chapter 14

1K 44 1
                                    

Perjalanan menuju hulu Sungai Nil bukanlah hal yang mudah. Setidaknya itu yang dirasakan Sakura.
Karena mereka tidak lagi terlindungi para dewa, Sakura tidak bisa menggunakan kontak batin dengan Hathor, hingga kekuatan teleportasi-nya tidak sebaik sebelum ini.
Sakura menitipkan Sarada kepada ibu-nya, sedangkan rombongan dibagi menjadi dua. Konan, Deidara, dan Neji menjaga Sarada sedangkan Sakura, Sasuke, Naruto, dan Shikamaru pergi ke Mesir mencari titisan dewa Ra.
"Tempat ini sudah dijaga banyak iblis spinx." Sakura mengintip dari balik pilar, lantas mengangguk ke-arah Sasuke, "Kita harus menyebrangi sungai dan menitinya lewat jalur hutan, di sana bebas dari iblis spinx."
"Kau bisa menteleportasi Sasuke dan Shikamaru." Naruto menghela nafas, "Aku akan berjaga di sini, selain itu akan mengalihkan perhatian mereka."
Sakura mengangguk, sebelum ini, Shikamaru memberitahunya bahwa hilir sungai Nil dijaga oleh iblis spinx, sedangkan hulu-nya dijaga oleh anak-anak dewa Amon. Tentu saja itu bermaksud untuk melindungi titisan dewa Ra, karena banyak orang yang berniat mencari ramuan kesucian miliknya.
Sasuke, Sakura, dan Shikamaru berjalan menyusuri hutan, dan terhenti disebuah lubang kecil dengan ukiran sitrus serta mata wedjat dan matahari, membuat ketiganya terhenti sejenak dan memandanginya penuh penilaian.
"Lambang Horus dan Ra, serta Hermopholis." Gumam Sakura. Keheningan yang mencekam berubah ketika mendadak dari arah sungai berpusara angin yang meliuk-liuk, menciptakan celah, memunculkan Leviathan dengan taring hitam menjijikkan.
Leviathan adalah adik Lucifer, iblis paling besar dan berbahaya setelah kakaknya itu. Bentuknya seperti naga dengan moncong kerbau dicucuk. Sakura sendiri terpana melihatnya, apalagi ketika sosok itu menyemburkan api.
"Kau masuklah! Aku bisa atasi ini!" Sakura mengangguk mendengar titah suaminya, ia menyeruak masuk dan berteriak ketika lubang itu adalah terowongan yang vertikal ke bawah.
Wanita itu merintih, bangkit terburu-buru dan terperanjat memandang sebuah gua kecil yang mengingatkannya pada makam penyimpanan Renaissance, ketika tangannya hendak menyentuh lempeng logam yang bertumpuk di sebelah timur, suara yang seperti mencekik menganggunya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Sosok didepannya tampak aneh, dengan banyak tusukan logam di seluruh tubuhnya. Sakura berusaha menghilangkan ketakutannya, lantas berjalan mendekat, membawa sikap ramah.
"Apa kau...?"
"Pain, ya. Titisan Ra."
"Aku membutuhkan ramuanmu, untuk menghilangkan kesucian." Sahut Sakura, ia menghela nafas, tanpa basa-basi. "Anakku adalah lambang kesucian dari Renaissance, dan para dewa mempermasalahkannya."
Pain memandang gadis merah jambu dihadapannya lantas mengerling bingung. Tangannya menggapai dan dari logam di ujung gua, terbuka utuh dan memunculkan botol ungu tua yang langsung melayang dan bersidekap di tangannya.
"Renaissance?" Pain tersenyum, mencemooh. "Ramuanku tidak bisa mengalahkan kesucian Renaissance."
Sakura terbelalak, "Lantas, bagaimana-?"
"Kecuali satu hal." Pain melambai lagi, kini sebuah manuskrip tua dari serat kayu terbuka secara sihir, "Hukum perbandingan lurus. Lawan kesucian adalah pengkhianatan. Kematian. Jika seseorang yang paling dicintai anakmu mati, dan anakmu sendiri yang melakukan pengkhianatan itu, air Renaissance dalam tubuhnya musnah."
Sakura tergagap ketika menerima ramuan dari Pain, mata klorofil itu menyiratkan terimakasih lantas memanjat lorong lagi, kembali ke atas tanah dengan sejuta akal yang mengganggu perasaan.
Pertanyaan besarnya; Siapa yang sangat dicintai Sarada?
.
.
Suasana perang antara antek-antek Leviathan dengan Sasuke dan Shikamaru timpang sebelah, dimana pasukan iblis itu menang dan Sasuke bahkan sudah terluka parah. Dengan sekali ayunan tangan, Sakura membawa dua laki-laki itu berpindah tangan.
"Naruto!!"
Ketika keduanya kembali ke hilir sungai Nil, Sakura tercekat melihat titisan Sobek itu terhempas tak berdaya. Mati. Sebuah cakaran karya iblis spinx dan belati kecil menghunus dadanya. Membuat Sakura mengejang ketakutan.
Shikamaru berjongkok, melepas pedang itu hati-hati dan berusaha menyembuhkannya. Kekuatan titisan Wepwawet itu memang menyembuhkan luka.
"Dia sudah mati, kekuatanku tidak bisa lagi." Sakura menjerit mendengar ucapan Shikamaru, membuat Sasuke menariknya kedalam pelukan. Menenangkan gadis itu. "Kita harus bawa jenazahnya."
Sakura mengangguk, dengan hati-hati ia menyentuh Naruto dan lainnya, dan dalam satu hempasan udara, keempatnya berpusar dalam angin semu dan kembali ke halaman rumah keluarga Haruno.
Sakura berpikir semuanya telah berhasil dan kematian hanya akan menjangkau Naruto, ketika ternyata rumah masa kecilnya porak poranda. Ia melihat Konan terbujur dengan sangat mengenaskan setelah terkena cambuk Anubis, darah segar mengalir dari bibirnya sedangkan perang itu hanya dikendalikan oleh Deidara dan Neji.
Suasana begitu menbuat euforia yang menyesakkan, suara gemericing yang aneh beserta cahaya-cahaya spektrun layaknya langit senja bersinar karena pertubrukan kekuatan.
"Hentikan!!" Sakura berteriak, mendekati Deidara yang tengah membuat pusaran air guna melawan debu panas dari tangan Horus dan menunjukkan ramuan yang didapatkannya dari Pain.
"Aku akan membuktikan bahwa Sarada tidak berbahaya!"
Semua sinar peraduan kekuatan menghilang, digantikan keheningan yang mencekam. Sakura sendiri tersudut dalam dekapan Sasuke, entah mengapa ada ketakutan serta keragu-raguan yang mengganggu.
Tetapi, Sakura ingin membuktikannya. Anaknya harus tetap hidup. Karena Sarada adalah lambang cinta kedua insan yang menentang takdir itu.
Hingga sesuatu menyentak pikirannya yang memang sudah kalut. Ucapan Pain di gua tadi.
Kematian.

Its This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang