PENYESALAN.
Sudah sebulan aku berada di Berlin, aku tidak pernah mendengar kabar Rion lagi, aku merasa sepi, bunda juga semakin sibuk.
Aku berjalan keluar gerbang, tiba-tiba aku melihat dia bersandar di depan sebuah mobil.
Ya Tuhan sedang apa dia disini? Bagaimana dia bisa tau aku sedang kuliah disini? Deg, mata kita bertemu.
Aku buru-buru memutar badanku, tapi terlambat, dia sudah menarik tanganku, membawaku kedalam dekapan hangatnya yang 2 tahun ini tidak pernah aku rasakan.
Aku membrontak ingin melepaskan pelukannya, tapi, Rion semakin mengeratkan pelukannya.
"Luna maaf, maaf karna sebulan yang lalu aku tidak menghubungimu, maaf karna telah membuatmu menunggu, maaf Luna, maafkan laki-laki brengsek ini." katanya, aku hanya diam, tidak lagi membrontak.
"Katakan sesuatu Luna, kau tau kan aku mencintaimu" dia masih berusaha mengajakku berbicara, sambil mengelus rambutku.
"Cinta," aku berkata sinis, dan dia terdiam
Masih saja dengan mudahnya dia mengatakan cinta ke wanita lain, dimana hatinya."Masih aja lo dengan mudahnya bilang cinta ke gue, sedangkan lo udah jadi milik orang lain. DIMANA HATI LO ORION!" kataku sinis sambil menujuk dadanya. Aku melihat dia tersentak kaget dan melepaskan pelukannya.
"Luna, tenang, itu gak seperti yang kamu liat," katanya, memengang kedua pundakku.
"Apa?" tanyaku menantang.
"Mata gue emang rusak Rion, tapi gue gak buta, gue masih bisa ngeliat dengan jelas kalo itu lo," kataku lagi,dan dia hanya diam.
"Bahkan waktu itu lo cuma liatin gue, lo gak nyamperin gue. Miris ya? Waktu itu gue berharap lo bakal nyamperin gue, darisitu gue sadar, mungkin ini alasan lo gak pernah ngehubungi gue lagi, lo mau supaya gue jauhin lo, gue udah lakuin itu Rion, gue udah terlihat menyedihkan didepan lo, jadi plis gue mohon, berhenti ganggu gue lagi," sambungku lagi,
Aku tidak bisa menahan untuk tidak menangis, aku meluapkan semuanya, biarkan saja, biar pergi, tidak usah kembali lagi.
"Bukan begitu, tenangkan diri kamu dulu, ayo ke cafe situ, biar aku jelaskan semuanya," katanya sambil menuntunku menuju cafe dekat kampusku.
Saat sampai di cafe, aku dan Rion duduk dimeja yang sering aku tempati, pojok kiri dekat jendela, lalu dia menceritakan semuanya.
"Awalnya aku mikir buat ngasih kamu kejutan, tapi malah kamu yang ngasih aku kejutan lebih dulu, jangan pergi lagi Luna, aku hampir saja gila," katanya,
Aku memandang matanya yang berkaca-kaca. Astaga Luna, kamu sangat egois.
"Lalu yang di bandara?" tanyaku,
"Waktu itu aku memang melihatmu, tapi aku kira, aku berhalusinasi, karna aku sangat merindukanmu, dan wanita yang bersamaku dibandara itu adalah teman sekampusku di Finland, namanya Spica, kami hanya bertemu di bandara kok," jawabnya, aku merasa bersalah menuduhnya.
"Maaf, maaf kalo aku egois, waktu itu aku sakit hati," kataku, aku menyeka airmata yang akan keluar.
Lalu dia berdiri menarikku kedalam pelukannya, aku sudah tidak peduli, aku akan menjadi pusat perhatian, aku menangis sejadi-jadinya, aku sangat merindukannya, kalian pasti tidak tau, bagaimana rasanya berpisah selama 2 tahun?
Aku dan Rion berjalan-jalan mengelilingi kota Berlin, aku sudah memaafkannya. Disini aku yang egois.
Lalu, Rion mengatarku pulang, kenapa buru-buru sekali? Aku masih ingin menghabiskan waktu dengannya. Katanya masih ada hari esok Luna, hari ini aku sangat lelah mencarimu. Aku hanya mengangguk saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Full of Stars
Teen Fiction"Lo mau tau kan? Kenapa gue lebih suka dipanggil Luna? Karna Luna artinya Bulan. Gue pengen banget kayak Bulan yang di langit selalu ditemanin oleh Bintang. Tapi gue beda, gue gak akan bisa sama kayak Bulan. Karna menurut mereka gue aneh. Gue gak ak...