Pemuda itu memukul bagian belakang kepala begal tersebut. Begal tersebut tersungkur, dan dompet pemuda yang sempat ia ambil juga katuh begitu saja. Disaat bersamaan satu dari lima begal yang tersisa langsung membantunya.
"Ayo!" pemuda itu langsung mengambil dompetnya lalu menarik gadis itu ke dalam mobilnya.
"Pakai seat belt lo!" suruh pemuda itu dengan cepat. Melva langsung menuruti perkataan pemuda itu, ia memakai sabuk pengamannya. Sang pemuda langsung menancapkan gas mobil sekencang-kencangnya menjauhi tempat itu.
Melva hanya dapat pasrah saat pemuda itu melajukan mobilnya dengan kencang. Kini ia menatap dalam-dalam pemuda berkulit putih dengan perawakan tinggi itu. Ia tak tahu, mengapa jantungnya kini berdebar begitu kencang.
"Jangan lihat gue kayak gitu!" ucap pemuda itu dengan nada dingin. Melva langsung mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil, karena ia ketahuan memerhatikan pemuda itu.
Langit malam yang pekat, bersatu padu dengan semilir angin. Deretan pepohonan melebur kesunyian.
Suasana di dalam mobil itu kini penuh dengan teka-teki. Berbagai pertanyaan muncul di benak pemuda dan gadis itu. Namun tak satupun diantara mereka berani mengutarakannya.
Sangat lama mereka dirundung kesunyian. Tak ada kata, apalagi kalimat yang terlontar. Hanya suara mesin mobil yang terdengar beberapa saat.
"Na-nama lo siapa?" tanya Melva sedikit ragu.
"Zacky."
Setelah jawaban singkat dari pemuda itu, keadaan menjadi hening kembali. Satu detik, dua detik, tiga detik, belum ada yang mereka bicarakan lagi.
"Hhhmmm... lo gak nanya nama gue?" tanya Melva dengan memalingkan pandangannya pada pemuda di sampingnya.
"Gak." jawab pemuda bernama Zacky itu acuh tak acuh.
Kini Melva menganga lebar, saking kagetnya. Ingin sekali rasanya ia mengatakan kata-kata tidak baik itu, tapi ia tetap menahannya. Ia tak ingin pemuda itu menurunkannya di tengah jalan karenanya."Iiissshhh..." Melva itu mengalihkan pandangannya kembali ke luar jendela.
Malam semakin larut, dan kini jalan pun semakin sepi dari kendaraan. Tapi keadaan malam saat ini tak sesepi, dan sehening keadaan di mobil itu.
"Rumah lo dimana?" kini giliran Zacky yang membuka suaranya.
"Perumahan Asri, sektor Dahlia, blok D4, nomor 12." jawab Melva itu malas tanpa berpaling dari posisinya. Ia masih cukup kesal dengan pernyataan Zacky tadi yang seakan TIDAK TAHU TERIMAKASIH.
Tidak ada lagi perkataan yang terlontar dari mulut Zakcy setelah ia menanyakan hal tadi.
Satu jam berlalu, mereka sudah sampai di Perumahan Asri. Tapi Zacky masih terus mencari keberadaan rumah Melva.
"Rumah lo yang mana?" tanya Zacky masih dengan nada dinginnya.
"Rumah cat putih." jawab Melva sambil menunjuk pada rumah di ujung jalan.
Zacky langsung mengendarai mobilnya menuju rumah yang ditunjukkan oleh Melva.
"Turun!" suruh Zacky dengan cepat saat ia sampai di rumah itu.
"Iya-iya." dengan malas Melva menuruni mobil tersebut. Tapi ia menahan pintu mobil Zacky sementara.
"Nama gue Melva, MAKASIH YA." ucap Melva penuh penekanan lalu menutup pintu mobil dengan kasar.
Zacky kembali mengendarai mobilnya menjauhi rumah Melva. Tanpa senyum, apalagi basa-basi.
"WHAT?! Gak ada terimakasih banget!" kesal Melva saat melihat Zacky pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun to the Moon
Teen FictionHIATUS | TAHAP REVISI ***** "Berbeda, namun saling melengkapi" Mungkin jika orang lain yang menulis kisah mereka, orang itu akan menggambarkan mereka seperti dua sisi mata uang. Namun, itu bukanlah mereka. ***** Tanpa matahari, bulan tidak akan bers...