DUA

150 25 22
                                    

"Melva?!" kaget Alvin ketika melihat Melva sudah berada di hadapannya. Segera ia melepaskan genggamannya dari tangan gadis tersebut.

"Eh sorry, gue ganggu ya?" Melva hanya tersenyum getir menatap dua orang yang terlihat masih membelalakkan matanya seperti baru saja melihat hantu.

"Lo kok bi-bisa di sini?" tanya Alvin gelagapan saking kagetnya.

"Hhmm, emang gak boleh ya? Ya udah deh gue pergi." ucap Melva lalu membalikkan tubuhnya. Kakinya pun mulai melangkah perlahan, bersiap untuk meninggalkan mereka.

"Lo, lo denger semuanya?" tanya gadis tadi yang kini mulai membuka suaranya.

Melva mulai tertawa, walaupun tawanya itu terdengar pedih dan menyedihkan setiap orang yang mendengarnya. Mungkin ia hanya ingin melepaskan segala beban di hatinya.

"Ya iyalah. Lo berdua kan ngomong ada suaranya, masa iya gue gak denger?" Melva masih terkekeh renyah sedangkan dua orang di depannya hanya bisa memandangnya heran.

Keadaan di sana sangat hening, hanya ada suara angin yang berlalu-lalang melewati mereka. Alvin dan gadis itu kini bertatapan kemudian bergantian menatap Melva.

"Hey! Kenapa kalian natap gue kayak gitu?" tegur Melva yang membuat Alvin dan gadis itu mengalihkan pandangannya.

"Lo gak marah sama gue Mel?" tanya Alvin yang dibalas dengan senyum yang sulit untuk diartikan dari Melva.

"Ya gak lah. Gue kan gak punya hak buat marah sama lo." ujar Melva yang membuat Alvin semakin heran.

"Tapi kan lo pa-"

"Apa lo gak inget, beberapa menit lalu gue udah mutusin lo?! Jadi, sekarang kita udah gak punya hubungan apa-apa." ucap Melva mulai menaikkan nada bicaranya.

Alvin terdiam seketika setelah mendengar ucapan Melva tadi. Ia tak menyangka, bahwa Melva bersungguh-sungguh dengan perkataan bahwa ia telah memutuskan hubungannya dengan Alvin.

Tanpa basa-basi Melva langsung pergi meninggalkan Alvin beserta kekasih barunya, yang pasti masih bertanya-tanya dengan sikap Melva saat ini. Ia tidak memerdulikan Alvin yang memanggil namanya sedari tadi.

Melva menaiki motornya lalu memakai helm, dan mengendarainya pergi dari tempat itu. Hanya mengikuti hembusan angin, Melva tak tahu akan dibawanya kemana.

Tanpa disadari oleh dirinya sendiri, tubuh Melva bergetar sepanjang perjalanan. Mungkin karena segala perasaan campur aduk yang ia rasakan saat ini.

Melva memang gadis yang kuat, bahkan sangat kuat. Namun tetap saja, di dalam dirinya juga memiliki sisi yang dapat rapuh kapan saja.

Memang saat di depan Alvin dan kekasihnya tadi, ia dapat bersikap tenang dan tegar. Akan tetapi ia juga merasakan kesedihan, karena hubungannya dengan Alvin sejak bangku SMP kandas begitu saja.

'Lo kenapa tega sama gue Vin? Kenapa lo bisa khianatin gue kayak gini? Apa salah gue sama lo Vin?'

Angin malam menusuk ke dalam tubuh Melva, namun ia justru menambah kecepatan motornya. Keadaan sepertinya sedang memihak kepada Melva, kondisi jalan saat itu memang sedang lenggang. (Tapi jangan ditiru ya readers! Segalau-galaunya, sesedih-sedihnya, dan semarah-marahnya kalian, jangan ditiru oke!)

Tak beberapa lama, Melva memilih menghentikan laju motornya di sebuah bangunan yang tidak terlalu besar namun memiliki halaman yang luas. Melva memakirkan motornya tepat di depan tempat itu terdapat spanduk yang bertuliskan, 'Jual-Beli Motor dan Mobil Bekas'.

Sun to the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang