figure lelaki yang duduk di sudut ruang kedisiplinan siswa itu. Tangan kanannya terkepal kuat, sementara tangan kirinya sibuk menahan tongkat penyangga. Yuna memasuki ruangan guru dengan perlahan dan duduk tak jauh dari posisi Seokmin.

“Nah sekarang, bisakah salah satu dari kalian menjelaskan padaku apa yang terjadi?” Guru kedisiplinan yang memakai kacamata tebal itu mulai bicara, kesepuluh jarinya bertaut, bersiap mendengarkan masalah yang terjadi dengan seksama.

“Seokmin mendorong saya sampai jatuh dan kaki saya terkilir. Anda tahu, sebentar lagi akan diadakan seleksi penting untuk memasuki sekolah tinggi seni dan saya tidak bisa berlatih dengan keadaan seperti ini. Anda tentu tahu bahwa Seokmin memang selalu mencari masalah dengan saya karena kami adalah orang lama yang selalu berkunjung kemari. Dan saya rasa keusilannya yang sekarang adalah yang paling parah. Sekolah tinggi seni yang mengadakan seleksi penting kali ini adalah sekolah seni yang paling saya dan nyaris seluruh siswa-siswi di sini inginkan, dan kesempatan saya untuk masuk ke sana dengan beasiswa sudah berada di titik nol. Lagipula dalam waktu dekat akan ada acara khusus pentas seni, waktu ujian kelulusan juga semakin dekat, saya perlu berlatih agar bisa terpilih dalam pentas seni dan bisa lulus dalam ujian praktek. Menurut Anda apa yang harus saya lakukan dengan keadaan kaki saya yang seperti ini? Jadi Sir, saya harap Anda menghukumnya dengan berat.”

Angel benar-benar merasakan nada kemarahan di akhir kalimat yang diucapkan Yuna, alisnya mengerut dan menatap Seokmin juga guru kedisiplinan dengan gusar.

“Apa kau punya pembelaan, Nak?”

Kepala Seokmin yang tertunduk akhirnya terangkat, lelaki itu menatap guru kedisiplinannya dengan sedikit harapan. “Apa Anda akan percaya kalau saya mengatakan bahwa ada seseorang yang mencoba untuk mencelaki Yuna, Sir?”

“Tapi beberapa orang yang datang tak lama setelah kau berteriak mengatakan hanya ada kalian berdua saat itu dan mereka melihatmu mendorong Yuna.”

“Dia ada di balkon, sedang mengayunkan pot dan bersiap melemparnya pada Yuna.”

Yuna mendengus. “Apa kau sedang berkhayal? Tidak ada pot jatuh setelah itu.”

Guru kedisiplinan kemudian mengangguk, membenarkan kalimat gadis itu. Demi tuhan, Angel tidak menyukai situasi ini. Seokmin tidak bersalah, ia saksinya.

“Dia tidak jadi melemparkannya tepat setelah aku memutuskan untuk menolongmu.”

“Omong kosong!”

“Dengar, Nak,” ujar guru kedisiplinan itu mengambil alih. “Kau sudah melakukan hal yang kelewatan hari ini. Kalau aku memintamu untuk membawa orangtuamu kemari, bagaimana menurutmu?”

“Mr. Allan, yang Anda lakukan hanyalah membuang-buang waktu. Berikan saja hukuman skorsing, orangtuanya toh tidak akan peduli. Tidakkah Anda mendengar gosip bahwa ayahnya – meskipun genius – ternyata nyaris gila? Karena itulah ia tidak peduli dan tidak punya waktu mengurusi anak lelakinya. Ibunya sudah meninggal dan karena itulah anak ini tumbuh menjadi anak yang suka mengganggu orang lain untuk mendapatkan perhatian. Kuharap pemerintah membentuk suatu organisasi untuk mendisiplinkan anak-anak yang tidak memiliki orangtua fungsional.”

「 R O U G H 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang