3

2.4K 441 46
                                    

"Kau lagi?"

[Name] bergumam sambil mengulas senyum tipis kala melihat Kuroo yang melambaikan tangan dari tempat lelaki itu duduk. Alis berkedut, ia memutuskan untuk mengambil tempat di samping Kuroo lagi一pemuda yang baru ia kenal beberapa hari lalu.

"Kebetulan tiga hari berturut-turut," katanya, sembari memposisikan tas pada pangkuan.

Kuroo yang mendengar ucapan [Name] lantas terkekeh. "Memangnya kau percaya kata 'kebetulan' itu benar ada?"

[Name] terdiam sejenak, mengangkat sebelah alis dengan pandangan yang masih tertuju pada jendela di seberangnya.

"Kalau kata pepatah sih, hidup adalah serangkaian kebetulan. Kebetulan adalah takdir yang menyamar一dan aku setuju," lanjutnya.

"Hahaha, apaan, malah melantur ke sana."

Asli, otak [Name] sedang tidak mampu mencerna akibat terlalu lelah dipakai semenjak tadi pagi hingga menjelang malam. Dirinya kembali pulang larut lantaran harus menghadiri bimbingan belajar tambahan dari guru kelas一sebuah penderitaan anak kelas 3 yang bersiap mengejar universitas.

"Daripada kebetulan dan takdir yang menyamar atau apalah itu, aku curiga kau sebenarnya stalker." Kuroo terkesiap, tak menyangka dengan spekulasi sang gadis yang berada di sebelahnya. "Barangkali kau sampai tahu jadwal pulangku segala."

"... Aku baru tahu kau ternyata seorang gadis yang narsis."

"Stalker."

"Narsis."

"Stalker."

"Nar一ah sudahlah," Kuroo menghela napas berat, melirik [Name] sekilas yang sudah beralih dari termangu diam menatap jendela, menjadi asyik bergelut dengan ponsel pintar. Memijit pelipisnya, lelaki itu melanjutkan, "aku pulang jam segini bukan karena tahu jadwalmu一memang faedahnya apa? Latihan klub voli menjelang Pertandingan Musim Semi Interhigh memang lebih ketat dari biasanya, jadi harus ekstra."

[Name] menganggukkan kepala, baru mengetahui fakta ternyata Kuroo adalah pemain voli. Kendati beda sebab, toh ia juga bernasib sama, harus rela pulang larut.

"Kalau kau?" tanya Kuroo. [Name] menoleh, memasukkan ponsel pintar pada saku, dan memfokuskan diri pada sang lawan bicara. "Kegiatan apa yang kau ikuti sampai pulang jam segini juga?"

Gadis itu menyeringai kecil. "Ingin tahu banget atau peduli?" godanya.

"Kepo is care."

"Cih, cuma sekadar resiko anak kelas 3 sih, belajar keras demi universitas." [Name] membenarkan posisi duduk demi mendapat kenyamanan lebih, lalu punggungnya disandarkan pada dinding bus. Ia menarik napas dalam mengingat perjuangan berat yang sudah berada di depan matanya一begitu memusingkan.

"[Surname]-san rajin sekali ya...," sahut Kuroo, menatap [Name] yang sedang bersandar dengan lamat.

"[Name] saja."

Gadis yang merasa sedari tadi ditatap itu balas memandang, membuat Kuroo mengejapkan mata一sekaligus bingung atas kalimat yang baru [Name] katakan. Ia yang mengerti akan kebingungan Kuroo mengendikkan bahu. "Gak apa, suka saja kalau dipanggil nama kecilku," ujarnya sebagai jawaban atas tatapan bingung sang lelaki.

"Kenapa? Padahal baik dipanggil apa sajapun, namamu tetap terdengar indah."

[Name] mendelik selama beberapa detik. Lantas, ia tergelak ringan. Kendati Kuroo tak mengetahui penyebab tawa kecil [Name], dirinya ikut tergelak.

Entah mengapa, rasanya penat [Name] berasa menguap seketika, semenjak ia mendudukkan diri di kursi, hingga berbincang dengan pemuda di sebelahnya. Ia hanya merasa kenyamanan tersebut membuatnya tidak ingin beranjak. Pun demikian dengan sang lelaki berambut hitam jelaga一Kuroo tak menyangka, berbincang ringan dengan [Name] bisa semenyenangkan ini.

-o-

Awas mb, mz, nyaman itu jebakan :v

Btw, hbd sampahkawa my babe muehehe 😗

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang