Perlahan kaki Melva memasuki kelasnya yang kini kosong. Sorot matanya menunjukkan kekesalan di hatinya.
"Bisa-bisanya tuh cowok?!!!" suara meja yang digebrak Melva langsung menggema di seluruh pejuru kelas.
"Awas aja lo!"
*****
"Lebay." gumam Zacky sambil terus berjalan menjauhi daerah kantin.
Sepanjang Zacky memijakkan kakinya, di situah para alayers bergema. Ya, itulah yang selalu ia alami.
"Cakep banget."
"Iyalah, calon pacar gue." ucap salah seorang siswi dengan percaya diri.
"Gak. Gue yang bakal jadi pacarnya." balas siswi lainnya tak kalah percaya diri.
"Oke! Kita buktiin." ujar lainnya tak mau kalah.
"Heh! Pertanyaannya, emang dia mau sama lo?"
"Ya maulah. Gue."
Bukan sekali ini Zacky mengalaminya, bahkan di sekolah lamanya lebih fanatik. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi keesokan harinya. Coklat, bunga, surat, dan lain sebagainya pasti akan memenuhi mejanya.
Tanpa Zacky sadari, kakinya kini sudah membawanya kembali ke kelas. Ia membuka, kemudian memasukinya dengan wajah dingin dan tak berekspresi.
Di dalam kelas sendiri, sudah terdapat seseorang siswi di sana. Siswi yang tak lain adalah Melva itu, terus memandanginya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Zacky duduk di kursinya dengan tenang, tak menggubris tatapan Melva.
"Bener-bener gak ada rasa terima kasihnya banget ya nih orang." batin Melva.
Perlahan Melva mengubah posisi tubuhnya, sehingga tampak Zacky yang sedang memainkan ponselnya.
"Eeekkkhhhmmm-"
Tidak ada respon apapun dari Zacky. Pemuda itu masih memandang lurus pada ponsel yang ia sedang mainkan.
"Eeekkkhhhmmm!EEEKKKHHHMMM!!!"
Melva masih berusaha untuk menyadarkan pemuda es di depannya. Namun usahanya mungkin akan sia-sia, walau ia melakukannya berkali-kali.
"Iiissshhh..." dengan sebal, Melva memutarkan bola matanya.
"Ya Tuhan, ini manusia atau mayat hidup sih? Dingin, gak ada senyum sama sekali." batinnya kesal.
"Udah gue bilang, jangan lihat gue kayak gitu!" ucap Zacky tiba-tiba, yang membuat Melva seketika mengalihkan pandangannya.
Melva diam seribu bahasa, karena bukan sekali ini saja Zacky melomtarkan kalimat itu padanya. Ia juga pernah mendapatkan kalimat itu, saat ia ketahuan memerhatikan pemuda itu sebelumnya.
"Lo masih inget nama gue?" tanya Melva.
"Gak."
"Kalau gitu, lo masih inget gue?"
"Gak."
"Oke, nama gue Mel-"
"Gak perlu." potong Zacky, sebelum Melva sempat menyebutkan namanya.
Sekuat tenaga, Melva menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Jiwa premannya yang bergejolak, sebisa mungkin ia redam saat ini.
Bel istirahat berakhir telah berbunyi. Satu-persatu murid memasuki kelas, dan kini di kelas itu bukan hanya terdapat Melva dan Zacky.
Seluruh murid yang tadinya masih berlarian ke sana-sini langsung duduk ketika pintu kelas dibuka, da an muncul sosok Miss Anne di baliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun to the Moon
Teen FictionHIATUS | TAHAP REVISI ***** "Berbeda, namun saling melengkapi" Mungkin jika orang lain yang menulis kisah mereka, orang itu akan menggambarkan mereka seperti dua sisi mata uang. Namun, itu bukanlah mereka. ***** Tanpa matahari, bulan tidak akan bers...