7

1.7K 343 21
                                    

Kuroo bernapas lega dan bersyukur sebab tak perlu menunggu waktu lama sampai Kakak [Name] yang ia hubungi tadi datang menjemput ke halte. Sebuah mobil sedan keluaran lama berhenti tepat di depan halte tempat Kuroo terduduk bergeming sembari masih mendekap [Name]. Sosok pria jangkung keluar dari pintu kemudi, dan langsung menampakkan ekspresi terkejut bercampur khawatir kala netranya menangkap pemandangan di hadapannya.

"Ya ampun, [Name]." Kakak [Name] menghampiri dengan langkah berderap, meski sebelumnya menatap heran eksistensi lelaki yang ada di samping sang adik.

"Kamu ... apa yang terjadi dengan adikku?" begitu tanyanya kepada Kuroo seusai mengecek kondisi adiknya dengan menempelkan punggung tangan pada kening [Name]. Kuroo hampir-hampir merasakan lidahnya kelu, kendati ia sendiri tak tahu pasti penyebabnya. Semua kejadian tadi berlangsung sangat cepat dan tanpa dapat diprediksi.

"Saya Kuroo Tetsurou, salah satu kenalan [Name] yang tadi saat di bus duduk di samping gadis ini. Awalnya ia kelihatan baik-baik saja, kami bahkan sempat berbincang. Namun, tiba-tiba saat akan sampai di halte tempat biasanya [Name] turun ini, dia tiba-tiba tak sadarkan diri. Suhunya ... panas sekali." Kuroo berusaha menjelaskan dengan hati-hati, dengan benak yang masih berkemelut.

"Ah, begitu. Tampaknya dia kelelahan karena akhir-akhir seperti memaksakan diri. Kau ... apakah teman sekelasnya? Memang benarkah jadwal sekolah semakin padat?" Kakak [Name] berbalik dan berjalan ke arah mobil sedan hasil jerih payahnya bekerja di perantauan, untuk membuka pintu mobil belakang. Dalam hati Kakak [Name] bersyukur tadi berada di rumah, sehingga bisa segera meluncur di keadaan genting seperti ini. Setelah membukakan pintu mobil, ia kembali menghampiri sang adik.

"I-itu ... sebenarnya kami beda sekolah. Jadi saya tidak tahu pasti tentang kegiatan sekolahnya," jawab Kuroo. Kakak [Name] hanya mengangguk-angguk, sembari kedua tangannya mulai dikerahkan untuk memapah tubuh gadis itu yang lunglai. "Kak ... mari saya bantu."

Refleks, pria itu menoleh dan menyunggingkan senyum ke arah Kuroo. "Eh, tidak perlu. Kamu juga baru pulang sekolah, 'kan? Tak apa, kamu boleh kembali, terima kasih ba"

Kuroo tidak menggubris, malahan ia juga langsung turut mengulurkan tangan membantu memapah [Name] ke dalam mobil. "Nggak apa-apa kak, saya merasa nggak enak, dan merasa tanggung jawab."

Sejenak, pria bermarga [Surname] itu mengejap-ejapkan mata bingung, tetapi kemudian memilih untuk tidak terlalu mengambil pusing. "Baik kalau itu maumu, mohon bantuannya."

Tak perlu waktu lama, Kuroo sudah duduk di bangku penumpang mobil, dan lagi-lagi masih menjadi sandaran [Name] yang tak sadarkan diri. Kakak gadis itu sudah memposisikan diri di bangku kemudi, dan mereka mulai melesat menyibak jalanan malam yang mulai menyapa.

-o-

"Nak Kuroo silakan tehnya diminum dulu."

Kuroo saat ini sedang berada di ruang tamu keluarga [Name], mengangguk kikuk atas suguhan nyonya rumahIbu [Name]kepadanya. "Terima kasih, tidak perlu repot-repot, Tante."

"Ah, tidak apa-apa. Ini tidak sebanding kalau saja kamu tidak peduli dan membantu [Name] yang pingsan, entah tidak tahu bagaimana nasib anak saya nanti. Kami sangat berterimakasih."

"Sama-sama, Tante. Saya melakukannya sebagai rasa peduli pada teman, bukan suatu hal yang besar sepertinya," tanggapnya canggung. Lelaki berambut hitam itu kemudian meraih teh yang disuguhkan di atas meja, menyesapnya khidmat sebagai pelepas rasa dahaga sekaligus penghangat di malam yang suhunya mulai mendingin.

Pintu kamar terdengar berderit terbuka, menampakkan sosok Kakak [Name] yang baru saja keluar setelah merebahkan sang adik di kamar dan mengompresnya. Ia menghela napas lega sembari menghampiri Ibunya yang sedang bersama Kuroo. "Panasnya sudah mulai menurun, Kaa-san. Sudah tidak setinggi tadi, syukurlah kondisinya tidak seberapa parah."

Setelah berkata bahwa akan pamit ke dapur dan memasak bubur untuk menyiapkan hidangan kala [Name] siuman nanti, Ibu [Name] beranjak dari duduknya, menyisakan dua laki-laki di ruang sana.

"[Name] sudah mendingan, kau boleh pulang."

"Ah iya ... tentu saja." Kuroo cepat-cepat membereskan diri, setelah sempat bernapas lega pula mendengar berita Kakak [Name] tadi.

"Kalau perlu tumpangan, aku tidak keberatan membantumu, hitung-hitung sebagai rasa terima kasih."

"Nggak perlu, Kak. Saya akan naik bus lagi."

Alis pria jangkung terangkat, "Kalau begitu, biarkan aku mengantarmu sampai halte. Oh ya, jangan lupa habiskan tehmu dulu."

Kuroo yang sebelumnya hendak bangkit jadi terinterupsi. Mau tidak mau, ia kembali meraih cangkir tehnya untuk menghabiskan isi di dalamnya. Kakak [Name] masih memperhatikan gerak-gerik lelaki berambut hitam itu dengan alis yang masih terangkat dan mata memicing. Tidak dapat benar-benar tak mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan mengganjal yang berkelebat di benak.

"Jadi, Kuroo-san, mengingat kamu bersikeras menolong adikku sampai segininyayakin kamu itu hanya 'temannya' [Name]?"

Mata Kuroo membelalak akan pertanyaan tak terduga itu, sampai hampir-hampir tersedak di tengah kegiatan menghabiskan teh dalam cangkir. Lagi, Kuroo tampaknya harus pulang dengan kepikiran sampai rumah seperti beberapa hari yang lalu.

Sebenarnya, apa yang salah dalam dirinya sih?

-o-

Akan aku apdet secepatnya, terima kasih sudah membaca! (Kinda not sure with what i've write, but i hope y'all enjoy this one T.T *bow*)

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang