chapter 2

1.4K 70 0
                                    

Saat sosok bermahkota citrus panjang itu memudar, Sakura merasakan kepalanya tertimpa beban berat lalu gadis itu terhenyak, bangun diatas ranjangnya sendiri dengan peluh mengucur dari pelipis dan seprei berantakan.
Sakura memutar pandang, dan yang ia lihat adalah kamarnya sendiri. Tak ada mata hitam Amon yang memandangnya menusuk, atau lambang bintang segi enam dengan mata ditengah pada lingkaran bata.
Sakura membuang nafas, meyakinkan barusan adalah mimpi buruk saat ia mengambil gelas air diatas nakas, menegaknya lantas tercengang melihat kakinya sendiri.
Gelas berkaki panjang itu terjatuh, pecah menghantam lantai sementara Sakura meraba kakinya yang ia yakin sebelum tidur tak ada bekas luka seperti ini dibetisnya. Ada lambang ankh berwarna perak silver dan bersinar saat tersentuh tangan Sakura.
Dari ankh tersebut, muncul asap putih dan Sakura hampir mati kaget melihat seorang wanita keluar dari kepulan asap, memakai tanduk sapi dan menggenggam cakram matahari. Wajahnya cantik sekali, berpendar-pendar dalam pesona yang tak pernah dimiliki manusia.
"Siapa kau?"
"Jangan kau dekat dengan Uchiha Sasuke," suara jernih itu membuat Sakura mengernyit, "Aku tak ingin ada hubungan apa-apa selain kebencian antara titisanku dengan titisan Anubis."
"Aku tidak mengerti?" Sakura menghela nafas, mencengkram ujung bajunya kesal.
"Aku Hathor, ibumu." Sejenak Sakura tersentak, menggeleng kuat-kuat tetapi Dewi didepannya melanjutkan, "Uchiha itu mengincarmu, Sakura. Kuperingatkan, biar Uchiha Sasuke yang jatuh dalam pesona titisan Dewi Cinta dan Kecantikan sepertimu. Dan jangan sampai kau berhubungan lebih dengannya."
"Tentu, siapa pula yang mengharapkan pria mesum depresi sepertinya?" cecar Sakura, lantas terhenyak. Ia pukul pipinya sendiri, "Ini mimpi lagi? Argh!"
Pipi Sakura kebas dan perih terkena tangannya sendiri. Sebelum sempat menyela, Hathor sudah menghilang dalam kepulan asap yang menyelinap dalam bekas luka ankh dikaki Sakura.
Sakura menatap horor sekitarnya yang gelap dan sepi. Ia merangkak menyelundupkan diri dibalik selimut, lantas bersembunyi disana dengan tubuh gemetar.
"Ini.. tidak mungkin!"
.
.
Sasuke menyelipkan buku berjudul Hukum Pidana disela-sela rak perpustakaan saat matanya melihat helaian pink diantara lorong. Ia tersenyum kecil, menatap sekeliling Sakura dan memutuskan mendekati gadisnya saat melihat tak ada Sasori.
"Sedang apa kau?"
Sakura tercekat, menarik ensiklopedia Plantae didekatnya saat menyadari keberadaan Sasuke untuk tameng. "Menjauh dariku!"
"Aku tak akan menggigitmu, baka." Sasuke menarik ensiklopedia yang hampir 1000 lembar dari depan dada Sakura, lantas menyentil dahinya, "Dasar aneh."
"Kau yang aneh, Anubis!"
Sasuke tertegun, wajahnya berubah datar. "Jadi mimpi semalam benar, ya. Dewi Hathor?"
"Diamlah, aku tak mau membahasnya." Sakura mengedikkan bahu. Sementara sadar Sasuke hanya diam, Sakura menatap Sasuke bingung.
"Kau tahu, Anubis dan Hathor bermusuhan." pancing Sakura, "Itu berarti aku, yang notabene titisan Hathor dan kau, titisan Anubis, ditakdirkan bermusuhan!"
"Hn."
"Maka menjauhlah dariku!!" Sakura menimpuk bahu Sasuke yang bergetar saja pun tidak. Gadis musim semi itu membuang nafas pasrah, "Sekarang aku tahu darimana kekuatan dan kegilaanmu berasal."
Sasuke tak mendengarkan ucapan Sakura, alih-alih menatapnya tajam. "Sasori sudah tahu?"
"Sudah." gagap Sakura, "Dan aku sudah bertemu Hyuuga Hinata dan Uzumaki Naruto, mereka satu kampus dengan kita. Tapi si pemalas titisan Wepwawet, aku tak tahu dimana lokasinya."
"Kau pasti gembira bahwa jodohmu si Akasuna itu." Rahang Sasuke mengeras saat ingat semalam Anubis mendatanginya dan mengingatkan masalahnya dengan Hathor yang berarti masalah Sasuke dengan Sakura, "Hathor pasangan Horus, benar? Kalian ditakdirkan. Cih."
"Lupakan soal itu!" Wajah Sakura memerah, membuat kecemburuan aneh namun telak menampar Sasuke, "Kita harus fokus mencari titisan dewa utama yang lain!"
Sasuke bergeming, masih tersesat dalam rasa marahnya akan garis takdirnya dengan Sakura yang sudah ditentukan seenak jidat oleh para dewa. Sementara Sakura menggedikkan bahu, berbalik menjauh dari Sasuke untuk kembali kemeja bacanya dan menyelesaikan desain Galeri.
Sasuke mendecih, mengepalkan tangannya erat-erat, sebuah semangat membara didalam tubuhnya dan menggejolakkan sifat berontak.
Ia akan mendapatkan Sakura, walau harus mengubah tulisan takdir yang sudah ditoreskan para dewa.
Karena seorang Uchiha, titisan Anubis, akan mendapatkan apa yang ia mau dengan cara apapun.
.
.
"Ini gila!" Naruto menarik celananya hingga memunculkan lambang ankh yang sama seperti Sasuke, Sasori, Hinata, dan Sakura. Pemuda itu membanting tubuhnya dibeton yang keras dibelakang gedung Fakultad Sastra Jepang.
"Aku sudah mendapat beberapa info tentang anak-anak Woaret. Mereka membangun kekuatan untuk menggulingkan matahari dengan kekuatan pusat di Thebes." Sakura berceloteh, "Hanya ada dua cara yang mampu menghilangkan mereka, pertama menyandera Woaret, kedua adalah mengumpulkan titisan 6 dewa utama dan mencari Prasasti berbahasa koptik di Sinai, yaitu prasasti SÜїta, menghancurkannya bersama-sama."
"Mengapa kita tak menggunakan cara pertama saja?"
"Tidak mungkin, Woaret adalah istri ketiga Amon, Raja para Dewa. Menyanderanya sama saja, kekk." Sakura membuat isyarat memotong leher dengan tangannya sendiri. "Sementara Prasasti SÜїta dijaga kumpulan iblis spinx."
"Mengerikan.." Hinata bergidik, lantas hening. Memang, mereka sengaja berkumpul siang itu untuk membahas rencana dan informasi dari buku mitologi yang sudah Sakura cari.
Sasuke diam-diam melirik Sakura, menikamati pesona gadis itu dan kecantikannya. Awalnya Sakura tak sadar, hingga sepuluh menit kemudian emerald itu menangkap si Uchiha masih khusuk memandanginya.
"Berhenti menatapku, Uchiha!" sungut Sakura, lantas menggeserkan duduknya kearah Sasori. Sasuke mengerjap, mendengus tidak suka dan menuding wajah Sasori kejam.
"Jangan dekat-dekat dengannya, Akasuna!" Sasuke ikut duduk disamping Sakura, hingga gadis itu terimpit ditengah dengan tidak nyamannya. Sedangkan Hinata dan Naruto melongo menatap mereka
"Menjauh dariku!" Sakura akhirnya bangun, mendelik tidak suka kepada Sasuke, "Atau aku akan memukul wajah tampanmu itu!"
"Tampan?" Sasuke tersenyum kecil, "Terimakasih, kau juga cantik."
Pipi Sakura memerah, "Err.. bukan itu maksudku!"
"Seperti itu maksudmu juga tak apa-apa." Sasuke terkekeh.
"Berhenti menggodaku!"
"Apa untungnya bagiku?"
"Kau-,"
"Sudah!!" Naruto menyelinap diantara Sasuke dan Sakura, "Berhenti bertengkar dan susun rencana selanjutnya!"
"Dia yang memulai!" tuding Sakura, lantas mendecih. "Baka, minggir dari situ atau kupukul kepalamu!"
Naruto menjauh, sementara Sakura menahan keinginan menimpuk kepala Sasukr dengan partitur milik Hinata saat melihat pemuda itu acuh mengedikkan bahu. Tahu harus mengalah, Sasuke diam dan duduk lagi ditempatnya.
"Jadi, apa rencananya?" tanya Hinata.
"Entahlah, tapi semalam aku didatangi Horus dan ia berkata setiap orang yang memiliki simbol ankh, itu adalah titisan dewa." Sasori menatap Sakura, lalu beralih kelainnya. "Setiap dewa utama hanya memiliki 2 titisan, itu berarti kita hanya harus mencari satu titisan sekunder."
"Bagaimana cara kita menemukan mereka?" Naruto bertanya tablo, "Tidak mungkin secara kebetulan ada orang lewat memiliki simbol ankh, kan?"
"Membuka celah pikiran." Sahut Sakura, masih membuka-buka buku tentang kebudayaan Mesir, "Sama seperti tadi malam, 6 dewa utama mendatangi kalian karena membuka celah pikiran. Kita harus menunggu bulan mati agar bisa melakukannya seperti semalam."
"Tapi bagaimana, Sakura-chan?" Hinata menggaruk kepalanya, "Fase bulan mati bukannya semalam? Dan waktu kita hanya satu bulan."
"Kau belum menghitung fase bulan? Bulam mati terjadi lagi nanti tanggal 29." Sakura tersenyum angkuh, memang karena dia yang paling pintar, "Seharusnya sekarang kita memikirkan si dewa perang yang tak tahu dimana."
"Apa maksudnya Nara Shikamaru, Sakura-chan?" Naruto berfikir, "Ah, aku kenal dia, aku satu SMA dengannya dan ia melanjutkan pendidikan di Otogakure."
"Ya, jadi si pemalas itu menjadi urusanmu, Naruto." Sakura mengangguk, "Sudah sore, aku harus pulang. Kita bertemu lagi disini besok siang."
Kumpulan itu bubar, dan Sasuke tampak berjalan ke basement, membuat Sakura menatapnya bingung. Mengedikkan bahu, Sakura berjalan keluar gedung perkuliahan bersama Sasori, bercerita panjang lebar sebelum keduanya berpisah diperempatan jalan menuju rumah masing-masing.
.
.
"Naik."
Sakura berhenti berjalan saat sebuah ninja besar berhenti disampingnya. Ia mengernyit, memikirkan siapa orang yang berada dibalik helm hitam itu. Ketika sadar itu Uchiha Sasuke, dengan cuek Sakura melangkah menjauhinya.
Sasuke menahan lengan Sakura, membuat gadis itu terkejut dan memberontak. Tapi seperti biasanya, tenaganya kalah kuat.
"Aku mau pulang! Lepas!!"
"Makanya, kuantar."
"Memang kau tahu dimana tempat aku tinggal?"
Sasuke melepas helmnya, "Dirumah Victorian itu, kan?"
"Bodoh! Itu rumah nenek-ku! Aku tinggal di apartemen!" cecar Sakura, "Malam itu aku memang berkunjung kerumahnya karena khawatir! Jadi kalau tidak tahu, jangan coba-coba!"
"Kalau begitu beritahu alamat apartemenmu!" Sasuke bersikeras, "Akan kuantar!"
"Tidak."
Sasuke menggeram, "Tak ada penolakan."
"Kau tak bisa memaksaku!"
"Cepat naik atau kuperkosa kau disini!" ancam Sasuke asal, sementara Sakura langsung bergidik mengingat betapa kuatnya Sasuke. Lagipula, jalan disini sedang sepi dan itu pasti melicinkan akal bulus Sasuke.
Sakura melompat naik keboncengan motor Sasuke dan menghela nafas, mundur hingga mentok agar tak bersinggungan seincipun dengam Uchiha itu.
Sasuke melepas jaket hitamnya, menyodorkan kearah Sakura yang langsung menerima dengan bingung, "Untuk apa?"
"Pakai saja, nanti kau kedinginan." Sakura memakainya, dan sadar Sasuke hanya mengenakan kaus tipis.
"Tapi kau nanti kedinginan." kata Sakura, lalu ia merutuk karena sudah peduli dengan pemuda ini.
"Yang penting dirimu." jawab Sasuke, lalu motornya meluncur dengan kecepatan yang mampu membuat perut Sakura berubah menjadi roller-coaster. Gadis itu maju hingga menempel punggung tegap Sasuke. Refleks, ia melingkarkan tangannya dipinggang Sasuke mencari pegangan.
Entah berapa lama motor itu melaju, Sakura bahkan sampai tak berniat memberitahu alamat apartemennya karena ketakutan. Ia masih saja memeluk Sasuke dengan tubuh bergetar ketika motornya sudah berhenti.
"Mau sampai kapan kau memelukku?"
Sakura tersadar, ia menghempaskan diri jauh-jauh dan turun dari motor besar. Ditatapnya sekarang dimana ia berada, lantas terpana.
"Mengapa kau membawaku kesini?"
"Lapar." Jawab Sasuke skeptis. Ia melangkah masuk ke restaurant didepannya, sementara Sakura diam-diam mengikuti sambil mengamati patung besar dengan kepala rajawali dan bertahta cakram matahari didepan pintu masuk restaurant, patung Dewa Ra, dewa matahari.
Interior restaurant ditatan apik, dengan romansa ancient dan berwarna dinding krim dengan langit-langit dusty pink yang memberi kesan lega. Ada hiasan disetiap meja berupa peti mumi, dan miniatur mastaba.
Sasuke duduk disalah satu kursi, memesan dua tiramishu dan steak. Sakura masih tercengang dengan nuansa Mesir kuno yang dijadikan tema desain ruang restaurant, lantas mengerjab kearah Sasuke.
"Dasar modus." Sakura mendecih, "Bilangnya mengantar malah mengajak makan."
"Ya, sama-sama." Sakura menggeram mendengar perkataan Sasuke.
"Sebenarnya kau itu kenapa, sih? Menyebalkan, mesum, aneh!!" Sakura melengos, dan matanya bertemu dengan mata jade dibawah patung Feniks, disebuah meja disana duduk seseorang yang juga sedang menatapnya.
Sakura tersenyum kecil, bangun dari kursinya dan berjalan kesosok berambut merah itu, "Gaara-kun!"
Sakura nyengir, lantas duduk didepan Gaara tak sadar Sasuke mengikutinya.
"Hai, Sakura."
"Kapan kau kembali?" Sakura tersenyum cerah, dan Gaara hendak menjawab saat matanya menangkap pemuda raven berjalan kesal menuju mejanya.
"Siapa kau?"
Sakura menonjok perut Sasuke, "Sudah sana! Jangan mengganggu!"
Sasuke hendak menyangkal ucapan Sakura saat mata onyx nya menangkap sesuatu yang aneh dengan tangan Gaara. Ada lambang yang menyembul diantara lipatan kemeja coklatnya. Refleks, Sasuke menarik lengannya dan tampak jelas ada lambang ankh berwarna merah darah disana.
Sasuke dan Sakura berjengit, mundur perlahan hingga Gaara bisa melihat lambang ankh berwarna perak dikaki Sakura yang tak tersembunyi karena ia mengenakan rok.
"Gaara-kun?" suara Sakura tercekat, "Jadi kau anak Woaret?"
Gaara menatap Sakura, mantan kekasihnya waktu SMA itu dengan muka yang sama tak percayanya, "Kau titisan 6 dewa utama?"
Sakura mengangguk, tepat ketika Gaara menjulurkan tangan kearahnya, lantas Sasuke menarik Sakura kedalam dekapan dadanya, tepat saat terjadi sebuah ledakan besar. Mereka berguling-gulingan disekitar bangunan yang sudah terbakar api.

======to be continue=======

Its This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang