10

1.3K 267 23
                                    

Siang ini, [Name] sibuk berkutat pada handphone-nya sambil duduk di halte depan sekolah, menunggu jemputan sang kakak. Ya, semenjak insiden tak sadarkan diri di bus beberapa hari lalu, membuat gadis itu setiap pulang sekolah kini harus diantar-jemput kakaknya, dan sudah berlangsung hampir semingguan.

'[Name], kau sudah pulang?'

Gadis itu mengernyit ketika mendapat notifikasi chat dari kontak bernama Kuroo. Sudah beberapa hari ini mereka tidak kontakan, semenjak hari Minggu lalu saat mereka keluar bersama.

Ah, hari Minggu kemarin. Kalau diingat-ingat, entah mengapa itu bisa membuat [Name] tersipu sendiri. Menghabiskan waktu bercengkerama dengan Kuroo sangat membuatnya enjoy. Lelaki itu begitu asyik diajak bicara, dan tak sungkan-sungkan menceritakan kehidupan sehari-hari, tentang kelasnya, klub voli, dan lain-lain. Begitu pula dengan [Name]. Mereka berdua berbagi banyak kisah, hingga kopi-kopi yang mereka pesan menjadi dingin lantaran waktu yang dihabiskan sama sekali tidak terasa.

[Name] terkekeh akan kilas balik memori itu, dan setelah tersadar, ia segera mengetikkan balasan pesan yang didapatnya.

'Iya. Kenapa memangnya, Kuroo?'

Tidak perlu waktu lama, [Name] mendapat balasan pesan lagi.

'Belum dijemput kan?'

Gadis itu membalas, 'Belum.'

'Sip, tunggu ya.'

[Name] mengerutkan dahi. Tunggu? Untuk apa? Di saat yang bersamaan sebuah bus berhenti tepat di halte tempatnya duduk. Para siswa dari sekolahnya yang telah menunggu segera memasuki bus tersebut.

"[Name]!" Yang dipanggil menengadah terkejut. Gadis itu membelalakkan mata saat melihat Kuroo turun dari bus dan memberinya cengiran semringah. Lelaki itu berjalan menghampiri [Name].

"Kuroo, apa yang kau lakukan?"

"Sstt .... Lihat, aku punya apa?" Kuroo mengacungkan tangannya yang sedang memegang dua lembaran kertas. [Name] memiringkan kepala, bingung.

Gadis itu hendak membuka suara, tetapi Kuroo tak mengijinkan dan seketika menarik pergelangan tangan [Name], membawanya masuk ke dalam bus. "Ayo, cepat. Sebelum filmnya mulai!" seru Kuroo.

Sungguh, [Name] benar-benar ingin melayangkan protes, tidak mengerti atas apa yang lelaki itu lakukan padanya. Cengkeraman tangan Kuroo begitu kuat, seolah tak ingin terlepas.

"Kuroo, kalau kakakku tahu ini, kau akan disemprot habis-habisan," desis [Name] ketika mereka berdua telah mendapat tempat duduk bersebelahan.

Kuroo menoleh, mengulas senyum pada gadis di sampingnya. "Itu urusan nanti, [Name]. Sekarang biarkan aku menculikmu."

[Name] benar-benar tak habis pikir dengan lelaki berambut hitam jelaga itu. Jika sebelumnya di awal-awal masa ia mengenal Kuroo, [Name] menganggap bahwa lelaki tersebut teman berbincang yang asyik. Mungkin sekarang gadis itu perlu menambahkan catatan bahwa Kuroo juga terkadang melakukan hal yang tak terduga, seperti sekarang ini.

-o-

"Gila ya, Annabelle-nya serem banget tadi. Kuroo, pokoknya entar kamu tanggung jawab kalau nanti malam dia mampir di mimpiku!" gerutu [Name] kesal begitu keluar dari gedung bioskop. Iya, gadis itu kesal lantaran Kuroo jauh-jauh menculiknya untuk menonton film horror. [Name] kira, film yang akan mereka tonton adalah Spiderman, lumayan kalo ia jadi bisa fangirling-in Tom Holland di layar lebar.

"Asyik dong, kalau dia mampir." Kuroo terkekeh, dia malah merasa senang mendengar gerutuan sebal gadis itu. Awalnya, Kuroo merasa tidak enak dan bersalah kalau menyeret [Name] tanpa izin seperti ini. Dia bimbang, apakah dirinya telah melakukan hal yang buruk? Tetapi, di sepanjang perjalanan ia tidak melihat [Name] terus-terusan menekuk wajah tak senang. Gadis itu malahan lebih terlihat menikmati.

Mungkin, hal ini membuat [Name] melepaskan sejenak penatnya, mengingat bahwa akhir-akhir ini gadis tersebut menjadi sedikit tidak bebas. Mulai dari kekhawatiran keluarga [Name] akan kesehatannya sebab kekerasan kepala gadis itu untuk memaksakan diri, membuat [Name] jarang bisa melakukan banyak hal di luar maupun dalam rumah. Juga, kekhawatiran terbesar gadis itu pada serangkaian ujian yang akan segera dihadapi, menyangkut masa depan studinya.

Kuroo berdeham, membuat [Name] menoleh memberikan atensi pada lelaki di sampingnya. Ada hal lain yang mendorong Kuroo untuk melakukan hal ini. Selain mengajak gadis itu nonton, sejujurnya, Kuroo hanya ingin bertemu dengan [Name]. Dia rindu berbincang santai dengan gadis itu di bus saat perjalanan pulang, melihat wajahnya yang lelah namun kedua netranya tetap berbinar.

Ada hal lain yang sangat ingin Kuroo sampaikan. Itu adalah desiran terkuat yang membuatnya nekat melakukan tindakan-penculikan-[Name].

"[Name]," panggil Kuroo, sembari merogoh tasnya dan mengeluarkan selembaran kertas dari sana kemudian menyerahkannya ke [Name]. Ia menjelaskan selembaran yang merupakan poster pertandingan itu. "Hari Minggu besok, datanglah ke sini. Ini adalah momen terpentingku, turnamen terakhir di masa sekolah. Kuharap kau mau datang," jelas Kuroo sambil menyunggingkan senyum.

[Name] terperangah, mengamati poster tersebut dengan saksama.

"Datanglah, karena ada yang ingin kubicarakan setelah semuanya berakhir."

Gadis itu mendengus, "Kau sudah repot-repot menculikku ke mari, Kuroo. Kalau ada yang ingin dibicarakan, kenapa tidak kaukatakan saja di sini, secepatnya?" tanya [Name] heran sampai menghentikan langkah kaki.

Kuroo menggeleng pelan, ikut berhenti. "Aku ... tidak bisa," ujarnya membuat [Name] menghela napas sebal. Jujur, gadis itu penasaran, hal apa yang ingin disampaikan Kuroo hingga harus menunggu setelah semuanya berakhir. Itu sungguh janggal.

"Seberapa pentingnya hal itu ...?" tanya [Name] lagi.

Alih-alih menjawab, Kuroo mengulas senyum begitu manis. Sangat manis hingga mampu membuat [Name] tertegun, dan merasakan perasaan aneh membuncah di dadanya.

Apa yang salah dengan diriku? batinnya berkali-kali menanyakan pertanyaan yang sama, untuk perasaan yang sama yang tiap kali ia rasakan ketika bersama Kuroo. Saat keluar bersama dengannya di Minggu lalu, saat mengenal Kuroo untuk pertama kali dan berbincang bersama, serta saat membayangkan bagaimana lelaki itu ketika menolongnya yang sedang sakit beberapa waktu lalu, juga seperti ... saat ini.

Dimana [Name] bisa mendapat jawaban atas pertanyaan itu?

"Makanya, datanglah jika kau penasaran," jawab Kuroo dengan mantap, membuat [Name] tersenyum simpul.

"Baiklah, dengan senang hati."

Matahari sebentar lagi terbenam. Langit berguratkan jingganya senja hendak beralih menjadi kelamnya malam. Mereka berdua masih bergeming di trotoar jalan, membiarkan angin sepoi-sepoi membuai keduanya.

[Name] tiba-tiba teringat sesuatu. Ia merogoh saku dengan cepat, mengeluarkan handphone dan menyalakannya. Dia terperanjat bukan main.

20 misscall dari kakak.

Gadis itu berseru, "Habislah kita, Kuroo!"

-o-

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang